"Aw...mas" tanganku langsung ditarik Dama masuk kedalam rumah, menghempaskanku ke sofa ruang keluarga.
"Mas..ada apa?" lagi lagi Dama tidak menjawabnya.
"Mmmppphhh..." Dama langsung menyambar bibirku dengan kasar. Kupukul pukul dadanya kuat, dama tak bergeming. Terus ******* bibirku.
"hah hah hah" nafasku tersengal, dengan cepat mengambil banyak banyak udara.
"Masss..apa yang kamu lakukan?" aku berteriak. Menutup ****** dengan menyilangkan kedua tangan.
"Mas, aku mohon jangan seperti ini. apa salahku mas?" aku menangis terisak. Dama tetap tidak menjawabku.
"Aku mohon mas, jangan seperti ini. Aku mohon"
"Ahh...mas. to-long..eugh. berhenti"
"Aku sudah bilang berapa kali? aku tidak suka kamu dengan laki laki lain. Kamu istriku Andini, sadarlah!!" Dama berkata tegas tepat didepan wajahku.
"Maaf mas"
Aku pasrah, serasa semua tulangku remuk. Dama menyandarkan tubuhnya ke sofa mengatur nafas.
Dama mendekat dan memelukku.
"Maaf.." kata itu saja yang terucap dari bibir Dama. Aku diam tak membalas pelukannya ataupun menjawab permintaan maafnya.
Dama menggendongku ala bridal style ke lantai atas, ke kamarku. Aku menenggelamkan wajahku pada dada Dama. Dibaringkannya tubuhku dikasur, membawaku dalam dekapannya lalu menarik selimut dan kami tidur.
******
Kumandang adzan subuh membangunkanku. Mengerjapkan mataku perlahan dan berulang. Astaga, tubuhku terasa remuk. Melihat Dama masih memejamkan matanya dengan tangannya memelukku. Aku bangun perlahan melilitkan selimut ke tubuhku menuju pintu kamar mandi. Membersihkan diri lalu mengambil air wudhu. Setelah selesai, aku membangunkan Dama.
"Mas.." aku menggerak gerakan tubuh Dama.
"Hemm" Dama masih menutup matanya.
"Bangun mas, mandi terus sholat subuh" aku masih terus membangunkannya.
"Iya sayang" Dama bangun dan duduk.
"Kamu udah mandi?" aku mengangguk.
"Uasudah, aku mandi dulu. Kita berjamaah" Dama berjalan ke kamar mandi.
Selesai sholat subuh, Dama langsung membalikkan badannya masih dengan duduk bersila. Memandangku lalu mengecup keningku dalam.
"Maafkan aku...apa kamu mau maafin aku?" suara lembut Dama ditelingaku. Aku mengangguk. Bagaimanapun memang aku salah, tidak sepantasnya aku bersama dengan laki laki lain yang bukan muhrim.
"Maafin aku juga mas, aku salah" aku memeluk Dama masih dengan mukena yang kupakai.
"Jangan diulangi lagi" suaranya masih saja lembut. Sangat menenangkan. Ingin berlama lama seperti ini.
"Iya mas..mas kenapa semalam pulang? harusnya di apartemen kan?" aku bertanya karna penasaran.
"Karna kamu gak angkat telfon dan juga membalas pesanku. Aku khawatir"
"Maaf mas, handphoneku silent mode. Mba Rania?" tanyaku ingin tahu.
"Aku sudah ijin"
"Apa mba Rania gak marah mas?" Aku takut melukai hati Rania. Walau bagaimanapun dia juga istri Dama.
"Enggak"
"Mau jalan pagi?" Dama mengajakku. Kami langsung berganti pakaian dan siap keluar jalan pagi disekitar komplek.
******
Jalan pagi untuk pertama kalinya bersama suamiku Dama. Aku terkejut saat Dama menautkan jemarinya erat.
"Hari ini ada kuliah?" Dama bertanya padaku.
"Iya mas, jam 10" jawabku.
"Oke, aku antar ya?" Dama menatapku.
"Tapi mas kan harus ke kantor"
"Aku libur" Dama menatap ke arah depan, tetap memegang tanganku erat sambil terus berjalan santai.
"Kok libur lagi mas? memangnya gak ada kerjaan? kasian mba Rania, pasti dia jadi kerepotan" Aku mengalihkan pandanganku ke arah Dama.
"Gak kok, aku sudah suruh Kemal bantuin Rania. Aku mau fokus ke kamu dulu" Dama menarik genggamannya lalu mengecup punggung tanganku.
"Memangnya aku kenapa? kenapa harus fokus ke aku mas?" Aku bingung.
"Pengen manja manjaan sama istriku yang satu ini" Dama mencubit pipi kananku.
"ih..sakit mas" Aku mengusap pipi kananku.
"Aku juga gak mau terlalu sibuk kerja trus gak ada waktu buat kamu. Nanti disamber orang lagi" aku menarik ujung bibirku ke atas, tersenyum kecil. Merasa bahagia karna Dama memberikan perhatiannya padaku.
"Tapi mba Rania gimana mas? dia pasti kecewa kalau mas lebih sering sama aku" Aku menunduk, aku sedih karna akulah yang datang diantara mereka berdua.
"Aku akan berusaha mencoba adil" Dama kembali menatap ke depan. Aku tau pasti ini sangat sulit.
******
Setelah jalan pagi bersama Dama. Aku kini sedang berkutat di dapur. Membuatkan sarapan untuk kami berdua. Hanya berdua saja dirumah, membuatku senang. Merasakan kehidupan berumah tangga seperti selayaknya.
"Kamu masak apa sayang?" Dama berbisik ditelingaku, memelukku dari belakang lalu meletakkan dagunya dibahuku.
"Buat nasi goreng aja kok mas. Mau pedas gak?" tanyaku sambil mengiris bahan pelengkap.
"Boleh, cup" Dama mengecup pipiku sekilas.
"Mas, aku lagi masak" Dama ******* leherku.
"Terusin aja masaknya, jangan peduliin aku" Dama terus saja melancarkan aksinya.
"Masss...aku lagi masak. please, aku selesaikan dulu ya?" Aku berbalik menghadap Dama dan ku dorong untuk duduk di kursi meja makan.
"Huh..baiklah" Dama mengalah dan duduk manis menungguku selesai memasak.
"Kalau begitu kan manis" Aku tersenyum dan mencubit lembut pipi Dama. Dama membalas dengan senyuman. Sungguh manis.
10 menit dan nasi goreng telur mata sapi sudah siap diatas meja makan. Aku dan Dama memulai sarapan kami berdua, hanya berdua saja. Duduk disampingnya, sesekali menatap wajahnya yang sedang menyantap masakanku dengan lahap. Sungguh bahagia. Andai Dama hanya milikku saja, nyatanya Rania yang lebih dulu memilikinya, aku harus tau posisiku.
"Nasi gorengnya enak mas?" aku bertanya padanya dengan kedua tanganku menopang dagu, sambil menunggu jawaban apa yang akan dia katakan.
"Enak sayang..kamu kenapa memasang wajah seperti itu? cute sekali" Dama mengacak acak rambutku yang aku ikat asal.
"Mas, rambutku berantakan" aku mencebikkan bibirku.
"Maaf maaf..." Dama merapihkan rambutku, memandangiku lalu mengangkatku berjalan ke ruang tengah.
"Mas turunin dong!"
"Gak mau, wle" Dama duduk dan aku ada dipangkuannya. Meletakkan kedua tanganku bergelayut manja pada tengkuknya. Kuusap rambutnya yang tidak panjang, rambut cepak mohawk. Kami berdua saling menatap dan tersenyum.
"Kamu ganteng mas" kini aku mengusap rahangnya yang mulus tanpa bulu. Karna memang Dama tipe yang rapih dan resik.
"Masa??" Dama mempererat rangkulannya pada pinggangku. Aku mengangguk, karna memang dia tampan. Seketika wajahku memerah karna kami begitu dekat.
"Kenapa pipi kamu merah?" tanya Dama mencubit pipiku lembut. Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku. Malu.
"Kenapa malu?" Dama membuka tanganku lalu menangkup wajahku dan menciumku dalam.
"Astaghfirullah" suara itu mengagetkan kami, langsung aku turun dari pangkuan Dama, berdiri menatap wanita itu.
"Maaf den, tadi saya sudah ketuk pintu tapi tidak ada jawaban. Jadi saya langsung masuk" wanita itu bernama Susan, asisten rumah tangga Dama yang pulang kampung dua minggu yang lalu. Susan tahu kalau Dama menikah sirih dengan Rania. Sekarang pasti dia sedang bertanya tanya siapa aku.
"Aku juga lupa kalau hari ini Bik Susan datang"
"Mmm..bik. Ini istriku Andini" Dama berdiri dan merangkulku.
"Istri?" bik susan terkejut.
"Andini dan aku dijodohkan ayah dan bunda bik. Satu minggu yang lalu kami menikah" jelas Dama.
"Non Rania?" bik Susan bertanya kembali.
"Dia juga masih istriku bik. Rania sekarang di apartemen. Kamu tau kan kalau ayah dan bunda tidak setuju aku bersama Rania, jadi kami masih merahasiakannya" Bik Susan beralih menatapku. Mungkin dia juga berfikir kenapa majikannya dengan santai membicarakan Rania didepanku.
"Andini juga sudah tau bik tentang Rania" seolah Dama tau apa yang ada dipikiran bik Susan. Bik Susan hanya mengangguk.
"Kalau gitu, saya permisi ke belakang den" bik Susan berpamitan ke kamarnya, meletakkan barang barangnya.
"iya bik"
"Mas, kenapa gak bilang kalau ada art?" tanyaku sambil kami berjalan menaiki anak tangga ke lantai atas.
"Kamu gak tanya" Dama menjawab santai.
"Pantes aja, rumah segede ini kenapa gak ada art. Ternyata pulang kampung. Aku fikir, aku harus bersih bersih sendiri" Aku menepuk keningku.
"Hahaha...mana mungkin aku menyuruhmu bersih bersih. Kamu istriku" Dama tertawa lalu membuka pintu kamarku.
"Mas kenapa ke kamarku? aku mau mandi, mau kuliah" Aku menghadang Dama agar tidak masuk ke dalam kamarku.
"Memangnya kenapa? ini kan rumahku, semua tempat milikku"
Ahh..bener juga omongannya. gumamku sambil menggaruk atas kepala yang tidak gatal.
"Kenapa diam?" Dama menundukkan wajahnya mendekat ke wajahku.
"Ma-u apa mas?" aku terbata saat wajahnya sangat dekat.
"Mau mandi bareng" Dama mengerlingkan matanya genit.
"Gak mau, nanti mas Dama godain aku. Aku bisa telat kuliah" aku menggelengkan kepalaku.
"Lagi ya, bentar aja kok. aku janji" Dama memasang wajah memelas.
"Gak mau ah mas" Aku membalikkan badanku berjalan ke arah lemari, meraih pakaian yang akan aku pakai.
"Nolak suami dosa lho sayang" Dama memelukku dari belakang saat aku mengambil pakaian.
"Tapi tadi malam kan udah mas, aku harus kuliah. Nanti aku telat" Aku mencoba melepaskan pelukan Dama.
"Gak usah masuk" Dama langsung menggendongku ke kamar mandi.
Bersambung...
******
Author : Maaf ya upnya sedikit lama 🙏 semoga suka dengan cerita antara Andini, Dama dan Rania. Terimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Eti Guslidar
dama egois tp yg wanita mau jg.
2021-07-04
0
Fi Fin
baru tau ada pembantu namanya susan kereeen
2021-07-03
0