Pertengkaran

2 Bulan Kemudian

Aku sepagi ini sudah berkutat didapur, menyiapkan sarapan untuk suamiku Dama. Susan pergi ke pasar tadi subuh, jadi aku bebas berada didapur. Kalau ada dia, bisa diomelin. Karna bagi Susan dapur adalah daerah kekuasaannya.

Dengan cepat aku menyiapkan semua. Makanan kesukaan Dama, cap cay seafood dan ayam goreng krispi. Aku menanyakan langsung padanya, apa makanan kesukaannya. Lalu aku buka kulkas dan semua bahan ada. Alhamdulillah, langsung eksekusi.

Dirasa semua pas dan rasanya juga, aku langsung menyiapkan semua diatas meja makan. Melepaskan apron lalu berjalan naik ke lantai atas, membangunkan Dama yang masih tertidur.

Aku masuk ke dalam kamarku yang kini juga jadi kamar Dama, kamar kami. Barang barang Dama sudah sebagian dipindah dan ditata rapih. Kenapa kami memutuskan Dama yang pindah ke kamarku? karna aku tidak mau melihat atau menempati dimana ada jejak Rania dikamar itu.

"Mas..mas" aku membangunkan Dama. Mengusap pipinya lalu membelai rambut yang menutupi dahinya sedikit.

"Mas..bangun. Mas harus kerja" aku mencoba membangunkannya lagi tapi nihil, tetap tidak membuka matanya. Aku memutuskan untuk mandi dulu, karna aku juga ada kuliah pagi ini.

Suara guyuran air shower mengganggu tidur Dama. Dama membuka matanya perlahan, menepuk nepuk ruang disampingnya tapi aku tidak ada. Dama langsung duduk dan mengucek kedua matanya. Mendengar suara air mengalir, Dama langsung bergegas ke kamar mandi.

Ceklek ceklek

"Honey kenapa dikunci? aku juga mau mandi" teriak Dama didepan pintu sambil mengetuk berulang.

"Sebentar mas" aku sudah selesai dengan acara mandiku lalu memakai handuk dan membuka pintu kamar mandi.

"Kok dikunci sih? aku kan juga mau mandi bareng sama kamu" Dama memelukku, mencium leherku.

"Aku udah tau sifat kamu mas, jadi aku kunci. Udah ah, mandi sanah" aku mendorong Dama masuk ke dalam kamar mandi.

"iya iya" akhirnya kali ini Dama masuk dan mandi. Huhh...aku membuang nafasku lega.

Aku menyiapkan baju untuk Dama dulu lalu beralih ke lemariku. Bingung akan memakai baju yang mana untuk kuliah pagi ini. Tanpa sadar Dama sudah selesai mandi dan berdiri didepan pintu menatapku yang masih menggunakan handuk. Sama halnya dengan Dama, handuk melilit dipinggangnya.

Tiba tiba Dama memelukku dari belakang, mengecup lalu menggigit bahuku.

"Aw..mas sakit" aku berbalik dan memukul bahu Dama.

"Salah siapa masih belum pakai baju. Kamu sengaja? tadi malem kan udah" Dama menggoda ku, iseng, tukang jail.

"ihh..udah deh mas. Mas kerja, aku juga kuliah. Ini aku bingung mau pakai baju yang mana" Aku membalikkan lagi badanku ke lemari dan coba mencari baju.

"Pakai yang ini aja" Dama menunjuk kemeja polkadot nude dan rok plisket panjang warna putih lalu hijab yang senada dengan warna kemeja.

"Oke, aku pakai ini" Aku membawa pakaian yang dipilihkan Dama tadi ke kamar mandi.

"Ganti disini!" Dama memegang tanganku.

"Mas..aku malu"

"Kenapa? aku udah lihat semuanya" Dama tersenyum genit.

"Ish..dasar" Akhirnya aku memakai pakaian didepan Dama. Ya acara pakai bajupun sedikit lama, karna ulah Dama yang menggangguku.

*****

Seperti biasa, aku melayani Dama mengambilkan sarapan, duduk disebelahnya. Susan sudah kembali dari pasar dan sekarang sedang menyetrika baju diruang belakang.

"Nanti aku jemput, kita beli baju" kata Dama disela sela makan pagi kami.

"Baju buat siapa mas?" tanyaku.

"Buat kamu. Aku tau kemarin kamu gak beli apa apa untuk kamu sendiri kan?" Aku mengangguk.

"Aku kasih kartu itu untuk kamu pakai, tapi kamu malah lebih mentingin yang lain"

"Maaf mas..iya nanti aku pakai" aku tersenyum manis agar Dama tidak marah lagi.

Kami berangkat bersama. Dama mengantarku dulu baru dia ke apartemen menjemput Rania. Sesuai perintah Dama jika sedang berdua jangan membahas atau bertanya soal Rania jadi aku mencoba tidak bertanya macam macam. Aku menikmati waktu berdua kami. Terkadang aku egois ingin memiliki Dama seutuhnya tapi kembali teringat kalau akulah yang masuk diantara mereka berdua.

Tak sadar aku menitikkan air mataku lalu menghapusnya kasar. Dama menyadarinya.

"Kenapa honey?" Dama mengusap kepalaku dengan tangan kirinya, tangan kanan ada di setir mobil.

"Mas.." aku menatap mata Dama berkaca kaca ingin mengatakannya tapi urung kukatakan.

"Iya kenapa honey?" Dama meraih tangan kananku lalu mengecupnya, meletakkan di pipi kirinya.

"Emm...gak papa" aku menggelengkan kepalaku lalu menatap keluar jendela.

Sakit..aku ingin mengeluarkan semua rasa dihati tapi kenapa lidahku kelu? aku kembali terisak. Dama langsung menepikan mobilnya. Melepaskan safetybelt, menarik bahuku menghadapnya.

"Ada apa? katakan honey" Aku masih tetap menangis lalu memeluk Dama erat.

"Mas..mas jangan tinggalin aku. hiks hiks" aku menangis, tumpah semua air mataku.

"Siapa yang mau ninggalin kamu honey?" Dama memegang wajahku dengan kedua tangannya lalu mengecup bibirku singkat.

"Aku takut nanti mas ninggalin aku. Aku tau mas, aku tau mba Rania sekarang lagi hamil anak mas Dama" Aku menangis terus. Dama terkejut.

"Kenapa mas diam aja? mas kaget kenapa aku bisa tau?" Dama masih diam, menatap ke arah lain.

"Liat aku mas!" aku menarik tangan Dama. Dama menatapku.

"Gimana sama aku mas? lama kelamaan perut mba Rania semakin besar, mas gak bisa nutupin terus dari semua orang. Gimana kalau ayah bunda lalu ayah ibuku tau? mereka pasti akan marah dan pasti ayah ibuku akan membawaku pulang" kataku sedikit berteriak sambil menangis.

"Mas jangan diam aja!! ayo katakan sesuatu" Dama mengusap wajahnya kasar. Kami lupa akan waktu yang sudah terbuang karna pertengkaran kami. Jam kerja terlewat, jam kuliahpun juga terlewat.

"Maaf" hanya kata itu saja yang keluar dari bibir Dama. Aku marah, aku berharap Dama mengatakan sesuatu yang manis, mempertahankanku sekuat tenaganya tapi hanya kata maaf yang terucap. Membuat dadaku bergemuruh hebat. Aku memundurkan tubuhku saat Dama akan memelukku. Aku menepis tangannya yang akan memegang bahuku. Aku mengusap air mataku kasar, memakai tasku lalu keluar dari mobil Dama.

Dama mengejarku, aku terus berlari di sepanjang trotoar didepan gedung gedung tinggi. Dama memanggilku, aku tetap berlari menjauh.

Bam Brakk

Tubuhku membentur sesuatu yang keras dan aku terpental beberapa meter saat aku menyebrang jalan. Darah terus mengalir dari kepala ke dahiku. Aku merasakan tubuhku amat sakit dan melayang, seakan jiwaku akan pergi dari ragaku.

"Andiniiii..." suara samar yang aku dengar.

"Honey, bangunlah. Buka matamu!" Dama berteriak keras, aku mendengarnya tapi sangat pelan lalu semuanya menggelap.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Djie Marwati Laissa

Djie Marwati Laissa

walau sah d mata negaran agama yp ttp yg k 2 gak ada bs d banggakan Andini pAsti hati akan meragu

2023-02-02

0

Momy

Momy

sesabar* nya wanita yg berbagi suami dgn wanita lain ttp aja akan ada rasa sakit dan iri pd yg lainnya...klw aku jd andini mending lepas dr dama...tp hidup andini ada ditangan author jd terserah author lah🤣

2021-06-15

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!