Episode 14

"What did you do to me."

\~\~\~\~\~\~

Setelah bersusah payah bergerak, Ariya akhirnya berhasil duduk di atas kasur. Tiba-tiba saja, suara pintu yang terbuka terdengar, membuat gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah asal suara. Dahi Ariya berkerut, melihat seorang gadis yang tampak asing itu masuk ke dalam kamar.

"Siapa kau?" tanya Ariya. Ia mengangkat alisnya ketika ia melihat pintu kamar tersebut terbuka. Di detik selanjutnya, seorang perempuan yang masih muda masuk dengan sebuah nampan di tangannya.

"Oh, hi, Nona. Selamat pagi. Tuan tadi menyuruhku untuk membawakanmu makanan," ucap gadis tersebut dengan sopan.

Ariya semakin mengerutkan dahinya. Bukankah tadi Yazel mengatakan jika dirinya yang akan membawakan Ariya makanan? Sebenarnya siapa tuan yang dimaksud oleh gadis tersebut?

"Memangnya siapa tuanmu? tanya Ariya tidak mengerti.

Gadis yang tampak memakai pakaian seperti pembantu itu mengerjap beberapa kali. "Namanya Yazel, nona."

Okay, pertanyaan yang bodoh. Ariya baru ingat ini adalah kediaman Yazel, jadi tentu saja gadis ini adalah pembantu Yazel.

"Silahkan dinikmati makanannya, nona," tukas gadis tersebut dan meletakkan nampan yang berisi makanan itu di atas meja. "Saya pergi dulu, ya."

Gadis itu berbalik, lalu tampak hendak meninggalkan kamar Yazel. Ariya seketika memanggil perempuan itu sebelum dia pergi.

"TUNGGU."

Ariya tanpa sadar menjerit, membuat maid tersebut menghentikan langkahnya. Ia kembali berbalik, lalu memandangi Ariya dengan pandangan tanda tanya.

"Ya? Kenapa nona?"

Jawaban sopan dari maid tersebut sontak membuat pipi Ariya memerah. Ia tiba-tiba saja merasa malu karena jeritannya yang terlampau keras tadi.

"Aku mau keluar dari sini," ucap Ariya to the point.

Maid tersebut tersenyum manis menanggapi perkataan Ariya. "Tidak boleh, nona."

Ariya langsung menunjukkan tatapan memohonnya kepada gadis tersebut, membuat maid itu mendadak merasa sedikit kasihan.

"Kumohon, aku tidak mau mati disini."

Maid itu tampak menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal itu. Ia seperti orang yang sedang kebingungan. "Maaf, nona. Aku juga tidak mau mati di tangan tuan."

Ariya akhirnya menghela napas. Ia kemudian mengangguk lesu, membiarkan gadis tersebut pergi keluar. Maid tersebut hanya tersenyum tipis dan mengangguk sekali.

Dari sini, Ariya juga kembali mengetahui sesuatu. Yazel, adalah seorang Dreta yang paling ditakuti di dalam kediaman ini.

***

Yazel hendak masuk ke dalam kamarnya, sebelum tiba-tiba saja seorang maid keluar dari kamarnya. Perempuan itu tampak sedikit terkaget melihat kehadiran Yazel yang mendadak muncul di hadapannya.

"Dia sudah makan?" tanya Yazel setelah menyadari maid tersebut adalah maid yang ia perintah tadi.

"Sudah, Tuan. Aku meletakkan makanan itu di atas meja," jawabnya dengan sopan.

Yazel tanpa sadar mengangkat alis. "Oh, baiklah. Kau boleh pergi sekarang."

Yazel langsung saja berlalu dari hadapan gadis itu dan masuk ke dalam kamarnya.

Dari matanya, Yazel dapat melihat perempuan itu sedang duduk di atas kasur. Makanan yang disediakan oleh maid tadi memang diletakkan di atas meja. Namun, tampaknya nampan tersebut belum dipegang oleh Ariya sedikit pun.

"Kenapa kau tidak makan?" tanya Yazel dan meraih nampan yang berisi makanan tersebut.

"Aku tidak punya energi untuk berdiri," ucap Ariya dan memutar kedua bola matanya dengan sebal. "Tuan," lanjutnya lagi, bermaksud untuk sedikit mengejek.

Yazel mencebik. Ia melangkah menuju ke arah kasurnya dan meletakkan nampan tersebut di atas meja.

"Nah, makan ini. Mulai saat ini, kau harus makan yang lebih banyak daripada biasanya..."

"Biar kau bisa meminum darahku yang kau bilang lezat itu, kan," potong Ariya langsung.

Yazel mengangguk, membenarkan perkataan Ariya. "Ya, kau pintar juga."

Ariya mencebik sekilas, lalu memandangi makanan tersebut sedikit lama. Dan, tiba-tiba saja, tangannya bergerak sendiri untuk menggapai makanan tersebut. Yazel kembali mengeluarkan sihirnya itu.

"Aku bisa memakannya sendiri," seru Ariya dengan tatapan protes.

Mendengar itu, Yazel langsung melepaskan sihirnya. "Baik, cepatlah makan."

Ariya mendongak, sementara sebelah tangannya langsung menyuap salad yang enak itu ke dalam mulutnya. "Kenapa kau tidak makan?"

Yazel mengangkat alis. "Sekarang kau sudah peduli padaku?"

Ariya seketika merutuki dirinya. Lebih baik ia tidak bertanya soal itu tadi. "Tidak jadi. Aku menarik pertanyaanku kembali."

Yazel spontan terkekeh kecil. "Aku tadi baru saja meminum darahmu, jadi sebagai gantinya, kau yang harus makan pagi ini. Cairan lezat tadi sudah cukup untuk mengisi penuh perutku yang kosong."

Ariya menghela napas. Entah kenapa, ia selalu merasa jijik jika pria itu mengatakan darahnya adalah cairan yang enak. Apalagi ketika pria itu sedang memakan daging ataupun meminum darah secara langsung di depan kedua matanya.

Uft, Dreta memang makhluk yang paling menjijikan di dunia ini.

"Oh, kau akan terbiasa dengan hal tersebut nantinya," balas Yazel dan tersenyum.

Ariya mengunyah makanannya dengan pelan. Pria ini kembali membaca pikirannya.

Geez, sebenarnya, bagaimana caranya agar dirinya bisa mengosongkan pikiran apabila berada di dekat Yazel? Ariya merasa sedikit terganggu dengan kemampuan pria tersebut.

"Sampai kapan kau akan mengurungku di sini?" tanya Ariya, membuat Yazel mengelus dagunya yang ditumbuhi dengan rambut-rambut kecil tersebut. Pria itu seolah-olah sedang berpikir.

"Sampai aku merasa puas denganmu," sahutnya dengan santai. "Lagipula, aku tidak pernah berniat untuk melepaskan buruanku lagi. Itu hal yang sangat tidak mungkin, Ariya." Yazel memberikan tekanan pada kalimat terakhirnya.

"Jadi, kau tidak mau melepaskanku dan tidak mau membunuhku juga?" Ariya bertanya dengan nada yang jengkel.

Yazel mengerjap. "Dan, kau seharusnya berterima kasih akan hal tersebut."

"Kau tidak bisa berbuat seenak jidatnya saja."

"Tentu saja aku bisa."

Ariya tanpa sadar menggigit bibir bawahnya, membuat Yazel mengalihkan pandangannya pada bibir milik perempuan tersebut. Mulut yang masih mengunyah makanan itu menarik perhatian Yazel sepenuhnya. Pria itu tiba-tiba saja merasakan sesuatu yang sedikit mendesak di bawahnya. Adik kecilnya itu mulai membuat celananya menjadi sempit.

"Berhenti melakukan hal itu, atau aku tidak akan bisa menahan diriku lagi," ujar Yazel. Tiba-tiba saja, nada suaranya berubah menjadi datar. Pria itu seakan-akan sedang menahan sesuatu yang mulai muncul di dalam dirinya.

Aish...

"Melakukan apa?" Ariya menyahut dengan nada yang polos. Matanya berkedip-kedip tanpa sadar, sementara dahinya berkerut tanda tidak mengerti.

Melihat penampilan Ariya, Yazel merasa pikirannya mulai bercabang. Kaos besar dan celana lebar miliknya melekat dengan sempurna di tubuh gadis tersebut.

Pakaiannya memang besar, namun entah kenapa, Yazel masih bisa membayangkan bagaimana lekuk tubuh milik Ariya yang sedikit menarik perhatiannya itu. Ia memejamkan mata, berusaha untuk mengontrol pikiran kotornya yang mulai masuk.

Shit, shit, shit.

Yazel menghembuskan napasnya dengan perlahan, lalu kembali membuka kedua matanya. Tatapannya kembali bertemu dengan wajah Ariya.

"Ah, Sial!" seru Yazel yang tidak bisa menahan pikirannya sendiri, membuat Ariya langsung memekik kaget tanpa sadar.

Ariya mengerutkan dahinya dengan kesal. "Ada apa denganmu?" tukasnya dengan jengkel. Suara Yazel tadi cukup mengagetkannya.

Yazel melirik Ariya dengan emosi yang membuncah. Ia melemparkan tatapan dinginnya ke arah Ariya. "Kau yang membuatku begini."

"Aku?"

Dengan jari telunjuknya, Ariya menunjuk ke arah dirinya sendiri dengan tatapan yang aneh. Ia tidak melakukan hal apapun sedari tadi selain memakan salad. "Apanya?" tanyanya tidak terima.

"Ah, sudahlah. Kau tidak bisa mengerti," sahut Yazel dan segera bangkit dari kasurnya. Ia mulai berjalan menjauh, sementara kedua matanya sedikit melirik ke arah Ariya yang masih tampak bingung di tempat.

"Ya, bagaimana aku bisa mengerti kalau kau tiba-tiba saja menjerit seperti itu," protes Ariya kesal.

Yazel membalikkan badannya dan tidak memperhatikan kedua kakinya yang berjalan mundur. "Diamlah. Aku akan balik ke sini lagi setelah urusanku selesai."

Tepat di saat Yazel selesai berbicara, sebuah benda keras menghantam tepat di selangkangannya. Pria itu langsung saja mengeluh dan berjongkok, sementara kedua tangannya refleks memegang benda miliknya.

Rasanya berdenyut-denyut.

"Kursi sialan!" bentak Yazel dengan emosi yang mulai tersulut. Ia memandangi benda mati itu dengan tatapan penuh amarah. "Dasar benda tidak berguna. Apa kau tidak bisa bergeser sedikit untukku, hah!!"

Yazel merutuk dalam hati. Sepertinya seharian ini ia ditimpa dengan nasib sial. Tadi, Blake baru saja datang ke kediamannya, di mana hal tersebut sudah cukup untuk memancing emosinya. Dan sekarang, benda miliknya yang sudah harus dimandikan dengan air dingin itu malah ditabrak. Di waktu yang tidak tepat pula!

Uh, bendanya terasa seperti akan terlepas saat ini juga. Sakit! Rasanya seperti seorang wanita yang keguguran 10 kali berturut-turut hanya dalam kurun waktu satu hari.

Sementara itu, Ariya semakin mengerutkan dahinya. Ia menggaruk tengkuknya, lalu memiringkan kepalanya seraya menatap ke arah Yazel yang sedang berbicara dengan benda mati. Ralat, bukan berbicara, namun memarahi kursi tersebut. Satu kalimat sontak muncul di dalam kepalanya.

Woah, ternyata makhluk Dreta seperti mereka juga bisa berbicara dengan kayu.

Terpopuler

Comments

Keyona Alethya

Keyona Alethya

ariya lucu, polos 😅 lanjut kaka

2020-11-11

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!