Menyesal

Bam Brakk

Tubuhku membentur sesuatu yang keras dan aku terpental beberapa meter saat aku menyebrang jalan. Darah terus mengalir dari kepala ke dahiku. Aku merasakan tubuhku amat sakit dan melayang, seakan jiwaku akan pergi dari ragaku.

"Andiniiii..." suara samar yang aku dengar.

"Honey, bangunlah. Buka matamu!" Dama berteriak keras, aku mendengarnya tapi sangat pelan lalu semuanya menggelap.

******

Dama POV

Tak terasa Sudah hampir 3 bulan menikah dengan Andini. Dan 2 hari ini aku dirumah bersamanya, menghabiskan waktu bersama. Aku masih bolak balik apartemen rumah, namun lebih sering di apartemen karna Rania yang sedang hamil muda. Aku tahu Andini ada rasa kecewa karna aku lebih perhatian dengan Rania. Karna itu aku memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk lebih memanjakan Andini, istri keduaku.

Kemarin Andini pergi ke Mall untuk membelikan hadiah ulang tahun pernikahan ayah dan ibu. Ya seperti biasanya, Andini jarang sekali pakai kartu yang kuberikan untuk kesenangannya sendiri. Jadi aku mengatakan pada Andini, sepulang kuliah nanti ingin mengajaknya shopping. Dia jawab setuju.

Diperjalanan saat akan mengantar Andini ke kampus, aku mendengarnya menangis. Aku bertanya tapi dia hanya menggelengkan kepala tidak apa apa. Dan akhirnya dia menumpahkan semua.

Andini tau kehamilan Rania. Aku memang tidak mengatakannya, aku merahasiakan semua. Aku belum siap untuk memberitahukan pada Andini.

Aku menepikan mobil. Kami bertengkar dan Andini keluar dari mobil, berjalan menjauhiku. Aku terus mengejarnya dan kejadian itu berlangsung sangat cepat.

Bam Brakk

Tubuh Andini tertabrak mini bus dan terpental. Aku langsung berlari, meraih tubuhnya dan memeluknya.

"Andiniiii..."

"Honey, bangunlah. Buka matamu!"

Tidak ada sahutan dari bibirnya, Andini pingsan. Darah dikepalanya dan dibeberapa bagian tubuhnya. Aku menjerit dan berteriak meminta pertolongan. Dan ada sebuah mobil datang menawarkan bantuan, membawa kami ke rumah sakit terdekat.

Aku menggendong tubuh Andini masuk ke dalam rumah sakit, semua orang melihatku dan beberapa tim medis datang mendorong brakar. Aku meletakkan Andini diatasnya dan ikut mendorong masuk ke arah ruang IGD.

"Maaf, anda tunggu diluar" seorang perawat menghentikan langkahku tepat didepan pintu. Aku meremas rambutku kasar, berteriak dan duduk dilantai didepan pintu itu.

"Bangunlah" seorang pria menepuk bahuku dua kali, aku mendongakkan wajahku dan menatapnya. Pria yang tadi mengantarkan kami, aku pikir dia sudah pergi. Dan aku juga lupa mengucapkan terimakasih. Aku bangun dan duduk di kursi yang berjajar panjang didepan ruang IGD. Dia memberiku minum.

"Terimakasih" aku menerima botol minum itu dan menenggaknya hingga tersisa setengah.

"Andini wanita yang kuat, dia pasti bisa melewati ini semua" deg..aku mengernyitkan alisku. darimana pria ini tau istriku?

"Kau mengenal istriku?" aku menatapnya lekat dan tajam.

"Kau lupa? aku Riko" dia mengingatkanku. aku baru teringat dia laki laki yang datang ke rumah Andini waktu itu.

"Ah..iya aku ingat. Maaf"

"Tidak masalah"

2 jam berlalu, seorang perawat keluar dan memberitahukan bahwa Andini membutuhkan transfusi darah, golongan darah A. Riko mendonorkan darahnya karna memang memiliki golongan darah yang sama.

"Sungguh, aku sangat berterimakasih padamu"

"Tidak perlu berterimakasih, aku ikhlas membantumu dan Andini" ucapnya padaku.

Riko dibawa oleh perawat untuk diambil darahnya.

Tak lama mertuaku dan kedua orangtuaku datang. Ya aku memberitahu mereka belum lama, karna aku tidak ingin membuat mereka panik. Tapi nyatanya tetap panik.

"Bagaimana Andini, Dama?" ibu bertanya padaku dengan air mata yang terus mengalir. Ayah memeluknya dan memapahnya untuk duduk. Bundapun sama, memelukku dan menangis. Ayah membawa bunda untuk duduk juga.

Riko selesai mendonorkan darahnya, dia masih beristirahat diruang rawat inap.

2 jam kemudian dokter keluar dan memberitahukan jika oprasi berjalan lancar hanya saja...

"Semua berjalan lancar, tapi maaf..janin didalam kandungan nona Andini tidak bisa terselamatkan" Dokter itu menundukkan wajahnya dan menepuk bahuku. Aku terdiam membisu, semua mendengarnya dan langsung menangis.

Aku tidak tahu kalau Andini sedang mengandung, lututku terasa lemas dan aku terduduk dilantai meremas rambutku kuat dan menampar pipiku sendiri kuat.

"Mas, jangan seperti ini. Sabar mas, sabar" bunda memelukku, menahan tanganku yang akan menampar pipiku sendiri. Aku adalah suami yang buruk, mencelakai istri dan calon anakku sendiri.

"Arghhhh......" aku berteriak kencang. Ayah mengangkatku untuk duduk dikursi.

"Sabar nak" menepuk nepuk bahuku.

"Aku tidak tau kalau Andini sedang hamil yah" aku menangis. Benar benar bodoh.

Brankar yang membawa Andini, keluar dari ruang IGD. Aku melihatnya dengan rambut yang dicukur habis karna luka dikepalanya. Wajahnya, bibirnya pucat. Aku benar benar bodoh, menyesal karna pertengkaran kami tadi. Aku memegang tangan Andini dan ikut mendorong brankar ke ruang rawat inap dilantai 5.

******

Aku merasakan kepalaku yang berat dan berdenyut, sakit sekali. Matakupun berat dan lengket, sulit untuk membukanya. Namun telingaku mendengar suara Dama yang terus menangis dan berbicara tapi suaranya sangat kecil. Hanya sedikit saja yang bisa aku dengar.

Aku menggerakkan jariku sedikit, lalu aku mendengar suara Dama yang memanggilku dan mengusap pipiku, mengecup sekilas. Aku membuka mataku sekuat tenaga, mengerjapkannya berkali kali mensejajarkan dengan cahaya diruangan.

"Honey...kau sudah bangun? maafkan aku honey, maafkan aku" Dama terus mencium tangan dan pipiku berkali kali. Aku diam, karna tubuhku sangat lemah dan bibirku terasa kelu.

"Istirahatlah dulu honey, kamu harus banyak istirahat. Aku akan selalu disini menjagamu" Aku mengangguk pelan dan menutup mataku lagi, bius masih berpengaruh ditubuhku.

*****

Dama POV

Aku terkejut saat melihat jari tangan Andini bergerak lalu tak lama ia membuka matanya perlahan. Aku sangat senang, dia baik baik saja. Ayah ibu, Ayah dan bunda juga senang Andini sudah siuman.

Aku terus mengecup tangan dan pipinya memohon maaf. Lalu aku menyuruhnya untuk istirahat kembali. Andini hanya menganggukan kepalanya dan memejamkan matanya lagi.

"Ayah Ibu, Ayah Bunda pulanglah. Aku yang menjaga Andini. Kalian pasti lelah" aku mendekati mereka yang duduk di sofa.

"Baiklah, ayah dan ibu titip Andini ya nak. Kalau ada apa apa segera hubungi kami. Besok pagi kami kemari lagi" ucap Ayah lalu memelukku.

"Sabar nak, ini semua musibah. Insya Allah nanti kalian akan memiliki anak kembali, amin" Ayah menepuk bahuku dan aku mencium tangannya dan tangan ibu. Mereka pergi.

"Jangan putus asa mas, bunda dan ayah yakin ada hikmah dari kejadian ini. terus berdoa dan jaga menantu bunda" Bunda memelukku, Ayah juga dan mereka pergi meninggalkanku dan Andini.

"Amin..Terimakasih ayah ibu, ayah bunda. Aku berharap Andini bisa menerima dengan ikhlas kabar itu nanti".

Bersambung...

******

Dama (30th)

Andini (25th) ini pas gk pakai hijab ya

Rania (30th)

Terpopuler

Comments

Ulfrida Marlianawaty

Ulfrida Marlianawaty

koq rania lbh cantik dri pda andini

2021-06-16

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!