Episode 7

"I think my life is over now."

\~\~\~\~\~\~

"Hati-hati dengan ucapanmu, Nona. Ucapanmu adalah harimaumu."

Ariya tanpa sadar menghentakkan kakinya ke lantai. Ia menggerutu sebal.

"Asal kau tahu, kau tidak memiliki hak apapun untuk mengambil barang milikku!" ucap Ariya dengan marah. Tentu saja ia marah, bahkan sekarang ia merasa kepalanya akan pecah sebentar lagi. Jadi, ia tidak akan memiliki sayap lagi untuk selamanya?

Terdengar suara kekehan yang entah darimana asalnya, namun Ariya dapat merasakan jika pria itu hanya berada di dekatnya saja. Hanya saja, ia masih tidak bisa melihat sosok Yazel tersebut.

"Tenang saja, aku mengambil sayapmu karena aku tidak ingin kau kabur dari sini."

TENANG? Dia menyuruhku untuk tenang? Setelah tahu jika aku sama sekali tidak memiliki sayap lagi? batin Ariya dan tanpa sadar menggigit bibir bawahnya dengan kuat, membuat setetes darah mulai merembes keluar dari sana.

"Jangan gigit bibir bawahmu, girl. Atau aku tidak bisa menahan diri untuk tidak meminum darahmu lagi."

Ariya seketika mengatup bibirnya dengan rapat-rapat, sementara kedua matanya menghunus tajam ke sekitar ruangan. Ia menyelidik setiap sudut kamar tersebut, berharap segera menemukan sosok lelaki itu dan menghunus tubuhnya dengan segala kekuatan yang ia punya.

"Dasar kau--"

Belum sempat Ariya mengucapkan perkataannya, ia tiba-tiba merasakan dirinya melayang sejenak, sebelum akhirnya ia menjerit. Kepalanya terasa sedikit pusing, kemudian ruangan di depannya itu langsung berubah.

Ariya kembali menatap ke sekeliling, sementara dahinya berkerut aneh. Tiba-tiba saja ia menyadari jika dirinya sudah duduk di sebuah kursi yang cukup mewah. Didepannya terdapat meja berukuran besar dan berwarna putih. Tak lupa juga sudah ada berbagai makanan yang disediakan di atas meja. Ada buah-buahan, daging, pasta, dan masih banyak lagi.

Padahal... Ariya yakin sekali jika beberapa detik yang lalu, dirinya masih berada di dalam kamar Yazel dan berdebat dengan pria tak kasat mata tersebut.

Ariya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, lalu manik hitamnya kembali menjelajah. Ada sebuah cermin yang berukuran cukup besar menarik perhatiannya. Benda itu terpajang di dinding, sementara di sisi-sisi cermin itu dikelilingi dengan corak-corak mewah berwarna putih.

Di samping itu lagi, terdapat kaca besar yang mengelilingi ruangan ini. Ada tirai-tirai yang dipasang di sana dan sengaja dibuka, membuat ruangan ini dipenuhi dengan cahaya matahari. Setiap sekat dari dinding tirai itu juga digantung lilin mewah.

Oh ya, Ariya baru sadar kalau selain berbagai jenis makanan yang tersedia di atas meja, terdapat dua vas bunga yang berisi bunga lavender di letakkan di tengah-tengahnya. Kemudian, ada tiga buah chandelier unik yang dipasang di langit-langit ruangan.

Di samping tempat duduknya juga terdapat beberapa kursi yang telah tersusun rapi mengelilingi meja di depannya. Meja dan kursi yang ia duduki cukup unik. Benda-benda itu dibuat dengan kerangka berwarna emas yang cukup mengesankan. Ariya sontak terkagum-kagum, apalagi ketika menyadari jika setiap bagian warna itu terbuat dari emas sungguhan!

"Kau sedang berada di ruang makan."

Ucapan seorang pria terdengar di telinga sebelah kanannya, membuat Ariya langsung menjerit terkejut. Ia berbalik, lalu hendak menampar orang tersebut. Namun, ternyata orang itu lebih sigap darinya.

Tangannya dicegat oleh pria tersebut, lalu ia dapat merasakan jika dirinya ditarik dengan kuat. Kepalanya langsung terantuk di dada yang cukup bidang itu. Ariya seketika meringis.

Ia merasa telah diperlakukan dengan kasar.

"Tidak secepat itu," ujar pria tersebut dan tersenyum miring.

Ariya menggeram kesal setelah menyadari jika pria ini adalah Yazel. Ia masih kenal baik dengan wangi maskulin ini. Wangi yang sama dengan wangi kamar tadi.

"Lepaskan tanganku," ujar Ariya dan memberontak kuat. Ia hendak mengeluarkan seluruh kekuatannya, namun sepertinya ada sesuatu yang mencegahnya untuk melakukan itu. Langsung saja, Ariya mendorong dada pria itu tanpa berpikir panjang, dan berhasil.

Yazel, hanya mengangkat alisnya. Tak sampai sedetik, Ariya spontan membelalakan matanya ketika pria itu menghilang, lalu duduk tepat di sampingnya. Senyuman manis tercetak di wajah pria tersebut.

Ariya mengerjap, kemudian mengontrol jantungnya yang tiba-tiba saja berdetak tidak beraturan. Ia sudah tahu jika pria itu bisa berteleportasi kemanapun yang ia mau, namun Ariya masih tidak bisa mempercayainya. Rasanya, semua itu terjadi begitu cepat.

"Kalau begitu, biasakan saja," ujar Yazel. Pria itu lalu mengambil paha ayam goreng yang berada di depannya. Ariya seketika memejamkan matanya jijik ketika pria itu melahap daging tersebut dengan nikmat tanpa mempedulikan kehadirannya.

"Kalau kau tidak ingin aku terkejut, kau juga seharusnya jangan muncul begitu saja dan menghilang secara spontan," keluh Ariya dengan sebal. "Dan, jangan memakan daging di depanku seperti itu, aku juga tidak tahan melihatnya."

"Terus kenapa?" tanya Yazel, seolah itu bukanlah sebuah masalah besar. Maniknya yang berwarna hitam itu melirik Ariya sekilas. Tampak perempuan itu sedang menutup kedua matanya. "Ini istanaku, ini kediamanku, jadi aku boleh melakukannya sesuka hatiku. Kenapa malah kau yang memerintahku?"

Suara kunyahan yang cukup keras terdengar saat pria itu menggigit ayam tersebut dengan nikmat. Ariya yakin jika pria itu memang sengaja melakukannya. "Tapi kau yang membawaku kesini. Aku juga mau pulang. Kau pikir aku mau dekat-dekat denganmu?"

Yazel menoleh, namun kali ini, manik matanya berubah menjadi warna merah. Lancang juga yah perempuan ini.

"Memang aku yang membawamu kesini. Tapi aku adalah seorang Dreta, dan makhluk seperti kau itu hanyalah bawahanku, pelayanku. Jadi kau tidak memiliki hak apapun untuk berkomentar, apalagi memerintahku."

Ok, Ariya sudah sangat kesal sekarang. Ia merasa terhina dan diinjak-injak oleh lelaki ini. Ariya membuka kedua matanya, lalu mengangkat kedua tangannya, namun hal yang ingin ia lakukan itu tidak berhasil. Ia ingin menyerang pria itu dengan angin badainya, tapi dimana semua kekuatannya?

"Aku menyita semua kekuatanmu, Ariya," ucap Yazel dengan tenang.

Ariya sontak melotot. Ia langsung meninju lengan pria itu sekuat tenaga, namun hanya dibalas oleh tatapan mengejek dari pria itu. Tanpa berpikir panjang, Ariya langsung mencubitnya, tetapi Yazel tetap memakan dagingnya dengan santai. Tubuh Yazel benar-benar kuat seperti baja.

"Apa yang kau lakukan dengan badanku!" pekik Ariya dan menghentakkan kakinya dengan kesal.

"Tidak ada. Cuma mencabut kekuatanmu dan sayapmu agar kau bisa sedikit menurut padaku," jawab Yazel dengan tenang seperti air yang mengalir. "Oh, ya. Aku juga membakar gaun putihmu itu."

"APA!"

"Kenapa?"

Pertanyaan Yazel membuat emosi Ariya semakin tinggi. Perempuan itu mengalihkan pandangannya ke arah makanan yang berada di atas meja, lalu tanpa berbasa-basi lagi, ia langsung meraih salah satu piring yang berisi makanan salad dan menghantamnya ke kepala Yazel. Ariya bukannya senang karena diajak makan, namun ia malah merasa marah karena pria ini benar-benar mempermainkan dirinya dari awal.

Alhasil, suara kaca yang pecah terdengar dan pecahan piring berjatuhan ke atas lantai. Makanan salad yang sudah disediakan tadi berhamburan kemana-mana, termasuk di pakaian Yazel. Namun, Ariya tidak melihat adanya luka di kepala pria itu.

Yazel menghentikan acara makanannya, sementara kedua manik matanya semakin memerah. Emosinya sudah tersulut keluar, apalagi ketika merasakan saus salad itu perlahan mengalir dari rambut hingga ke wajahnya.

Belum sempat Ariya meraih salah satu piring lagi untuk menghantam pria itu, ia merasakan kedua tangannya dicegat dengan kuat. Sangat kuat hingga Ariya yakin jika kedua tangannya akan membiru nantinya.

"Lepas!"

Ariya merintih sakit. Pria ini sangat kuat dan ia tidak mampu untuk melawannya. Ariya dapat merasakan jika tubuhnya ditarik berdiri dari tempat duduk, sebelum tiba-tiba saja ia merasakan dirinya melayang sebentar dan berakhir di atas meja.

Pria itu baru saja melempar tubuhnya.

Suara kaca yang pecah kembali terdengar ketika Ariya merasa tubuhnya menghantam semua makanan yang telah disediakan itu. Ia mengaduh sakit, rasanya semua beling piring yang pecah itu menusuk ke dalam tubuhnya. Sementara semua makanan itu sudah berhamburan dan hancur tidak berbentuk.

Ariya hendak berdiri, namun ia tiba-tiba saja tidak memiliki tenaga. Dengan jantung yang berdebar-debar, Ariya menoleh ke arah Yazel yang sedang berdiri di samping meja, sebelum akhirnya ia meringis takut. Wajah pria itu terlihat sangat menakutkan.

Ariya tidak pernah melihat wajah mengerikan seperti itu. Bahkan ini lebih ngeri lagi dari wajah pertama yang ia temui sewaktu ia terkurung di dalam kandang.

"Hentikan," seru Ariya berusaha tegar. Namun tidak bisa dipungkiri jika nada suaranya mendadak ciut karena rasa takut itu kian menambah di dalam dirinya. Apalagi ketika ia dapat merasakan pria itu hendak menyakitinya lagi.

"Hentikan?" Suara tawa terdengar hingga ke seluruh penjuru ruang makan tersebut. Ariya merasakan bulu kuduknya spontan merinding.

Untuk situasi kali ini, Ariya yakin jika hidupnya akan tamat sebentar lagi. Tidak ada yang bisa menyelamatkannya. Ia juga tidak bisa menggerakkan tubuhnya yang sudah ditusuk oleh puluhan beling piring ini. Rasanya sakit.

"Nikmatilah rasa sakitmu itu," tukas Yazel dengan kejam. Senyuman smirk terbentuk di wajahnya ketika darah mulai merembes keluar dari tubuh gadis tersebut.  Hanya dengan melihat pemandangan Ariya yang tidak berdaya itu rasanya sudah cukup terhibur.

Meja yang tadinya terlihat mewah dan rapi, berubah menjadi berantakan dalam sekejap. Cairan biru mulai merembes keluar dari tubuh Ariya, sementara suara ringisan demi ringisan terdengar samar dari mulut perempuan tersebut.

"*****," lanjut Yazel lagi tanpa berperasaan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!