Dirumah sebesar ini, malam ini hanya berdua dengan bik Susan. Dama sejak sore tadi pergi ke apartemen menemui Rania. Tak tahu kapan dia akan kembali kerumah.
"Bik Susan sudah lama tinggal disini?" aku bertanya untuk memecahkan keheningan diantara kami berdua. Aku rasa Susan tidak begitu suka padaku, makanya dia lebih banyak diam.
"Sudah mba" jawabnya singkat.
"ooo.." kami kembali diam. Terus menatap ke layar televisi. Padahal sudah jelas acara di televisi tidak menarik bagiku. Tapi mau gimana lagi, Susan hanya diam saja.
"Maaf bik, saya ke kamar duluan" Aku memilih kembali ke kamarku, sangat tidak nyaman.
"Ya" jawabnya kembali singkat.
"Kenapa dia terlihat tidak suka begitu? salah apa aku? baru juga ketemu. Huh.." gumamku.
Aku merebahkan tubuhku dikasur, berguling kesana kemari. Bosan. Ingin rasanya menelfon Dama tapi kuurungkan.
"Mas, aku kangen" sambil mengusap foto pernikahan kami yang sengaja aku simpan di dalam handphone.
Rasa rinduku terlampau kuat untuk Dama. Aku memutuskan mengetik pesan tapi saat ingin mengirimnya aku ragu ragu. Hingga akhirnya aku tertidur.
******
Dama POV
Sedang menikmati waktu berdua dengan Andini, handphoneku berdering. Terlihat jelas nama Rania muncul. Aku mengangkatnya dan Rania memberitahu soal kehamilannya. Jelas saja aku langsung terkejut, pasalnya dari awal kami menikah memutuskan untuk menunda kehamilan karna pernikahan kami yang diam diam. Pasang alat kontrasepsi di dokter kandungan dan akupun menemaninya. Bagaimana bisa sampai hamil? aku terus bertanya tanya. Aku menjauh dari Andini, masuk ke dalam kamarku, berbicara cepat dengan Rania di telfon.
Aku mengusap wajahku kasar, bingung harus bagaimana. Andini pasti tidak masalah, tapi bagaimana dengan Ayah Bunda dan juga orang tua Andini kalau sampai tahu? Arghhh.....
Sore ini juga aku langsung ke apartemen menemui Rania dan esok hari akan ke dokter kandungan.
*****
Matahari telah terbit dengan semburat cahaya keemasan, aku masih terduduk di balkon kamarku sejak subuh tadi. Masih lengkap dengan mukena ditubuhku.
Aku hanya ingin menyerahkan semua pada takdir Allah, menjalani kisah hidupku saat ini dengan ikhlas. Jika memang Dama adalah jodohku pasti Allah akan membukakan jalanNya untuk kami. Sejauh apa melangkah dan menghindar.
"Pagi bik Susan. Ada yang bisa saya bantu?" Aku menghampiri Susan yang sedang memasak didapur.
"Gak perlu mba" Susan menjawab ketus lagi.
'Yasudah kalau tidak mau dibantu' batinku dan mengedikkan bahuku, terserah saja.
Aku memilih pergi ke taman belakang dengan segelas susu hangat yang baru saja aku buat sendiri.
******
Saat sedang duduk dikantin kampus, Firman mendekatiku.
"Andini" Firman menyapa. Tanpa permisi langsung duduk tepat di hadapanku.
"Prof.." aku menatap Firman. Kikuk mengingat kejadian yang lalu.
"Maaf soal kemarin, aku tidak tau kalau kamu istri Dama" Firman menatapku dengan tatapan kecewa dan bersalah.
"Bukan salah bapak. Tapi saya yang tidak berkata jujur waktu itu. Maaf membuat bapak jadi bermasalah dengan suami saya" Aku menundukkan kepala.
"Tidak masalah, hanya saja dunia terasa sempit. Ternyata kamu istri sahabatku. oh bukan, mantan sahabat. Pasti Dama sudah bercerita tentang semua bukan?" Aku mengangguk.
"Aku juga tidak tau kenapa takdir kami selalu saja soal wanita dan sekarang juga"
"Maksudnya?" sontak saja aku langsung bertanya.
"Maaf kalau aku lancang. Aku sudah lama menyukaimu Andini. Saat pertama kali kita bertemu di perpustakaan"
"Perpustakaan? maaf prof, tapi saya sudah menikah"
"iya saat aku membantumu mengambil buku di rak bagian atas" Firman menghentikkan sejenak ucapannya
"Tapi apa kamu bahagia?" Firman terus menatapku, menunggu jawabanku. Jawaban yang sulit untuk aku katakan. Aku memilih diam.
"Maaf prof, saya ada kuliah lagi. Permisi" aku menundukkan kepalaku dan berlalu meninggalkan Firman.
******
Selesai kuliah aku berencana pulang kerumah ayah dan ibu. Memesan ojol lewat aplikasi. Sembari menunggu, aku mengirimkan pesan pada Dama.
📩 Andini
Assalammualaikum mas, aku hari ini pulang ke rumah ayah dan ibu. Apa boleh?
Tak lama Dama langsung membalasnya.
📩 Dama
Walaikumsalam sayang, oke. Berapa hari?
📩 Andini
Kayaknya 3 hari mas.
📩 Dama
Apa ayah dan ibu tidak curiga kalau kamu menginap terlalu lama?
📩 Andini
Aku akan bilang kalau mas sedang keluar kota.
📩 Dama
Oke, hati hati. Setelah 3 hari, aku jemput. Salam untuk ayah dan ibu.
📩 Andini
Iya mas, Assalammualaikum.
📩 Dama
Walaikumsalam.
"Mba Andini?" tanya driver ojol yang berhenti tepat didepanku.
"Iya mas" Aku langsung memakai helm yang diberikan driver itu lalu kami segera pergi.
******
Jalan ini yang tak terlalu lebar, ramai lalu lalang kendaraan di daerah padat penduduk jakarta selatan. Berjalan masuk ke dalam gang kecil. Melemparkan senyum dan salam pada tetangga yang bertemu saat melewati sebelum sampai ke rumahku. Menguatkan hati, terus berdoa semoga saja ayah dan ibu tidak curiga dengan kedatanganku tanpa suamiku Dama.
"Assalammualaikum, tok tok tok..." aku mengetuk pintu rumah.
"Walaikumsalam" suara wanita yang sudah lama aku rindukan.
cekrek
"Andini?"
"Ibu" Aku langsung mencium punggung tangan ibu dan memeluknya.
"Ayo masuk nak" ibu menggiringku masuk ke dalam.
"Ayah dimana bu?" tanyaku sambil melihat sekeliling mencari sosok laki laki yang juga aku rindukan.
"Ayah sedang mandi nak, baru pulang kerja" Ibu terus saja memandangiku, menciumku. Kerinduan terbayarkan sudah.
"Ayah dan ibu baik baik saja kan?" tanyaku.
"Alhamdulillah nak, sehat walafiat" Ibu terus tersenyum.
"Andini?" ayah datang menghampiri kami setelah selesai membersihkan badannya. Aku langsung bangkit dan memeluk ayah.
"Andini kangen ayah sama ibu. Maaf andini baru datang"
"Nak Dama mana nak?" tanya ayah.
Deg
Jantungku berdetak kencang. Mencoba untuk lebih santai, harus memberikan jawaban sesuai rencana awal sebelum datang.
"Mas Dama keluar kota, yah. Jadi Andini menginap disini 3 hari. Boleh kan yah, bu?" Aku memasang wajah memelas.
"ooo...jelas boleh dong. Ibu juga kangen banget sama kamu nak" ibu memelukku kembali. Aku tersenyum.
"Kamu sudah makan nak?" tanya ayah.
"Belum yah, hehehehe" aku meringis, memang sudah lapar.
"Yasudah ayo kita makan sama sama. Ayah dan Ibu bener bener seneng kamu datang nak, jadi kami tidak kesepian untuk 3 hari ke depan. Kapan kapan ajak nak Dama menginap disini juga ya" ucap Ayah tanpa jeda, antusias.
"Iya ayah..insya Allah. Nanti Andini coba ajak mas Dama, tapi kalau sudah gak sibuk ya yah" aku berharap Dama mau.
Kami bertiga menikmati makan malam yang sederhana. Yang penting ada ayah dan ibu sudah sangat membuatku bahagia, walaupun tidak ada darah mereka yang mengalir ditubuhku, aku selalu sayang dan akan terus mencintai kedua malaikat tanpa sayap. Terus merapalkan banyak doa untuk kesehatan mereka dan menguatkan rumah tanggaku yang rumit itu. huftt...lagi lagi aku tidak bisa melupakan barang sejenak.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments