"Al," Al menoleh kearah sumber suara dan terkejut saat tahu siapa yang memanggilnya.
"Alvian?" Al terlihat gugup setelah melihat keberadaan sahabtnya itu. Yang membuatnya gugup karena ada Icha diantara mereka, setahu Alvian dia dan Icha tidak begitu dekat, bahkan Al sering mengomentari penampilan Icha yang kampungan, bahkan suka membully gadis itu.
"Kok sama dia?" bisik Alvian yang tentunya hanya didengar oleh Al.
"Mereka anak teman Papa," jawab Al, tidak salah bukan jika Al berkata demikian? Karena memang mereka anak teman Papanya. Lalu dia memperkenalkan satu sama lain. Tentunya selain Icha karena sudah pasti Icha mengenal Alvian.
"Ikut gabung sini aja, biar tambah rame," ajak Farhan pada Alvian.
"Makasih Mas," jawab Alvian lalu dia duduk dikursi dekat Al.
"Jangan panggil gue Mas, geli dengernya, hahaha," ucapan itu pernah juga didengar oleh Al.
"Dia paling gak suka dipanggil Mas, mungkin nanti istrinya saja yang boleh panggil Mas," celetuk Al asal bicara.
"Nah itu yang gue maksud," Farhan pun membenarkan ucapan Al.
Alvian hanya nyengir saja menanggapi ocehan keduanya, juga merasa sedikit heran karena Al terlihat akrab dengan Farhan. Selama berteman dengan Al, dia tidak pernah mendengar nama Farhan sebelumnya. Alvian jadi kepo.
"Betewe lo kesini sendiri? Ngapain?" tanya Al pada Alvian.
"Gue enhgak sendiri, biasa ngantar nyokap sama adek gue nyalon, dari pada gue harus nunggu mereka di salon mending gue cari makan aja, bisa jamuran kalo nunggu mereka," jawab Alvian panjang lebar.
"Gue kira lo kencan sama pacar lo, ha-ha," Al tertawa mengejek Alvian.
"Sialan lo!" seru Alvian seraya menendang kaki Al dibawah meja.
"Duh," bukan Al yang mengaduh melainkan Raffa.
"Eh, maaf salah tendang ya, padahal kaki gue punya mata, tapi kok bisa salah tendang sih," Alvian menyengir.
Ha-ha-ha-ha ...
Al menertawakan sahabatnya itu.
Icha dari tadi hanya diam menyimak tiga pemuda itu bercanda, dan kadang mengolok. Sedangkan Raffa dia asyik memainkan ponselnya, entah apa yang sedang ia lakukan? Berbalas pesan dengan temannya atau ngegame, tidak ada yang tahu.
Di tengah-tengah obrolan mereka, ponsel Alvian berbunyi dan setelah mengangkat telfon Alvian pun berpamitan, karena Mama dan adiknya sudah selesai nyalon.
Setelah kepergian Alvian, mereka berempat pun memutuskan untuk pulang, karena hari sudah semakin sore.
Malam harinya, setelah berkutat dengan buku pelajaran, karena besok mereka harus sekolah. Icha pun mendekati Al.
"Al kamar sebelah itu biasanya siapa yang nempatin?" tanya Icha saat sudah berada didekat Al.
"Gak ada, itu kamar tamu," jawab Al tanpa menoleh, ia masih sibuk dengan ponselnya.
Tanpa membalas ucapan Al, Icha pun bergegas keluar kamar dan menuju kamar sebelah yang katanya kamar tamu. Dia berniat buat tidur di kamar itu, karena dia tidak mau mengulang kejadian semalam. Icha berani tidur di sana juga karena orang tua Al tidak ada dirumah, kalu mertuanya ada sudah dipastikan Icha lebih memilih tidur disofa yang sempit itu.
Al mendengar kepergian Icha, karena terdengar suara pintu di buka. Tetapi dia tidak memperdulikan, dia pikir Icha akan kedapur untuk mengambil minum. Tapi setelah beberapa lama tak mendapati Icha masuk kamar, Al pun jadi kepikiran, kemana perginya Icha?
Lalu Al bangkit dan keluar kamar, ia akan menuruni anak tangga berniat mencari Icha. Tapi niatnya dia urungkan saat mendengar ada suara di dalam kamar tamu sebelah kamarnya.
"Iya Pa, kami baik-baik disini, jangan cemas, salam buat yang lain ya Pa, Wa'alaikumsalam,"
Sepenggal ucapan Icha yang didengar oleh Al, lalu dia membuka pintu kamar tersebut dan mendapati Icha tidak berjilbab dan hanya memakai celana di atas lutut serta kaos pendek.
Tadi Icha sebelum keluar kamar memang mengabil baju ganti dulu, karena merasa gerah jika harus tidur berjilbab, seperti yang dia lakukan kemarin saat tidur satu kamar dengan Al. Di kamar ini Icha terlihat bebas, karena tidak ada Al, di kamar hanya ada dia saja.
Icha belum menyadari keberadaan Al, karena dia duduk memunggunginya. Saat Icha melepas ikatan rambutnya yang hitam dan panjang, saat itu juga Al bersuara.
"Ngapain lo disini?" tanya Al.
Icha kaget mendengar ada orang yang berbicara dibelakangnya, sontak dia langsung menoleh dan mendapati Al berdiri dengan jarak dua meter dari dirinya.
"Al... Ngapain kamu masuk? Aaaa..." Teriak Icha histeris, karena dia malu dengan penampilannya sekarang.
"Brisik, diem!" seru Al, karena Icha masih saja menjerit.
"Aku sudah ternodai, aaaa...." teriak Icha lagu.
"Cha diam!" seru Al.
Mendengar nada yang begitu tinggi keluar dari bibir Al, Icha pun menghentikan jeritannya, lalu dia meraih selimuat dan menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Jangan lebay deh lo, gue enggak nafsu liat lo," ucap Al
Icha hanya diam, masih di dalam selimutnya.
"Lo mau tidur disini?" tanya Al sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Iya," ucap Icha singkat dan jelas.
"Terserah lo lah, tapi inget boleh tidur sini kalo enggak ada orang tua gue, kalo ada harus tidur di kamar, gue enggak mau disalahin sama mereka," Al memperingati.
"Iya aku tau, udah sana kamu keluar," usir Icha pada Al.
Al pun keluar kamar itu dan kembali kekamarnya.
▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎
Pagi harinya, mereka pun bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Al baru sadar saat melihat penampilan Icha, berbeda dengan saat di rumah. Disekolah Icha terlihat cupu karena kacamata yang dia kenakan, sedangkan dirumah Icha terlihat tidak mengenakan kaca mata. Ternyata Al baru menyadari sekarang.
"Jelek banget sih penampilan lo," Al mengomentari penampilan Icha.
Sedangkan Icha, dia bingung apanya yang jelek, saat ke sekolah penampilannya seperti itu.
Seakan mengerti dengan kebingungan Icha, Al pun berkata, "Kacamata lo itu." Al menunjuk kacamata Icha dengan telunjuknya.
Lalu hal tak terduga pun terjadi, Al mendekati Icha dan mengambil kacamatanya.
"Nah gini kan lebih baik. Ini bukan kacamata mines, kan?" tanya Al sambil menggoyang-goyangkan kacamata ditangannya.
"Bukan, sini ah aku enggak pede tanpa itu," Icha berusaha mengambil kacamata tersebut, tapi nihil karena Al mengangkatnya tinggi-tinggi.
"Gak usah dipake, jangan protes!"
Lalu Al memasukkan kacamata tesebut ke dalam tempat sampah. Icha yang melihat itu hanya bisa melonggo, karena tidak bisa menyelamatkan kacamatanya.
"Satu lagi, kesekolah lo berangkat sendiri, gue enggak mau semua anak tau kalo kita udah nikah," ucap Al sewot.
"Iya ya, siapa juga yang mau berangakt bareng kamu? Aku mau berangkat sendiri naik angkot," balas Icha tak kalah sewot.
"Di sini enggak ada angkot, kalo mau naik angkot jalan dulu satu kilo dari sini," ternyata Al masih mempedulikan Icha, karena mau memberitahu kebenaran.
"Lo pake mobil aja, mobil lo juga di sini kan?" tambahnya lagi.
"Iya deh, makasih udah kasih tau," suara Icha sudah terdengar biasa tidak sinis lagi.
Lalu keduanya turun dan sarapan bersama. Karena makanan sudah disiapkan oleh pembantu.
Setelah sarapan, mereka pun berangkat ke sekolah dengan mengendarai kendaraan masing-masing. Al memakai motor kesayangannya sedangkan Icha menggunakan mobil pemberian ayahnya yang jarang dia pakai.
Saat sampai disekolah, semua memandang Icha ketika dia turun dari mobil karena Icha memang tidak pernah kesekolah membawa mobilnya, dan lebih terkejut saat melihat penampilan Icha tanpa kacamata tebalnya.
"Nah gini kan cantik Cha," ucap Nayla mengomentari.
"Eh tumben lo bawa mobil sendiri? Kepo gue?" tanya Nayla penasaran.
"Di paksa," jawab Icha dengan singkat.
"Di paksa untuk kebaikan Cha, lepas kacamata juga di paksa?" tanya Nayla lagi.
Icha hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Siapa yang maksa?" Nayla penasaran juga, karena Icha mau menuruti kemauan orang itu.
"Sua... eh maksudku Mama, iya Mama yang maksa," ucap Icha gugup, hampir saja dia mengatakan suami.
Tapi Nayla bukan tipe cewek yang mudah percaya, apalagi Icha menjawab dengan gugup.
Nayla berhenti dan menarik Icha untuk berhadapan dengannya. Karena mereka sedari tadi mengobrol sambil berjalan. Sepanjang jalan banyak yang mengomentari penampilan baru Icha.
Nayla menatap mata Icha lekat, mencari kebenaran di dalam bola matanya.
"Cha, kamu buka tipe orang yang bisa berbohong, jawab jujur sama aku Cha," Nayla memaksa Icha buat berkata jujur.
Icha menghela nafas panjang, dia sudah bisa nebak sebelumnya, kalau Nayla tidak bisa dia bohongi. Mereka sudah cukup lama bersahabat tepatnya dari SMP.
"Ntar aku ceritain, sekarang kita ke kelas, ini sudah mau bel masuk," putus Icha karena tidak mau ketinggalan pelajaran, jika harus menjelaskan sekarang.
"Oke nanti saat istirahat, aku tunggu kejujuranmu," Nayla mengalah karena memang benar ucapan Icha kalau bel masuk akan segera berbunyi.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ⏤͟͟͞R❦🍾⃝ͩɢᷞᴇͧᴇᷡ ࿐ᷧ
lahhh tak kirainnn pacarnya al, taunyaaa lakikkk tohhh wkwk
2022-10-06
0
Bsaparudin
teringat kisah gita cinta anak SMA
2022-02-21
0
Lisdayanti Londak
ntar bnyak cowok yg naksir ma Icha,, baru Al menyesal
2021-12-10
0