Episode 10

"I am your master."

\~\~\~\~\~\~

Ariya mengerjapkan matanya, sebelum ia menyadari ada yang sedikit mengganjal di sekitar perutnya. Ia melirik sekilas, sebelum menyadari adanya tangan Yazel yang melilit disekitar perutnya. Pantas...

Entah sudah berapa lama Ariya tertidur seperti ini bersama dengan Yazel. Dan Ariya masih tidak habis pikir, kenapa bisa-bisanya ia mengistirahatkan dirinya sejenak di dalam situasi seperti ini. Seharusnya Ariya berpikir untuk melarikan diri dari kediaman Yazel, bukan malah tidur nyenyak bersama seorang Dreta.

Ariya menggigit bawah bibirnya dengan pelan, lalu menatap ke arah lilitan Yazel yang tergolong kuat. Beberapa detik kemudian, Ariya melihat kemungkinan adanya jalan keluar yang berada di bawah tangan Yazel, lalu dengan cepat langsung menyusupkan badannya yang kecil di sana.

Berhasil!

Ariya seketika terbebas dari kurungan Yazel dan membuatnya sedikit merasa senang. Harapannya untuk keluar dari kediaman ini seketika melambung tinggi. Namun, hanya beberapa detik setelah ia keluar dari kukungan Yazel, ia merasakan tangan kirinya ditarik dengan kuat hingga membuat Ariya sendiri tertarik ke belakang.

Wajahnya menghantam dada bidang milik Yazel, dan itu membuatnya langsung mengerang sakit. Aroma sabun mandi milik Yazel tercium oleh Ariya.

Yazel memandangi Ariya yang lebih pendek darinya. Perempuan itu sedang mengelus kepalanya yang sepertinya terasa sakit, namun berbanding terbalik dengan tubuhnya yang tidak merasakan sakit apapun.

Yazel mengangkat alisnya. Ia mengarahkan tangannya, lalu mengelus puncak kepala gadis itu. Diperlakukan seperti itu, Ariya seketika mengelak.

"Apa yang kau lakukan?" tanyanya dan ingin menghindar, namun tangan Ariya dicekal kuat oleh Yazel.

"Asal kau tahu, aku sebenarnya masih ingin menghukummu lagi, tapi aku masih memiliki hati nurani. Jadi, seharusnya sekarang kau mengucapkan terima kasih padaku karena telah membatalkan niatku."

Ariya memandangi Yazel dengan kerutan di dahinya. "Apa yang membuatmu tidak ingin menghukumku?"

"Aku cuma merasa kasihan padamu yang sudah terluka parah beberapa jam tadi, yah walaupun kau juga mempunyai sistem regenerasi yang cukup cepat," ucap Yazel dengan tatapan datar. "Dan, agar kau bisa membalas kebaikanku, sepertinya untuk sekarang ini aku menginginkan sesuatu lagi darimu."

"Apa?"

Yazel mengarahkan pandangannya pada mulut manis milik Ariya. Ia lalu menaruh jari jempolnya di bibir itu. "Ini."

"Bibir?" Ariya sempat tidak mengerti untuk sejenak, namun di detik selanjutnya, ia langsung melotot. "Hei, perlu kau tahu jika kau sudah cukup puas menyiksaku dan sekarang--"

Ucapan Ariya terpotong kala Yazel menempelkan bibirnya lagi untuk yang entah keberapa kalinya. Ariya menegang di tempat. Tapi, ia dengan cepat kembali tersadar.

Ariya berusaha mendorong dada pria itu agar menjauh, namun Yazel seperti sebuah beton yang tidak bisa digerakkan sedikit pun.

Ariya mengeluh pelan ketika merasa pria itu menggigit bibir atasnya dengan kuat, dan Ariya yakin jika Yazel hendak membuatnya terluka lagi.

Ariya meronta, namun tangan Yazel dengan cepat meraih pinggangnya dan menempelkan badan mereka agar ia tidak bisa melarikan diri.

Ariya merasa jika pria itu mulai menghisap darah yang keluar dari bibirnya, dan hal tersebut tentu membuatnya merasakan rasa sakit kembali.

Ariya tidak memiliki pilihan lagi. Ia langsung saja menjambak rambut pria itu dengan kuat hingga membuat tautan mereka terlepas. Pelukan mereka juga seketika terlepas dan beberapa helai rambut milik Yazel tampak rontok.

Ariya terengah-engah, lalu hendak menendang kaki pria itu agar menjauh, tapi Yazel bergerak lebih cepat darinya. Pria itu menghindar, kemudian mencekal tangannya lagi.

Menyadari hal itu, Ariya meraih tangan yang lumayan kekar itu dan langsung menggigitnya tanpa perasaan. Oh, kenapa pula iia memiliki perasaan ketika pria ini saja tidak memiliki rasa kasihan kepadanya?

"Shit!" umpat Yazel dengan kasar. Ia spontan menjauhkan dirinya dari Ariya. "Kenapa kau kasar sekali?"

Ariya langsung merasa kesal. Ok, kenapa Yazel boleh berbuat kasar seenak jidatnya sementara Ariya sendiri tidak boleh?

"Memangnya kenapa? Lagipula itu cuma gigitan kecil, bukan seperti ketika kau melemparkan tubuhku dengan mudahnya ke atas meja," ucap Ariya dengan sebal. Dari sudut matanya, ia dapat melihat lengan Yazel tercetak bekas gigitannya tadi. Darah kental mulai mengalir dari sana.

Dan, Ariya baru tahu jika darah dari seorang Dreta adalah berwarna hitam pekat. Beruntung sekali Ariya dapat membuat badan yang keras seperti beton itu terluka kecil.

"Aku yang berkuasa disini, bukan kau," balas Yazel dan menatap Ariya dengan tajam. Ia lalu menghisap sendiri darahnya itu dan menjilatinya dengan pelan. Bekas gigitan yang dibuat oleh Ariya perlahan mulai sembuh.

Ariya hanya tercengang melihatnya. Pria itu bahkan hanya membutuhkan waktu selama beberapa menit untuk menyembuhkan lukanya sendiri. Ralat, bukan beberapa menit, tetapi hanya beberapa detik!

Ariya dapat melihat jika pria itu kembali berjalan ke arahnya dengan pelan. Ariya seketika mengangkat tangannya, mengkode Yazel untuk berhenti di tempatnya.

Yazel yang melihat itu hanya berhenti, lalu menaruh kedua tangannya di dalam saku. Tatapannya yang dingin itu masih menghunus ke arah Ariya.

Oh, bahkan Yazel tidak tahu kenapa tiba-tiba ia malah menuruti kemauan Ariya untuk sesaat.

"Mari kita membuat kesepakatan," ucap Ariya dan menggigit bibir bawahnya dengan cemas. Darah masih mengalir dari bibir bagian atasnya, membuat Ariya dapat mengecap darahnya sendiri.

"Kesepakatan apa?" tanya Yazel dengan tatapan tidak tertarik. "Aku tidak perlu kesepakatan apapun. Ini adalah kediamanku dan tentu saja aku boleh melakukan semuanya sesuka hatiku."

Yazel kembali berjalan, membuat Ariya seketika panik di tempat. "Tu--tunggu, kesepakatannya pasti akan menguntungkan kita berdua."

Yazel kembali berhenti berjalan. Ia memutar kedua bola matanya dengan malas. "Apa? Katakan saja cepat. Kalau aku tidak menyukainya, aku tidak akan menyutujuinya."

Ariya seketika menganggukkan kepalanya dengan cepat ketika merasa dirinya telah mendapatkan lampu hijau.

Gadis itu berdeham sesaat. "Jadi begini, aku akan melakukan apapun yang kau perintahkan padaku, asal jangan yang aneh-aneh saja. Terus, sebagai gantinya, kau harus membebaskanku dari sini."

Yazel menghela napas. Gadis ini bodoh atau apa?

"Kenapa aku harus membebaskanmu? Kau adalah buruanku, dan aku tidak pernah membebaskan buruan manapun. Kau seharusnya bersyukur karena aku masih membiarkanmu hidup sampai sekarang."

Ariya berkedip sesaat. "Terus, apa ada alasan kenapa kau membiarkanku hidup sampai sekarang?"

Mendengar pertanyaan Ariya, pria itu seketika bingung. Ia juga tidak tahu kenapa dirinya melakukan hal itu. Apa mungkin karena Ariya adalah peri yang berbeda dari peri lainnya?

"Apa kau harus mengetahuinya?" ujar Yazel dan menutupi kebingungan yang tercipta di dirinya. "Kau cuma perlu bersyukur."

"Baik, baik, aku merasa bersyukur karena Tuhan ternyata masih sayang kepadaku," tukas Ariya sebal. Ia merasa sedikit kesal karena pria itu berbicara seakan-akan hidup dan matinya hanya berada di dalam tangan Yazel. Seolah- olah pria itu adalah seorang malaikat pencabut nyawa.

Ya, memang bisa dibilang jika itu adalah faktanya sih. Peri sepertinya kan hanya dilihat sebagai makanan dan pemuas nafsu oleh kaum Dreta.

"Tapi setidaknya, kau juga harus tahu kalau aku merupakan makhluk hidup yang membutuhkan kebebasan," ucap Ariya dan menggaruk tengkuknya. "Aku juga bukan budak yang bisa kau perintah sesuka hatimu."

Di detik selanjutnya, Yazel merasa dirinya kembali disindir oleh gadis ini. Napasnya seketika memburu, namun ia masih berusaha untuk mengontrol emosinya agar tidak pecah saat itu juga. Peri lemah ini benar-benar tidak tahu untung, batin Yazel di dalam hati.

"Ya, terserah. Katamu kau akan menuruti semua perintahku, kan?"

"Iya." Ariya seketika menganggukkan kepalanya dengan antusias, merasa jika Yazel sudah menerima kesepakatannya.

Yazel mengangkat alis tiba-tiba. Ia merasa sedikit tertarik. "Kalau begitu, kau tidak boleh keluar dari kediamanku. Kau cuma boleh berjalan-jalan di sekitar sini, dan itu pun masih dalam pengawasanku."

Ariya seketika mengumpat dalam hati. Ini sih masih Yazel yang mengambil keberuntungan, bukan dirinya. Apa kesepakatan yang Ariya buat tadi salah?

"Kalau itu sudah termasuk hal yang aneh. Aku tidak akan menurutinya."

Yazel merasakan sudut bibirnya berkedut samar. "Kenapa? Menurutku hal itu tidaklah aneh. Lagipula, aku adalah majikanmu disini."

Oh, fine. Ariya seketika bad mood.

Yazel melangkah cepat ke arah Ariya yang sedang berdiri di tempat dengan tatapan melongo. Pria itu meraih wajah cantik tersebut dan langsung menempelkan bibirnya ke bibir Ariya yang masih berdarah.

Hanya beberapa detik, sebelum Yazel melepaskan tautannya. Ariya bahkan belum sempat untuk menghindar dari tindakannya barusan.

"Kau mau menuruti semua perintahku, kan?" Yazel berucap dengan nada yang angkuh. "Jadi, mulai sekarang kau tidak boleh mengelak saat sedang berciuman, berpelukan, ataupun sentuhan fisik lainnya."

Ariya spontan menghentakkan kakinya dengan kesal. Sementara itu, Yazel hanya menatapnya dengan tatapan datar.

Keberanian gadis ini benar-benar patut diacungi dengan jempol, batin Yazel dalam hati.

Jujur saja, selama hidupnya ini, tidak pernah satu makhluk pun yang berani untuk membuat kesepakatan dengannya. Semuanya merasa takut dan hanya bisa menyembah-nyembah meminta belas kasihan darinya.

Tapi, tentu saja semua hal tersebut berbeda dengan gadis yang satu ini. Ariya bahkan tidak terlalu takut dengannya.

"Dalam kesepakatan yang aku buat, kau tidak boleh secara tiba-tiba melakukan hal seperti itu," balas Ariya seraya mendelik.

Gadis itu merasa dirinya telah dikotori oleh Yazel. Ciuman pertamanya bahkan diambil secara paksa dan tidak manusiawi.

"Aku tidak setuju dengan kesepakatan yang kau buat," ujar Yazel dengan mudahnya. "Lagipula, aku masih belum mengeluarkan kesepakatanku juga."

"Apa yang kau mau?" tanya Ariya dan mengangkat dagunya tinggi-tinggi, menatap sinis ke arah pria yang berada di depannya.

"Aku mau kau tidak membuat kesepakatan apapun denganku. Jelas?"

Setelah mengatakan kalimat itu, Yazel langsung menghilang di depan mata Ariya. Bahkan perempuan itu belum sempat untuk mengumpati pria tersebut.

Ariya melangkah cepat ke arah pintu kamar, lalu berusaha untuk membuka pintu tersebut. Namun, hasilnya nihil. Pintu itu sudah dikunci dari luar terlebih dahulu.

Ariya mengalihkan pandangannya dan menatap ke sekeliling, mencari-cari jendela ataupun lubang kecil yang bisa memungkinkan dirinya untuk melarikan diri sekarang juga.

Tapi, tidak ada.

"Dasar cecunguk sampah itu!" umpat Ariya dengan kesal. Ia tidak peduli lagi jika Yazel bisa mendengarnya atau tidak.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!