Episode 11

"You are the most cruel creature, Yazel."

\~\~\~\~\~\~

Setelah keluar dari kamarnya, Yazel berteleportasi ke arah dapur. Di sana, ia dapat melihat beberapa maidnya sedang memasak ataupun membersihkan dapur.

Yazel mendekati maid yang berada di sana. Lalu, dan seolah menyadari kehadiran Yazel, semua maid yang berada di ruangan itu seketika berbalik dan langsung menundukkan kepala mereka tanda hormat.

"Sediakan sepiring salad dan segelas jus apel untukku," titah Yazel dan duduk di salah satu kursi yang tersedia. "Cepat, kukasih kalian waktu lima menit untuk membuat makanannya."

Mendengar itu, semua maid yang berada di sana langsung menganggukkan kepala mereka tanda mengerti. "Baik, Tuan," balas mereka secara bersamaan.

Yazel dapat melihat beberapa maid segera menyediakan pisau dan piring, serta ada juga yang pergi mengambil beberapa buah-buahan dari dalam kulkas.

Well, kediaman Yazel memang sudah menyediakan berbagai koki terbaik dan para pelayan yang telah dilatih dalam waktu lama. Mereka semua disiplin, ramah, bahkan bisa memasak makanan apapun yang Yazel mau.

Tetapi, apabila mereka melakukan satu kesalahan saja, maka dapat dipastikan Yazel akan langsung menghabisi nyawanya tanpa belas kasihan. Ia tidak pernah mau menerima kesalahan sedikit pun.

Yazel memandangi semua kegiatan mereka. Dan tak butuh yang lama bagi Yazel untuk menunggu, salah seorang maid tampak berjalan ke arahnya dengan sebuah nampan yang berada di tangannya.

"Ini pesanan Anda, Tuan," ucap maid tersebut dengan ramah.

Yazel hanya mengangguk dingin, lalu segera mengambil nampan itu dan pergi dari dapur.

Pria itu berjalan ke lantai bawah, menuju ke arah kamarnya. Setelah sampai di depan ruangan tersebut, ia membuka pintu kamarnya, kemudian mendapati Ariya sedang duduk di sofa kecil yang terletak di depan kasur. Tampak Ariya sedang termangu menatap ke arah luar jendela.

"Makanlah."

Suara Yazel sepertinya mengagetkan perempuan itu, karena Ariya tiba-tiba tampak tersentak pada tempatnya.

"Apa kau tidak bisa mengetuk pintu kamar terlebih dahulu?" seru Ariya dengan kesal.

Mata Ariya bergulir, menatap ke arah Yazel yang tampak sedang memegang nampan. Seketika, perutnya langsung berbunyi pertanda lapar.

"Buat apa? Lagipula ini adalah kamarku."

Yazel berjalan ke arah meja yang tersedia, lalu meletakkan nampan yang ia bawa di atas sana.

Ariya hanya melirik melalui sudut matanya. Ia dapat melihat ada sepiring salad dan segelas jus. Wangi buah-buahan masuk ke dalam hidungnya secara samar-samar, membuat Ariya semakin merasa lapar saja.

"Untukku?" tanya Ariya tanpa bisa menahan rasa laparnya yang semakin memuncak. Ia tidak bisa menyembunyikan hal tersebut.

"Ya, makanlah. Kau dari kemarin belum makan sama sekali," balas Yazel dan melangkah ke arah Ariya. Ia meraih tangan perempuan itu, dan seperti biasa, Ariya sempat mengelak. Namun, tatapan dingin Yazel yang menghunus ke arahnya membuatnya langsung terdiam dan mengekori Yazel dari belakang.

Kenapa pria ini mau peduli pada buruannya sendiri? batin Ariya sedikit merasa aneh.

Setelah sampai di depan meja, Yazel menyuruh Ariya untuk duduk. Perempuan tersebut menuruti perintahnya, karena memang ia sendiri juga sudah merasa lapar.

"Jangan berpikir yang tidak-tidak," ucap Yazel dengan tatapan yang datar. "Aku cuma tidak mau hewan buruanku menjadi tulang yang hanya dibalut kulit. Itu membuatku tidak bisa menikmati darah dan dagingnya nanti. Jadi, makanlah."

Nafsu makan Ariya yang tadinya sudah sangat tinggi mendadak turun ketika mendengar kalimat Yazel. Hatinya seketika keruh.

Yazel mengangkat alis melihat reaksi Ariya. "Kenapa?"

"Kenapa kau tidak mau langsung membunuhku saja?"

Yazel tampak berpikir sejenak. "Jika aku membunuhmu sekarang, aku tidak akan bisa mendapatkan banyak daging yang aku mau. Makanya sekarang aku menyuruhmu untuk makan."

Ariya seketika menggeleng. "Lebih baik aku mati kelaparan daripada dimakan oleh makhluk sepertimu."

Yazel menatap Ariya dengan tatapan tersinggung. Ia kemudian melangkah ke arah Ariya, lalu menyamaratakan tinggi mereka. Tatapannya langsung menghunus ke arah Ariya.

"Aku tidak menerima penolakan apapun, girl."

"Aku juga tidak menerima perintah apapun, boy."

Emosi Yazel seketika memuncak. Ia sudah berbaik hati memberikan Ariya makanan, tetapi gadis itu malah memilih untuk menyia-nyiakan kebaikannya ini.

Yazel meraih kepala Ariya dengan kasar, membuat perempuan itu sedikit memekik kaget. Ia kemudian mendekatkan dirinya kepada Ariya.

"Makan," titah Yazel sekali lagi.

"Tidak mau." Ariya berusaha menghindari Yazel. Pria itu semakin mempertipis jarak diantara mereka berdua.

Mata Yazel mendadak berubah menjadi merah. Ia sudah berusaha untuk tidak emosi, namun tidak bisa. Yazel dengan cepat mendaratkan kepalanya di ceruk leher milik Ariya.

Baiklah kalau perempuan ini masih berniat untuk melawannya.

Ariya panik di tempat ketika ia merasa lehernya mulai sedikit basah akibat air liur milik Yazel. Ia sadar jika pria itu hendak menggigitnya lagi.

Namun, di detik selanjutnya, Yazel menghentikan aksinya ketika ia mendengar suara pintu terbuka. Yazel menggeram kesal dalam hati.

"SIAPA!" seru Yazel dengan kasar dan tanpa sadar mendorong Ariya untuk menjauh. Gadis itu sedikit tersentak ke belakang dan punggungnya langsung menghantam ke sandaran kursi. Ariya mengaduh, seolah tulang punggungnya telah dibuat retak.

"Eh... Maaf Tuan, aku cuma ingin mengantarkan makanan kepada Anda, mengingat sekarang sudah jam lima sore," ucap seorang pelayan. Tangannya yang sedang membawa nampan itu tampak bergetar takut ketika mendengar bentakannya barusan.

Ariya sedikit melongo mendengar perkataan perempuan yang memanggil Yazel dengan sebutan Tuan itu. Tunggu dulu... jam lima siang, berarti dia sudah tidak makan selama dua harian penuh. Pantas saja dirinya merasa sangat lemas.

Yazel seketika menghela napas. "Taruh makanan itu di atas meja, lalu segera tinggalkan aku. CEPAT!"

Maid itu mengangguk takut. Ia melangkah dengan cepat ke arah meja, lalu meletakkan nampan yang dibawanya itu. Ia kemudian menundukkan kepala sekali dan segera keluar dari kamar tersebut.

Tinggallah mereka berdua di dalam kamar. Sepertinya bentakan Yazel yang terlampau keras tadi membuat Ariya sedikit menegang di tempatnya. Suasana pun menjadi lebih hening. Yazel mendadak membatalkan niatnya untuk menghisap darah Ariya.

"Apa kau mau aku membentak seperti tadi lagi?" tanya Yazel dan kembali menoleh ke arah Ariya.

Perempuan itu hanya menggelengkan kepalanya.

"Baguslah."

Yazel berdiri, lalu menduduki kursi yang berada di sebelah Ariya. Dari matanya, ia mendapati perempuan itu sedang menggigit bibir bawahnya.

Oh, so cute, batin Yazel tanpa sadar. Tapi, sedetik kemudian, ia langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat begitu menyadari apa yang ia pikirkan barusan.

Apa sih yang baru ia pikirkan? Geez..

"Makanlah," titah Yazel sekali lagi. Ia menyodorkan sepiring salad dan segelas jus apel kepada Ariya, lalu ia sendiri mengambil sepiring steak dan gelas yang berisi cairan berwarna ungu yang dibawa oleh maid tadi.

"Tapi aku tidak merasa lapar," bohong Ariya seraya memandangi Yazel. Jujur saja, gadis itu merasa sangat lapar sekarang, namun ia memilih untuk memendamnya kuat-kuat. Rasa gengsinya lebih tinggi.

"Jangan bohong. Aku tahu kau sudah sangat lapar," ujar Yazel dengan dingin.

Ariya spontan merutuk dalam hati. "Bisakah kau jangan terus membaca pikiranku?"

"Aku tidak perlu membacanya karena aku sudah bisa mendengar perutmu berbunyi sedari tadi. Apalagi sudah beberapa hari ini kau tidak memakan makan apapun, jadi aku yakin sekali jika kau sudah sangat lapar sekarang."

Perkataan Yazel sontak membuat pipi Ariya merah padam.

"Makanlah. Aku tidak menaruh racun apapun jika itu yang kau takutkan juga."

Tangan kiri pria itu lalu mengambil sebuah pisau yang tersedia, kemudian mengiris steaknya. Ia kemudian memasukkan sepotong daging itu ke dalam mulutnya menggunakan garpu. Ariya yang melihat itu seketika meneguk ludahnya dengan jijik.

Ariya memang tidak bisa melihat orang yang memakan daging, apalagi wangi dari steak tersebut tercium sampai di indera penciumannya.

Merasa tidak memiliki pilihan lain lagi, Ariya akhirnya memutuskan untuk memakan makanan yang disodorkan oleh Yazel. Lagipula, perutnya sudah berbunyi sedari tadi, dan itu membuatnya harus menahan rasa malu karena pria tersebut ternyata bisa mendengarnya.

Ariya memandangi makanan di depannya itu. Taburan keju dan berbagai macam buah-buahan yang tertata rapi di atas piring membuat Ariya semakin lapar. Tak lupa juga ada saus lezat yang menyirami semua bagian buah-buahan itu. Rasanya makanan ini terasa sangat sempurna di depan mata Ariya karena ia tidak bisa memakan hal semacam ini di Hinterland.

Perempuan itu meraih sendok yang berada di atas nampan, lalu mengambil sedikit bagian dari salad tersebut dan memasukkannya ke dalam mulut. Ia mengunyahnya secara perlahan.

Hanya sesendok, tapi itu sudah bisa membuat batin Ariya bersorak senang.

Demi Tuhan, ini sangat enak.

Ariya tidak tahu apakah dirinya harus bersyukur atau tidak karena dirinya terkurung di dalam kediaman seorang Dreta. Mendapatkan makanan lezat yang tidak pernah ia dapatkan di kotanya sendiri, cukup membuat hati Ariya berbunga-bunga sekarang.

Baru beberapa lahap Ariya memakan saladnya, Yazel ternyata sudah selesai memakan makanannya terlebih dahulu. Ia seketika bisa menghela napas lega karena tidak usah mencium bau steak tersebut lagi. Jujur saja, itu bisa membuatnya merasa sedikit mual jika ia menciumnya lebih lama lagi.

Oh, bahkan sampai sekarang Ariya masih tidak percaya jika di depannya itu adalah seorang Dreta. Rasanya pria ini terlalu tampan saja untuk dijuluki sebagai makhluk terjahat di dunia.

Di detik selanjutnya, Ariya mengangkat alisnya penasaran ketika pria itu menenggak gelas yang berisi cairan berwarna ungu tersebut sampai habis. Ia tidak pernah melihat minuman seperti itu sebelumnya.

"Apa itu?" tanya Ariya. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.

"Ini?" Yazel meletakkan gelas yang sudah kosong tersebut di atas meja. Ariya hanya mengangguk.

"Hmm, ini adalah darah dari peri pilihan kita yang sudah digiling kemudian dicampur dengan air dan dipanaskan. Lalu, setelah itu, kita memisahkan sari-sarinya dan menyaringnya hingga bersih. Kita juga menambahkan beberapa zat untuk keperluan Dreta. Terus, setelah semua tahap tersebut selesai, kita hanya perlu melakukan proses fermentasi hingga menghasilkan warna seperti cairan tadi," jelas Yazel tanpa ekspresi, tidak peduli dengan Ariya yang merupakan seorang peri juga.

Penjelasan Yazel yang panjang lebar itu membuat Ariya ingin segera memuntahkan isi perutnya saat itu juga. Ia memandangi Yazel dengan tatapan tidak percayanya, lalu memejamkan mata guna untuk menenangkan diri.

Really? Darah dari makhluk peri? Oh, shit! Makhluk seperti mereka benar-benar mencintai hal yang diluar nalar seperti ini.

Bahkan pria itu dengan mudahnya bisa menjelaskan hal tersebut di depan seorang peri.

"Oh, ya. Mengingat cairan enak ini belum memiliki nama, mungkin kau bisa membantuku untuk mencarinya, kalau kau mau."

Ariya spontan menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat. Tentu saja ia tidak mau membantu pria itu. Yazel benar-benar seorang makhluk yang tidak mempunyai hati. Sia-sia saja dia memiliki wajah tampan seperti itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!