Aktifitas pagi hari selalu disambut oleh kemacetan di ibu kota. Ada yang pergi ke sekolah, kuliah ataupun bekerja. Semua memulai kegiatan pagi dengan bermacam macam suasana hati. Untuk suasana hatiku sendiri? entahlah. Dibilang senang tidak juga, dibilang sedih tidak juga.
Aku memakai helm oranye khas ojol di jakarta, membonceng lalu berangkat ke kampus UPJ 2 di daerah kebon mangga. Membutuhkan waktu kuranglebih 45 menit untuk sampai.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Magister Ilmu Ekonomi
Melepaskan helm oranye itu, membayar abang ojol dan masuk ke dalam fakultas. Aku terus berjalan melewati lorong dan taman yang berada di tengah antara gedung inti dan kelas. Masuk ke dalam kelas, menarik kursi dan duduk dibarisan kedua dekat jendela.
"Andini" sahabatku Rina berteriak memanggilku lalu duduk disebelahku.
"Hai Rin" sapaku pada Rina.
"Selesai kuliah ngemall yuk?" ajaknya.
"Maaf Rin, aku gak bisa. Sudah ada janji" aku menolak ajakan Rina.
"Sama siapa? pacar ya" tebakannya tepat sekali.
"Emm..calon suami Rin" aku menunduk malu.
"Calon suami? wah kok gak cerita cerita sih. siapa?" Rina terlihat sangat antusias untuk tau siapa calon suamiku.
"Aku juga belum kenal terlalu dekat Rin. Dia anak teman kuliah orangtuaku dulu" aku memberitahukan pada Rina yang sejujurnya.
"Ooo, dijodohin?" Rina membulatkan bibirnya.
"Gimana ya? enggak juga sih, orangtuanya datang langsung ngelamar aku. Minggu depan kami menikah" tersenyum kecil.
"Cepet banget din" Rina heran.
"Iya Rin. Aku ikut aja apa kata mereka" mengambil buku dan pulpen di dalam tas.
"Tapi kamu seneng gak?" Rina masih saja terus bertanya.
"Asalkan orangtuaku seneng, aku juga seneng Rin. Mereka berdua sumber kebahagiaanku" menatap Rina.
"Memang orangtuamu baik banget Din, sayang banget malah. Aku ikut seneng dengan kabar ini. Jangan lupa undang aku ya?" menepuk bahuku.
"Insya Allah Rin, nanti aku whatsapp aja ya undangannya"
"ok, siap"
*******
Saat kuliah tadi, Dama mengirimkan pesan akan menjemputku didepan kampus. Kebetulan hari ini coffee shop tempatku bekerja sedang libur, jadi aku bisa pergi jalan dengan Dama ke mall sesuai perintah bunda kemarin. Ya aku tau, Dama melakukan ini karna desakan bunda. Aku mengikuti saja.
Aku menunggu Dama di loby kampus. Sudah lewat 15 menit dari waktu yang dia janjikan tadi. Berkali kali melihat jam ditangan kiriku dan mengusap layar handphone, tak ada tanda pesan masuk satupun dari Dama.
Apa dia lupa? atau mempermainkanku? sepertinya memang dia tidak berminat untuk jalan denganku. Huftt...kubuang dengan kasar nafasku.
kring kring
dering nada handphoneku berbunyi, kulihat nama Dama yang menelfon. Kugeser tombol hijau keatas.
"Halo Assalammualaikum mas" sapaku saat mengangkatnya.
"Walaikumsalam...kamu dimana? aku didepan gerbang" jawab Dama dengan nada sedikit kesal.
*A*ku yang menunggu...Kenapa dia yang marah?
"Aku di loby mas, sebentar ya. Aku kesitu" aku berjalan cepat menghampiri dimana Dama sudah menunggu.
tut tut tut
telfon langsung diakhiri oleh Dama.
Kudapati Dama yang sedang berdiri bersandar di mobilnya dengan kacamata hitam dan memakai kemeja kerja. Aku lihat banyak mahasiswi yang terus menatap dan membicarakannya.
Memang Dama laki laki yang tampan, keren, matang dan mapan. Semua wanita pasti banyak yang mengantri. Aku hanya beruntung saja dilamar olehnya karna keinginan kedua orangtua.
"Mas Dama, maaf sudah menungguku lama" aku berbasa basi. Padahal dia yang telat datang.
"Masuk!" ketus. Langsung menyuruhku masuk ke dalam mobilnya. Membuka pintu mobil sendiri dan memasang sabuk pengaman pun sendiri.
Berharap seperti pasangan lain yang akan menikah, romantis. Tapi lagi lagi, ini kan keinginan orangtuanya. Siapa tau sebenarnya dia sudah punya pacar.
"Maaf mas, udah ngrepotin ngajak aku jalan jalan. Kalau mas gak mau, gak papa kok. kita pulang aja" aku bingung karna Dama tidak mengeluarkan sepatah katapun, terlihat tidak nyaman pergi denganku.
"Ada yang mau aku omongin juga tapi nanti" tetap fokus menyetir.
"Apa itu mas?" tanyaku penasaran.
"Kamu mau makan apa?"
Dia tidak menjawab pertanyaanku tapi malah balik tanya mau makan apa.
"em..apa aja mas"
"ok"
Hanya itu yang kami bicarakan didalam mobil menuju Mall. Tak banyak yang bisa aku lakukan. Menatap ke luar jendela, melihat kendaraan padat merayap. Belum terlalu macet, karna masih jam 4 sore.
Dama memarkirkan mobilnya di basement Mall. Kami turun dari mobil berjalan masing masing tanpa bergandengan tangan ataupun aku yang memegang lengannya. Ya kita kan belum muhrim.
Berjalan mengikuti Dama dari belakang, lalu masuk ke sebuah restoran khas makanan Jogja. Aku duduk berhadapan dengan Dama. Memesan nasi gudeg krecek, ayam suwir dan es teh manis.
"Kamu kuliah s2?" Dama membuka percakapan dulu.
"iya mas" jawabku.
"Banyak uang dong" kata kata yang ambigu untukku, mengejek atau apa?
"Mmm..beasiswa mas" aku tersenyum dan menunduk.
"Kenapa menunduk? hebat dong dapet beasiswa" ucapannya terdengar sarkas.
"Tidak juga mas, hanya beruntung saja dapat beasiswa" merendah.
"Ooo...beasiswa karna tidak mampu?"
seketika dadaku bergemuruh menahan kesal. Memang kami dari keluarga sederhana tapi apa pantas kata kata itu keluar dari seorang yang berpendidikan?
"Kenapa diam? kamu marah karna aku bilang begitu?"
"enggak kok mas" menunduk.
"Yaudah dimakan! dibawah gak ada uang jatuh, nunduk terus" ketus.
Lalu aku mulai makan nasi gudeg dan minum es teh manis, menghabiskannya tanpa sisa karna memang aku lapar. Terakhir makan tadi pagi sebelum berangkat ke kampus.
"Udah selesai makannya kan?" tanya Dama padaku setelah aku menghabiskan minumanku.
"Iya mas"
Dama mengeluarkan secarik kertas dengan materai 6000. Aku belum tau apa maksud dan isi kertas itu.
"Ini surat perjanjian pra nikah antara kita"
Aku langsung membulatkan kedua mataku saat mendengar ucapan Dama. Kenapa harus memakai surat perjanjian? ada yang janggal.
Isi surat perjanjian pra nikah :
Dilarang ikut campur masalah pribadi masing masing.
Tidak adanya kontak fisik.
Dilarang memberitahukan kepada kedua orangtua.
Pernikahan hanya berjalan tidak lebih atau kurang dari satu tahun.
Tidak adanya harta gono gini.
Kubaca satu persatu isi surat pra nikah, ada rasa kecewa. Aku pikir pernikahan ini memang bukan keinginan kami tapi harus dijalani dengan selayaknya orang menikah. Tapi semua isinya tidak mencerminkan itu. Aku mencurigai ada sesuatu dibalik Dama sengaja membuat perjanjian ini.
"Untuk masalah nafkah, aku akan memberikannya setiap bulan tapi untuk nafkah batin seperti berhubungan badan tidak ada! Bagaimana?"
Aku masih bingung harus bagaimana, harus setuju atau tidak. Sedangkan aku tidak mungkin membuat kedua orangtua kecewa.
"Baiklah mas, aku setuju" dengan berat hati aku menyetujuinya.
"Tanda tangan disini" Dama mengarahkan aku untuk menandatangani surat tersebut.
Semoga Allah kasih jalan yang terbaik untuk rumah tangga kami. Doaku dalam hati sebelum membubuhkan tanda tangan diatas materai.
"ok..sudah kan. aku simpan surat perjanjian ini. Jangan sampai kamu mengadu pada kedua orangtua kita ataupun orang lain!" ancamnya.
"iya mas"
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
ℋℐᎯτυs
to the poin banget tuh dama😒
2022-02-24
0
re
Dama ketus amat
2021-07-04
0
Momy
Pasti dama nya punya pacar... Tp ujung* nya nanti dama bucin abis noh.. Ya kan thor??
2021-06-08
1