Episode 5

"I'm not what you have imagined all this time."

\~\~\~\~\~\~

Setelah merasakan perempuan itu tidak bergerak lagi, Yazel lantas melepaskan ciumannya. Ia menjlati bibir bawahnya, mengecap sisa-sisa darah yang tertempel dan ludah Ariya. Ia tersenyum smirk, memandangi Ariya yang sudah pingsan. Kedua mata milik gadis itu terpejam dan kepalanya tertunduk.

Tentu saja Ariya pingsan, mengingat Yazel menghisap cukup banyak darah tadi. Darahnya sungguh lezat, dan Ariya sudah termasuk perempuan yang cukup beruntung karena Yazel dapat berhenti meminum darahnya yang memabukkan itu. Kalau saja Yazel terus melanjutkan kegiatannya tadi, perempuan di depannya ini pasti langsung menjadi mayat yang tinggal tulang saja.

Yazel kemudian memejamkan matanya, mencoba kembali merasakan darah dan bibir Ariya yang manis. Jujur saja, Yazel tidak pernah berciuman sebelumnya. Ia tidak pernah mau merelakan ciuman pertamanya jatuh kepada siapapun, apalagi makhluk rendahan seperti peri. Namun, sepertinya untuk situasi malam ini berbeda. Yazel malah menyukai bibir milik Ariya.

Rasanya nikmat. Tapi, kok bisa? Yazel membuka kedua matanya dan mengerutkan dahinya tanda tidak mengerti. Ia tidak pernah berada di dalam situasi seperti ini sebelumnya. Ini semua masih terasa asing baginya.

Oh, C'mon. Yazel benar-benar tidak berbohong soal first kiss.

Ya, mungkin jika ia mengatakannya kepada makhluk lain bahwa ia tidak pernah berciuman sebelumnya, pasti tidak ada seorang pun yang akan percaya kepadanya. Kenapa? Karena semua orang telah mengira kaum Dreta seperti dirinya ini cuma memiliki hobi menyiksa, membunuh, dan memerkosa.

Memerkosa, dude! seru Yazel di dalam batinnya. Astaga, ia tidak akan pernah melakukan hal sebejat itu. Terasa sangat murahan. Namun, setelahnya, Yazel segera menggelengkan kepalanya. Tapi kalau untuk gadis ini, mungkin ia akan mengubah pemikirannya dan melakukan kelakuan bejat itu.

Ish.. Entahlah..

Di detik selanjutnya, Yazel melepaskan sihir yang sedari tadi menahan tubuh Ariya, membuat gadis itu seketika jatuh ke lantai. Suara gedebuk langsung terdengar begitu badan Ariya menciumi lantai dingin, disusul dengan kepalanya.

Yazel hanya mengangkat alis, melihat gadis itu sudah terlungkup di bawah layaknya orang bodoh.

Ups..

Yazel mengangkat tubuh ringan itu dengan mudahnya dari atas lantai, lalu membopongnya ala bridal style. Ia kemudian berjalan keluar dari ruangan.

Seraya menelusuri lorong-lorong istananya, Yazel sesekali melirik ke arah wajah perempuan itu. Ada satu hal yang ingin ia buat setelah melihat gadis itu pingsan. Yazel ingin sekali memberikan Ariya sebuah pelajaran, mengingat perempuan ini sempat melontarkan beberapa kalimat yang tidak sopan kepada dirinya.

Salah satu tangannya yang sedang mengangkat kedua kaki gadis itu menjalar ke atas, lalu meremas pantat kiri milik Ariya.

Ups.

Yazel tersenyum tidak berdosa. Ia memang sengaja melakukannya. Sekali lagi, ia meraih belahan pantatnya yang bagian kanan, kemudian meremasnya lebih kuat dari yang sebelumnya.

Dan, ups. I am innocent, batinnya dalam hati.

***

Ariya membuka kedua matanya, sebelum mengerang sakit merasakan kepalanya berdenyut-denyut. Rasanya seperti ada sesuatu yang terus menerus menghantam kepalanya tanpa henti.

Ia spontan menggerakkan tangannya, lalu memijit kepalanya. Beberapa detik kemudian, Ariya baru menyadari jika ada sebuah benjolan yang cukup besar di belakang kepalanya. Ariya meringis ketika tangannya tanpa sengaja memijat cukup keras di area tersebut.

Ariya mengeluh. Sepertinya kepalanya memang sempat dihantam oleh sesuatu. Pantas saja dia terus-terusan merasakan rasa sakit di belakang kepalanya.

Setelah beberapa menit memijat dengan pelan dan merasa lebih baikan, Ariya menghentikan kegiatannya, kemudian mengedarkan seluruh pandangannya.

Ariya mengerutkan dahinya. Sepertinya ia sedang berada di sebuah ruangan yang lumayan besar dan nyaman. Ia kemudian bangkit dan terduduk. Matanya melotot ketika mendapati dirinya sedang berada di sebuah kasur yang berukuran king size. Belum sampai disitu rasa terkejutnya, ia kembali sadar jika ia sedang berada di sebuah kamar mewah yang didominasi oleh warna hitam dan putih.

Ia berada di mana? Apa Dreta itu sudah memakannya?

Dahinya lantas berkerut. Apa ia sudah berada di tempat yang berbeda? Apakah ini yang dinamakan oleh surga seperti yang dikatakan oleh kebanyakan orang?

Menyadari sesuatu, Ariya seketika menggelengkan kepalanya. Tidak ada surga yang berwarna hitam gelap dan putih layaknya tempat iblis ini. Yang ia tahu, surga itu dihiasi dengan awan putih, tempat yang dipenuhi oleh berbagai kupu-kupu dan tanaman hijau nan indah. Dan tak lupa juga, surga memiliki gerbang yang amat tinggi serta mempunyai pelangi hingga sebuah istana. Seperti di dalam film-film yang pernah ia nonton.

Namun ini? Ini lebih mirip seperti kamar seorang penjahat, bedanya ruangan ini terlihat lebih megah. Lampu berukuran besar yang biasanya disebut dengan chandelier digantung di tengah-tengahnya, sementara dinding, karpet, dan nakas ruangan ini memiliki corak yang diukir rumit. Semua benda itu dipadukan dengan warna hitam.

Tak lupa juga ada sebuah kursi dan meja kecil yang berada di samping ruangan, itu pun berwarna hitam.

Ariya mencubit pipinya sendiri, memastikan apakah dirinya sedang berkhayal atau tidak. Dan, sakit. Ariya mengaduh dan spontan mengelus pipinya sendiri. Ini adalah kenyataan, ia tidak sedang bermimpi atau apapun itu.

Tapi--

"Sudah bangun?"

Lamunan Ariya seketika terbuyar begitu saja ketika ia mendengar suara bariton yang berbicara. Suara itu tepat berada di belakangnya, dan terpaan napasnya yang hangat itu dapat dirasakan di telinga Ariya yang sebelah kiri. Tiba-tiba saja, sebuah tangan kekar melingkar di perutnya.

Ariya sontak membulatkan matanya. Ia yakin sekali jika sedari tadi tidak ada siapapun yang berada di dalam ruangan ini.

Mata hitamnya bergulir, sementara kepalanya berputar ke arah belakang, mencari-cari sang pelaku. Langsung saja Ariya menjerit begitu pandangannya terjatuh pada wajah makhluk itu. Ia seketika mundur ke arah belakang, berusaha untuk menjauhi makhluk tersebut, namun Ariya merasakan jika tangan kekar tersebut malah menahannya. Ralat, bukan menahannya, namun malah menariknya hingga wajahnya langsung terjatuh tepat di dada bidang pria itu.

Apa pria ini tadi berteleportasi ke kamar ini?

"Kau! Apa yang kau lakukan?" pekik Ariya histeris dan berusaha untuk menjauhkan dirinya. Tapi, pria itu lebih kuat darinya.

"Kita masih belum memperkenalkan diri sejak kemarin. Namaku Yazel. Dan, namamu?" tanya Yazel tanpa membalas pertanyaan dari Ariya.

Ariya menggerutu. Okay, bukan hanya pria ini yang ********. Bahkan namanya pun terdengar seperti bedebah.

"Apa! Kau kira ini saatnya untuk perkenalan diri?" cerca Ariya dengan dongkol. Ia berusaha menghindar ketika merasakan tangan Yazel yang mulai berani merayap ke bagian bokongnya yang masih dilapisi dengan pakaian hitam. "Aku bahkan tidak tahu aku sedang berada dimana!"

"Kau sedang berada di kamarku," ucap Yazel dan menunjukkan smirknya. Rasanya Ariya ingin menonjok muka itu sekarang juga. "Sekarang jawab pertanyaanku, atau aku tidak akan melepaskan tanganku."

Ariya memicingkan matanya. Ia menatap murka ke arah Yazel. "Maaf ya, Tuan Yazel yang terhormat. Atas hak apa kau memiliki kekuasaan untuk mengaturku?"

Oh. Yazel terkekeh.

"Atas ini."

Ariya langsung berteriak begitu ia merasakan bokongnya diremas oleh sesuatu, dan pastinya sesuatu itu adalah tangan milik Yazel! Yang lebih parahnya lagi, bukan cuma satu, namun pria itu meremas keduanya sekaligus!

Dalam batinnya, Ariya merutuki pria itu. Hilang sudah kesuciannya selama ini. Dan yang telah membuat badannya kotor ini adalah makhluk devil seperti Yazel. Oh, tentu saja Ariya sangat tidak terima karena telah diperlakukan seperti ini.

Ariya berusaha menghindari tangan nakal Yazel, namun sekali lagi, kekuatan Ariya tidak bisa dibandingkan dengan kekuatan milik Yazel. Ariya menggeram dan hendak menampar Yazel, tetapi tiba-tiba saja sesuatu yang tak kasat mata menghentikan pergerakkannya. Tangannya melayang di udara dengan jarak 2cm mendekati pipi Yazel.

Pria itu mengangkat alisnya ketika gadis itu tampak mengangkat tangannya yang satu lagi dan berusaha untuk menamparnya. Ia hanya bergumam, dan hal yang sama terjadi pada satu tangannya itu, yaitu berhenti di udara begitu saja. Yazel terkekeh. Tangannya menjadi lebih leluasa untuk meremas kedua bokongnya.

"Apa maumu!" desis Ariya tidak terima. Ia tidak bisa menggerakkan kedua tangannya sama sekali. Yang bisa ia lakukan adalah menggerakkan kakinya untuk menghindari remasan Yazel. Namun, pria itu tampaknya lebih sigap. Yazel meraih kedua kaki Ariya dengan mudahnya lalu menaruhnya ke belakang tubuhnya, membuat Ariya tampak mengurung badan Yazel dengan melingkari kakinya di sepanjang pinggang.

Ariya mendesah kesal. Tubuh mereka diposisikan berlawanan dan terlihat sangat intim.

"Namamu, girl," ucap Yazel dan kembali meremas kedua bokong Ariya layaknya sebuah mainan. Kenyal-kenyal, padat dan mudah dibentuk.

"Namaku Christine, ok?" cetus Ariya geram. "Sekarang bebaskan tanganku dan hentikan remasanmu itu! Aku tidak sudi dipegang oleh makhluk kotor sepertimu!"

Ariya yakin, entah sudah berapa gadis yang telah dipegangi oleh Yazel. Yang pasti itu sudah tidak terhitung lagi. Makhluk Dreta sepertinya sudah dikenal dengan nafsunya, dan mereka tidak segan-segan untuk memerkosa siapapun. Bahkan, dengan nenek-nenek yang sudah renta sekalipun, kaum mereka akan melakukan hal sebejat itu.

Bayangkan saja!

"Christine? Well, nama yang bagus," balas Yazel dan terkekeh. Namun, di detik selanjutnya, wajah Yazel langsung berubah menjadi datar, membuat Ariya langsung terbingung pada tempatnya. "Sayangnya kau tidak pandai untuk berbohong."

Ariya tidak bisa menahan dirinya untuk memekik ketika pria itu tiba-tiba saja mengangkat tubuhnya dengan mudah dan membuangnya ke atas tempat tidur. Mata pria itu yang tadinya berwarna hitam langsung berubah menjadi merah, menatap nyalang ke arahnya. Jantung Ariya berdegup dengan cepat. Apalagi ketika ia menyadari posisi saat ini tidak memungkinkan dirinya untuk melarikan diri. Pria itu sedang berada di atasnya, sementara dirinya terlentang di bawahnya.

Ariya menajamkan inderanya, sebelum akhirnya ia berusaha mengeluarkan sayap yang berada di belakangnya. Biasanya, para peri sepertinya bisa menyembunyikan sayapnya di dalam punggung, dan mereka akan mengeluarkannya lagi jika sedang membutuhkannya.

Namun untuk kali ini, hasilnya nihil. Ariya panik, seingatnya ia tidak pernah tidak bisa mengeluarkan kedua sayapnya.

Apa yang sedang terjadi? Apa sayapnya sedang rusak? Di situasi yang buruk seperti ini? Oh, come on, you must be kidding me! batinnya dengan kesal.

Ariya akhirnya menelan ludahnya gugup. Dalam hati, harapan satu-satunya adalah semoga pria itu tidak akan berbuat macam-macam kepadanya.

"Ariya, itu nama aslimu," ujar Yazel masih dengan tatapan datarnya. Ariya mengerjapkan mata sekali, terkejut karena pria itu mengetahui namanya. Padahal, seingatnya, ia tidak pernah mengatakan namanya kepada pria itu.

Ariya menegang, merasakan pria itu mendekatkan wajahnya, lalu berakhir di bibirnya. Pria itu melumati bibirnya dengan kasar, membuat Ariya mengerang sakit dan hendak menghindar. Namun, sekali lagi, pria itu ternyata telah mengunci pergerakkannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!