Episode 4

"I will try to not be afraid of you, even though you are the most cruel creature in the world."

\~\~\~\~\~\~

Tidak ada yang bisa Ariya lakukan selain meratapi nasibnya. Ia sudah kelaparan, perutnya keroncongan, sementara tangan dan kakinya masih tidak bisa bergerak. Ariya menghela napas lelah.

Kakinya sudah sakit, punggungnya terasa kaku dan kepalanya terasa semakin berdenyut sakit. Kandang ini sungguh sempit. Rasanya Ariya ingin keluar dari kandang yang mengurungnya ini dan menghirup udara segar sesegera mungkin.

Entah sudah berapa lama ia berada di dalam sini. Yang Ariya tahu, cahaya matahari yang menembus tirai tadi sudah tidak tampak, digantikan oleh cahaya temaram milik bulan. Dari hal itu, Ariya sadar jika dirinya sudah seharian berada di dalam sini, dimana artinya ia juga sudah tidak menggerakkan badannya selama satu hari.

Dimanakah pria itu?

Sejak tadi pagi, pria tersebut sudah meninggalkannya di dalam kandang yang menjijikan ini tanpa berbicara sepatah katapun. Selain pria itu, Ariya tidak melihat satu makhluk pun yang masuk lagi ke dalam ruangan ini.

Padahal tadi Ariya sudah sempat berteriak meminta tolong dengan sekuat tenaganya, berharap ada orang yang akan menyelamatkannya secepat mungkin. Namun, usahanya sia-sia saja, karena sepertinya ruangan ini sengaja dibangun kedap suara ataupun semacamnya.

Ariya memejamkan matanya. Ia menyandarkan kepalanya ke belakang, merasa lelah dengan semua ini. Kepalanya terasa semakin berat saja.

Tak lama kemudian, tiba-tiba suara pintu yang terbuka terdengar, membuat Ariya langsung membuka matanya. Harapannya sontak melambung tinggi. Ia menatap lurus ke arah pintu, berharap orang itu segera membuka kandang ini dan membiarkannya bebas.

Walau rasanya itu terdengar sangat mustahil.

Tepat saat itu juga, Ariya terpaksa kembali menelan balok kekecewaannya. Ia menyipitkan matanya, sebelum menelan ludahnya gugup. Pria itu.

"Bagaimana keadaanmu di dalam sana?" tanya Yazel sambil berjalan santai ke arah Ariya. Pria itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Ia tampak memakai kaos hitam yang dipadukan dengan celana pendek yang berwarna hitam juga.

Perempuan itu hanya terdiam, sementara dalam hati ia menggerutu. Semua sendiku terasa kaku, bodoh! Namun, ia tidak berani untuk mengutarakannya. Ariya tidak mau nyawanya melayang terlebih dahulu, walaupun ia sudah tahu jika nyawanya pasti akan tercabut sebentar lagi.

Bagaimana tidak? Makhluk yang berdiri di hadapannya kini adalah makhluk yang paling di takuti oleh kaum peri sepertinya. Mereka adalah pembunuh peri, mereka tidak memiliki perasaan, dan mereka merupakan bangsa yang paling kuat di dunia ini.

Ariya merasa tak heran lagi kalau pria itu dapat berteleportasi, mengubah penampilannya dengan cepat, dan bahkan dapat menggerakkan atau menghancurkan benda hanya dalam satu jentikan jari.

Tapi di luar semua itu, Ariya berusaha untuk menetralisir perasaan takutnya. Ia memandangi Yazel secara terang-terangan, membuat pria itu sontak mengangkat alisnya heran.

"Sepertinya setelah kau mengetahui siapa diriku, kau menjadi takut untuk berbicara, ya," kekeh Yazel dengan percaya dirinya.

"Tidak," seru Ariya dan menggelengkan kepalanya pelan. Melihat itu, Yazel langsung memiringkan kepalanya.

Okay, perempuan ini barusan saja menantangnya?

Di detik selanjutnya, Yazel mengucapkan sebuah kalimat yang tidak dimengerti oleh Ariya, sebelum tiba-tiba saja kandang yang ditempati olehnya terbuka. Ariya mengerjapkan matanya beberapa kali.

Entah apa saja yang dilakukan oleh pria itu, Ariya dapat merasakan rantai-rantai yang mengikat pergerakkannya selama ini terlepas, meninggalkan jejak merah yang tercetak samar di seluruh tubuhnya.

Belum sempat ia menghembuskan napas sejenak, Ariya kembali merasakan tubuhnya bergerak sendiri tanpa bisa dicegah, sebelum akhirnya dirinya mengapit sendiri pada dinding ruangan tersebut.

Ia berusaha melawan, namun ada sesuatu yang tak kasat mata menghalanginya. Ariya berdiri tegak tanpa bisa dicegah, hingga membuat seluruh sendinya terasa sangat sakit sekali karena dipaksakan untuk bergerak.

Apalagi mengingat jarum yang berada di punggungnya itu terasa semakin menancap ke dalam ketika tubuhnya disandarkan ke dinding.

"Uh, apa maumu?" tanya Ariya dan menggigit bibir bawahnya. Itu membuat Yazel mengalihkan pandangannya pada bibir gadis tersebut.

Ia berjalan mendekaki Ariya yang sedang menempel di dinding, lalu mengelus rambut coklat milik gadis tersebut. Tangannya kemudian turun ke bawah, mengelus dagunya, bibirnya, telinganya, dan yang terakhir bagian lekuk lehernya.

Yazel mengelus bagian tersebut secara berulang-ulang, lalu kedua matanya tiba-tiba saja berubah menjadi kuning.

What! Kuning?

Dari sikap Yazel, Ariya langsung tahu jika pria itu menginginkan sesuatu darinya, dan sesuatu itu pasti berasal dari lehernya. Tapi, apa yang bisa dia ambil dari sana?

"Jangan harap kau bi--"

Ucapan Ariya langsung berubah menjadi suara kesakitan ketika Yazel menyembunyikan kepalanya di ceruk lehernya, sebelum sesuatu yang tajam menembus kulitnya. Perempuan itu dapat merasakan cairan yang keluar dari lehernya, dan ada sesuatu yang seakan-akan menghisapnya keluar dengan paksa.

Apa pria ini sedang menghisap darahnya!? Ariya merintih, berharap Yazel segera menyudahi aksinya. Ini sangat sakit, sekaligus merasa jijik karena Ariya dapat mendengar pria itu meneguk darahnya dengan cepat.

"Ku--ku--mohon," rintih Ariya.

Gadis itu berusaha menggerakkan kedua tangannya yang berada di sisi tubuhnya untuk mendorong dada pria itu. Namun, hasilnya nihil. Pria ini telah mengunci semua pergerakkannya dengan sesuatu yang tidak Ariya ketahui.

Ariya mengerang sakit ketika lelaki itu memperdalam gigitannya. Air matanya mengalir melalui sudut matanya tanpa bisa dicegah, sementara mulutnya mengeluarkan isakan demi isakan.

Ariya tidak ingin mati menyedihkan seperti ini. Masih banyak yang ingin ia lakukan di dunianya walaupun kebanyakan orang tidak ingin berteman dengannya. Tapi, Ariya tidak merasa terbebani dengan semua itu. Yang ia inginkan adalah menemukan orang tuanya, lalu menemukan pria yang baik, dan menikah hingga menjalani sebuah keluarga yang Ariya bayangkan seperti di dalam film-film yang ia nonton.

But this?! Ia tidak pernah menyangka hidupnya akan berakhir di tangan seorang Dreta. Semua ini sangat mengerikan.

Beberapa menit kemudian, Ariya akhirnya dapat merasakan gigi yang menghunus ke dalam dirinya tadi sudah keluar dari kulitnya. Gadis itu seketika menghela napas lega.

Namun, kelegaannya langsung berubah menjadi ringisan jijik ketika ia melihat banyak darah yang menetes melalui sudut mulut milik pria itu ketika dia mengangkat wajahnya. Ariya merasa mual saat itu juga.

Apa semua itu adalah darah miliknya? Dan, maybe yes. Karena Ariya dapat merasakan tubuhnya semakin tidak memiliki tenaga, seakan-akan seluruh energinya telah dihisap oleh Yazel. Holy shit! Ariya sudah tidak makan seharian ini, dan sekarang darahnya malah diambil oleh makhluk yang tidak memiliki hati itu.

Kedua kakinya terasa sangat lemah saat ini. Ariya yakin, apabila pria itu melepaskan sihir yang menahannya itu, ia bersumpah dirinya akan langsung jatuh ke lantai karena tidak mampu untuk mengangkat seluruh beban tubuhnya.

"Makhluk menjijikan," cetus Ariya tanpa sadar saat melihat Yazel menjilati sisa-sisa cairan berwarna biru itu di sekitar mulutnya. Pria itu seakan-akan sudah tidak minum selama berhari-hari.

Yazel mengangkat kepalanya. Netra matanya bukan berwarna kuning lagi, tetapi berganti menjadi merah.

Ariya spontan menahan napasnya ketika ia melihat kepala makhluk itu tiba-tiba bergerak mendekati wajahnya, mempertipis jarak diantara mereka. Tangan Yazel bergerak, mengelus pipi mulus milik Ariya, lalu menahan dagu perempuan itu.

Ariya tidak bisa bergerak. Ia ingin sekali menolehkan kepalanya untuk menghadap ke arah lain namun tidak mampu.

"Untuk ukuran makhluk lemah sepertimu, kau termasuk makhluk yang paling berani yang pernah kutemui," tukas Yazel dan menatap dalam kedua netra hitam milik Ariya. Ia memandangi sepasang mata bulat yang cantik itu.

"Bagaimana kalau makan malamku ini di mulai dengan kedua matamu, Ariya?" tanya Yazel dan mengangkat kedua alisnya. "Sepertinya enak sekali jika bola matamu itu dimasak dengan sup."

Ariya lantas terkejut. Ia sontak memejamkan kedua matanya, lalu menggeleng keras. "Sebelum kau memakan kedua mataku, kaulah yang akan kubuat mati terlebih dahulu," seru Ariya berusaha menggertak. Namun, Yazel hanya terkekeh lucu, seakan-akan ancaman Ariya tidak ada gunanya.

Tiba-tiba saja, Ariya merasakan kepalanya berkunang-kunang. Ia membuka matanya, lalu pandangannya kembali bertemu dengan lelaki itu. Ia mengerjapkan matanya, ketika melihat makhluk itu tiba-tiba terbagi menjadi dua. Lalu, bayangannya terbagi lagi menjadi empat dan begitu juga seterusnya.

Ariya pusing, kepalanya yang sedari tadi terasa sakit semakin terasa berdenyut-denyut. Ia ingin sekali memijat keningnya, tetapi ia tidak bisa bergerak di tempatnya. Sepertinya ia kehilangan terlalu banyak darah.

Hal terakhir yang Ariya tahu adalah ada sesuatu yang lembut menempel di bibirnya dan **********. Bau anyir mendesak masuk ke dalam hidungnya saat pria itu melesakkan lidahnya masuk ke dalam bibirnya. Ariya mengecap darahnya sendiri, lalu mengerutkan dahinya dengan jijik.

Namun, ia tidak bisa memberontak. Tenaga semakin terkuras, apalagi pria itu terus menuntut ciumannya. Rahang Ariya dipegang erat oleh Yazel hingga perempuan itu meringis sakit.

Ariya tidak tahan lagi. Pikirannya terasa buntu. Kepalanya pusing.

Terpopuler

Comments

😐울란😐

😐울란😐

ceritanya zaman dahulu atau sekarang?🤔😐

2021-04-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!