Satu Hari Menjelang Pernikahan

Setelah pertemuan di Mall kemarin, isi dari perjanjian pra nikah itu masih berputar putar dikepalaku. Pernikahan macam apa yang akan aku hadapi nanti?

Aku sangat menyayangi ayah dan ibu, walaupun aku bukanlah anak kandung mereka. Aku tak sampai hati untuk membuat mereka kecewa.

Hari pernikahanpun tinggal satu hari lagi. Aku dan Dama tak bertemu kembali setelah menyepakati surat perjanjian pra nikah waktu itu. Bertukar pesanpun tidak. Dan akupun masih masuk kuliah dan bekerja part time di coffee shop miliki teman SMAku.

Sore hari adalah waktu dimana coffee shop ramai. Untuk hari ini tugasku melayani dan membersihkan meja. Menurutku pekerjaan yang tidak terlalu berat dibanding dengan mencuci piring dan bekakas lainnya. Hanya saja terkadang melayani pelanggan rasanya campur aduk. Ada yang baik dan ramah tapi ada juga yang jutek dan banyak maunya. Menguatkan mental itu kuncinya.

Setelah mengantarkan pesanan di meja 5, aku bergegas membersihkan meja 4 yang ada disisi kiriku. Membawa gelas dan nampan ditangan sebelah kiri, sedangkan tangan kananku mengelap meja. Merapihkannya kembali.

Pintu coffee shop terbuka, aku melihat calon suamiku Dama sedang bergandengan tangan dengan wanita sexy, cantik dan bermake up tebal. Aku mencoba menelan salivaku perlahan. Pemandangan yang membuat jantungku berdesir aneh. Rasa cemburu menyeruak dari dalam hati, meskipun memang kami akan menikah tanpa cinta. Rasanya sesak sekali.

Yang terlintas diotakku, ternyata memang dia sudah punya pacar. Tapi kenapa mau menikah denganku? pasti ada sebabnya.

Dama melihatku dengan tatapan acuh, padahal aku mau menyapanya tapi ku urungkan karna aku teringat isi perjanjian itu.

Nomor 1: Dilarang ikut campur masalah pribadi masing masing.

Oke, baiklah. Aku mencoba profesional dengan berpura pura tidak mengenalnya. Itu yang dia mau. Tidak masalah hanya berakting saja.

"Permisi, ini pesanannya" aku meletakkan 1 caramel macchiato panas, 1 mocha frappuccino dingin dan 1 red velvet cake diatas meja Dama. Tanpa menatap wajahnya langsung membalikkan badanku dan pergi.

Saat aku berbalik aku mendengar wanita itu memanggil Dama 'sayang'. Sudah jelas, sudah pasti wanita itu memang pacar Dama.

Baiklah...Aku tahan rasa cemburuku ini. Jangan sampai aku jatuh cinta padanya, bisa bisa aku patah hati dan kecewa. Tidak tidak...jangan sampai.

Setelah meletakkan nampan dan gelas di pantry, aku pergi ke toilet. Tiba tiba saja perutku sakit.

"Tunggu!" Dama menarik tangan kiriku saat aku baru saja keluar dari toilet. Karna aku tak siap, aku terhuyung dan menabrak dada Dama.

"Ah..maaf..maafkan saya Tuan" aku merapihkan kerudungku dan mengusap wajahku yang sakit setelah menabrak dada Dama.

"Jadi kamu bekerja disini?" aku mendongakkan wajahku ke atas. Tinggi kami memang lumayan jauh bedanya. Dama kira kira 180an lebih dan aku hanya 160pun tak sampai.

"Mas Dama? i iya aku bekerja disini" jawabku adanya.

"Kenapa tadi pura pura tidak mengenalku?" pertanyaan yang membuatku ingin tertawa. Orang aneh.

"Kenapa senyum seperti itu? jawab!" laki laki ini memang sangat menyebalkan, jutek dan suka membentak.

"Apa mas Dama lupa dengan isi perjanjian kemarin? nomor satu : dilarang mencampuri urusan pribadi masing masing" aku memberanikan diri untuk terus menatap matanya.

MasyaAllah...benar benar tampan ciptaanMu ya Allah. Ah tunggu, kenapa malah aku terpukau melihat tatapannya. Jangan sampai andini, jangan pakai hatimu.

"Ok..aku ingat. bagus kalau kamu mengerti. Besok jangan sampai telat!" dia mengingatkanku kalau besok pagi, kami akan menikah dan mengucap janji. Dama pergi meninggalkanku dan aku melihatnya menarik tangan wanita itu kemudian memegang pinggangnya dengan posesif.

Aku melanjutkan pekerjaanku sampai waktu siftku selesai.

******

Dama POV

Malam ini aku duduk dimeja kerjaku, melihat satu undangan pernikahanku besok pagi dengan Andini. Gadis berkerudung, muda, cantik, dan sholehah. Sangat bertolak belakang dengan Rania. Rania memang tipe wanita yang kusukai. Cantik, sexy dan pintar.

"Sayang...cup" Rania memelukku dengan menggoda, mengecup pipi kiriku.

"Kamu sudah mandi?" tanyaku.

Kini Rania hanya memakai jubah mandi kimono yang diikat tak terlalu kencang. Duduk dipangkuanku dan menggelayutkan tangannya ke pundakku. Aku tau dia sedang menggodaku.

"Kenapa tidak menungguku?" tanyaku kembali.

"Gak papa, aku hanya ingin berendam sendiri. Menyiapkan hatiku untuk hari pernikahanmu besok" aku tau dari matanya jelas ada kesedihan.

"Maafkan aku sayang..sabar ya, ini hanya satu tahun tidak lebih. Kamu tau, kenapa aku harus menikah dengan Andini. Itu semua hanya karna syarat dari ayah dan bunda. Menikah dengan gadis itu dan perusahaan aku yang ambil alih sepenuhnya" aku memeluk Rania dengan erat dan mencium puncak kepalanya.

"Iya aku tau, aku akan berusaha tidak mengacaukan semua. Tapi ingat, jangan sampai kamu jatuh cinta pada gadis itu dan no sex. oke? kamu hanya milikku, Dama Sakti. cup"

Rania mencium lembut bibirku. Aku sungguh tak pernah bisa menolak tiap sentuhan yang diberikan olehnya. Selalu membuatku bergairah.

"Kita lanjutin dikamar aja ya" bisiknya padaku manja. Aku langsung membawanya dalam gendonganku tanpa melepas pagutan panas kami. Membuka pintu kamar dan langsung kujatuhkan Rania ke atas ranjang.

"Malam spesial sebelum kamu besok menikah dengan gadis itu sayang" Rania membuka ikatan jubah mandinya. Dan kami memulai semua dengan panas tanpa tau kapan kami akan mengakhirinya.

*******

Astaghfirullah, kenapa dadaku berdegup kencang seperti ini? aku tidak bisa memejamkan mata sebentar saja. Memikirkan esok pagi, pernikahanku dengan Dama. Apa yang harus aku lakukan? surat perjanjian itu benar benar membuatku pusing. Apa aku siap dengan semua keburukan yang akan terjadi?

Setelah satu tahun, aku akan menjadi janda di usia muda. oh tidaaakkkk...bagaimana kata orang nanti? bagaimana perasaan ayah dan ibu jika mereka tau? ahhh....aku mengacak acak rambut hitamku yang tergerai.

tok tok tok

"Andini" suara ibu memanggilku. Untuk apa selarut ini ibu ke kamarku?

"kamu sudah tidur nak?" suara ibu kembali memanggilku.

"Ada apa bu?" tanyaku pada ibu didepan pintu kamar.

"Ibu lihat lampu kamarmu masih menyala. Kenapa belum tidur? sudah tengah malam nak. Besok kamu harus bangun pagi dan berhias" ibu mengusap pipiku lembut.

"Belum bisa tidur bu" jawabku jujur.

"Kamu grogi besok mau menikah ya?" ibu mencoba menggodaku.

"I iya bu" jawabku jujur. Memang aku cemas, tapi karna memikirkan surat perjanjian itu juga.

"Sudah nak tidak usah grogi gitu, ayo tidur. Jangan sampai telat besok" ibu menepuk bahuku lalu mengusapnya.

"Iya bu" aku mengangguk lalu menutup pintu kamar dan mematikan lampu kemudian merebahkan badanku ke atas kasur.

Semoga esok berjalan lancar. Kuatkan hati menghadapi segala kemungkinan baik ataupun buruk setelah menikah nanti.

Bersambung....

Terpopuler

Comments

sri hasan basri, S.Pd.

sri hasan basri, S.Pd.

tipe laki2 pencinta sex sebelum nikah nih si sama, aduh.,.. pusing

2022-12-03

0

ℋℐᎯτυs

ℋℐᎯτυs

lha kok dama gitu sih ,ishh gak srek banget🤕

2022-02-24

0

re

re

Dama sudah nikah

2021-07-04

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!