Tangis Pilu

Keesokan Pagi

Aku merasakan nyeri dikepala dan sakit disekujur tubuhku. Aku berusaha membuka mataku yang terasa berat. Aku merasakan sesuatu disamping tanganku yang terpasang infus. Aku merabanya dan aku tau pasti itu adalah kepala Dama. Dia masih tertidur pulas dengan posisi duduk dan meletakkan kepalanya disebelah tanganku. Badannya sudah jelas pegal. Aku menyunggingkan senyumku sambil mengusap lembut kepala suamiku Dama.

Mengingat kembali mimpi indah sekaligus sedih yang baru saja aku alami. Aku sedang duduk dikursi taman, melihat Dama sedang bermain dengan anak laki laki yang sangat tampan, mirip sekali dengan wajah Dama. Mata, hidung, alis, bibir dan senyumnya semua sama. Aku tersenyum lebar memandang keduanya, sangat bahagia.

"Bima, hati hati" teriak Dama saat melihat anak kecil itu terjatuh tak jauh darinya. Aku ingin berdiri dan berlari menghampiri keduanya tapi tubuhku tidak bisa bergerak. Aku ingin berteriak memanggil tapi suaraku tidak bisa keluar. Aku menangis tersedu, lalu anak kecil itu menghampiriku, memelukku, mencium pipiku dan berkata "Bima sayang Mama tapi Allah lebih sayang Bima. Bima tunggu Mama ditaman surga nanti" suaranya begitu lembut dan menyejukkan hatiku. Lalu anak kecil itu menghilang, begitu juga dengan Dama. Aku sendiri duduk di taman.

Mimpi yang membuatku tersenyum dan mengeluarkan air mata kesedihan.

Kini aku sudah membuka mataku dan mengusap kepala Dama lembut. Dama terbangun dan menatapku sambil menerbitkan senyuman manisnya, senyuman yang sangat aku rindukan.

"Kamu sudah bangun honey?" Dama mengusap pipiku lembut lalu mengecup keningku dalam. Aku tersenyum saat bibirnya menyentuh keningku. Aku benar benar merindukannya.

"Aku merindukanmu mas" Dama mengangguk dan membalasnya dengan senyuman yang selalu terbit diwajahnya. "Aku juga honey, sangat merindukanmu" Dama menatapku lekat, mencium punggung tanganku berkali kali.

"Mas.."

"Ya..ada apa?"

"Apa ada sesuatu yang terjadi? aku merasa ada sesuatu yang hilang dari tubuhku. Entah perasaan apa itu, hatiku terasa sakit dan sedih" Aku memegang dadaku yang tak nyaman.

"Apa ada yang sakit?" Dama terkejut saat aku memegang dadaku dan menangis.

"Entah mas" aku menggelengkan kepalaku.

"Aku panggilkan dokter, sebentar" Dama langsung berdiri, memencet tombol disamping nakas.

Tak lama dokter dan perawat masuk, memeriksa keadaanku. Lalu dokter mengajak Dama untuk keluar dari kamar inapku.

POV author

Dama gelisah saat dokter menyuruhnya keluar dari kamar Andini, seperti akan memberitahukan hal yang tidak baik. Dama mengikuti dokter lalu menutup pintu kamar. Berbincang didepan ruangan dengan suara lirih, agar Andini tidak mendengarnya.

"Pak Dama, istri anda merasakannya. Itu sebabnya nyonya andini merasa sedih dan sesak didadanya. Sebaiknya anda memberitahukan yang sebenarnya. Saya yakin nyonya andini akan menerima kenyataan ini dengan ikhlas" Dokter menepuk bahu Dama perlahan lalu pergi meninggalkannya yang masih diam mematung. Mengusap wajahnya kasar.

"Aku harus bagaimana untuk mengabarkan hal ini pada andini? aku belum siap"

Dama masih memikirkan kata kata yang akan dia katakan pada istrinya andini, sampai tidak menyadari kedatangan mertuanya.

"Nak Dama? kenapa diluar?" Ayah Andika menepuk bahu Dama. Dama terkejut.

"Ah...ya, ayah ibu?" Dama menyapa keduanya. Andika dan Andina menanyakan kondisi Andini. Dama menceritakan semua, begitu juga dengan kegelisahannya untuk menyampaikan berita duka pada istrinya.

"Katakan yang sejujurnya nak, ada kami yang menemani. Insya Allah Andini ikhlas" Dama menganggukan kepalanya lalu berjalan mendekati pintu dan membukanya. Mempersilahkan mertuanya masuk ke dalam.

"Ayah Ibu?" Andini terkejut dan juga bahagia melihat kedatangan kedua orangtuanya.

"Bagaimana nak? sudah baikan?" Ibu Andina memeluk putrinya. "Alhamdulillah bu, Andini sudah lebih baik. Ayah?" Andini mencium punggung tangan ayahnya.

"Kamu sudah makan nak?" tanya Ayah lalu Dama meraih mangkuk bubur diatas nakas yang perawat berikan tadi saat dokter datang.

"Aku suapin ya?" Dama memegang mangkuk dan sendok. Ayah dan Ibu membantu andini duduk bersandar.

Dama dengan telaten menyuapi andini hingga bubur itu habis. Memberikan minum lalu mengelap bibir andini dengan tisu. "Terimakasih mas" Andini tersenyum. Ayah dan Ibu yang duduk di sofa melihat interaksi keduanya merasa bahagia. Anaknya andini sungguh dicintai dan disayangi suaminya.

"Ayah Ibu sudah sarapan?" tanya Andini.

"Sudah nak, tadi dirumah. Nak Dama belum sarapan kan? Ibu bawakan makanan tapi ibu gak tau nak Dama suka atau enggak" Ibu mengambil kotak makanan berisi nasi sayur dan lauk, lalu membukanya dan memberikannya pada Dama.

"Terimakasih bu" Dama menganggukkan kepala dan memakannya. Dama terlihat sangat lahap.

"Kamu laper ya mas? makannya pelan pelan" Andini tertawa melihat Dama makan dengan lahapnya, lalu memberikan botol air mineral dinakas samping ranjang.

"Jangan banyak bergerak honey, aku bisa mengambilnya sendiri" Ayah dan ibu masih saja melihat putri dan menantunya sambil tersenyum.

"Romantis banget anak mantu kita yah" bisik Bu Andina pada Ayah Andika.

"Iya bu" jawab Andika dengan anggukan.

Selesai menghabiskan sarapannya, Dama berpamitan ke kamar mandi menyegarkan badannya.

Andina duduk disamping ranjang, mengupaskan buah apel untuk Andini. Andika sibuk dengan handphonenya untuk membalas banyak email masuk mengenai pekerjaannya. Karna Andika hari ini mengambil cuti, ingin menemani putrinya.

Andina mematung saat melihat suaminya keluar dari kamar mandi dengan pakaian santainya. "Tampan sekali suamiku?" tanpa sadar Andini bergumam dan Andina mendengarnya terkekeh.

Dama yang ditatap seperti itu oleh Andini, melihat penampilannya kembali, tidak ada yang aneh batinnya. Dama mengangkat dagunya pada Andini, kode 'ada apa?'. Andini justru berbalik tanya "ada apa?"

"Kenapa melihatku seperti itu? ada yang salah?" Dama melihat kembali pakaiannya lalu menatap Andini kembali.

"Kata Andini, suaminya tampan sekali" celetuk Ibu Andina tertawa. "Ibuuuuu...." Andini menunduk malu. Dama tersenyum manis, menampakkan lesung pipinya. Dama mendekati Andini, ibu Andina berpindah tempat mendekati suaminya duduk di sofa.

"Suami tampanmu sudah mandi dan wangi. Kamu suka?" Dama meraih dagu istrinya lalu mengecup singkat bibir yang sedikit pucat itu. Ayah masih sibuk dengan handphonenya dan Ibu mengalihkan pandangannya menonton televisi.

"Mas, ada ibu sama ayah" bisik Andini sambil menepuk dada Dama manja. Dama tersenyum lalu mengerlingkan matanya genit. "Ihhh....dasar" Andini dan Dama tertawa.

"Ehem ehem..." Ibu berdehem, andini dan dama langsung diam dan tersenyum kecil.

"Ayah Ibu, Mas Dama. Ada yang pengen aku ceritain" Mereka bertiga langsung menatap Andini.

Andini bercerita tentang mimpinya lalu menangis. Menepuk dadanya yang terasa sakit. Dama memeluknya.

"Honey, maafkan aku" suara lembut Dama sambil mencium pucuk kepala Andini.

"Maaf kenapa mas?" Andini bingung. Ia menatap kedua orang tuanya bergantian. "Ada sesuatu yang kalian sembunyikan dariku? apa itu?"

"Nak, ayah dan ibu ingin kamu ikhlas menerima takdir Allah" Andini mengernyitkan keningnya.

"Maksudnya apa? Mas?" Andini melepaskan pelukan Dama, menatap wajah Dama yang begitu sedih.

"Ada apa mas? katakan!" Andini tidak sabar ingin tahu. Menggerak gerakkan lengan Dama.

"Maaf honey, aku sungguh minta maaf tidak bisa menjagamu dan calon anak kita" Dama menundukkan kepalanya, matanya berkaca kaca.

"Calon anak? maksudnya apa sih mas? jangan bertele tele deh. Aku beneran gak ngerti!" Andini mulai kesal.

"Kamu hamil 2 bulan honey, tapi...calon anak kita tidak selamat karna kecelakaan itu" suara Dama pelan tapi Andini mendengarnya jelas. Air mata lolos meluncur deras dipipi Andini. Dama memeluknya.

"hiks hiks hiks" Andini terisak, suara tangisannya terdengar memilukan.

dug dug dug

"Aku mama yang jahat, aku tidak bisa menjaga anakku sendiri" Andini memukul mukul dadanya keras. Dama menahannya.

"Tidak andini, semua sudah jalannya. Kamu dan Dama harus ikhlas. Ayah dan Ibu akan selalu mendoakan kalian berdua dipercaya Allah memiliki anak kembali. Jangan bersedih anakku" Ayah Andika mengusap bahu Andini lembut, menenangkannya. Ibu Andina ikut menangis, tak mampu berkata. Begitu menyakitkan melihat putrinya bersedih.

"Jadi mimpiku benar? anak kecil itu, bima, anakku? ahhhh...." Andini berteriak menangis kembali. Memeluk Dama erat. Dama terus menepuk punggung istrinya yang bergetar.

******

Maaf teman teman, untuk judul ini author memang lambat untuk update, karna terbagi dengan karya aku yang satu lagi "My Young Husband". aku pengen nyelesain dulu trus baru lebih fokus ke Andini Dama dan Rania.

Dukung terus Author ya biar semangat update walau dikit dikit

Gomawo yorobun 😊🙏

Terpopuler

Comments

Masiah Firman

Masiah Firman

hamil 2 bulan koq gak tau

2021-07-04

0

pipito

pipito

akhirnya up jg kakk gitaaaaaa

2021-05-10

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!