Setelah acara makan malam yang berantakan itu berakhir, Miya berpamitan padaku dan Ibunya untuk pergi ke suatu tempat karena ingin dibiarkan sendiri. Aku yang merasa sangat ketakutan memutuskan untuk membuntutinya, dan ternyata ia pergi ke kediaman temannya, Ramsey.
"Hei, kekasihmu sudah menunggu di bawah sana selama tiga jam. Dia bisa mati kehabisan napas karena terus berada di dalam mobil," ujar Ramsey sambil menutup tirai kamarnya.
"Dia bukan kekasihku. Hubungan kami tidak seperti itu," balas Miya.
"Siapa pun yang melihat kalian bersama pasti akan langsung menganggap kalian sebagai sepasang kekasih."
Miya menarik selimutnya. "Matikan saja lampunya dan cepat tidur."
Ramsey menggeleng. "Wah, kau benar-benar berubah menjadi sangat tega saat sedang kesal. Dia pasti sangat lelah dan lapar. Kasihan sekali."
Waktu telah menunjukkan pukul satu pagi. Aku, Jeff dan Paul masih berdiam di depan kediaman Ramsey. Sudah ratusan kali aku menyuruh Jeff dan Paul kembali ke dorm, namun mereka langsung menolak dengan tegas. Aku tahu mereka tetap bersamaku karena khawatir aku akan berbuat gila pada sekitar, terutama pada Ayahku.
"Hei di sana," ucap Paul sambil menunjuk sesuatu."
Jeff menghembuskan napas lega. "Hah, akhirnya."
Terlihat Miya sedang berjalan menghampiri mobil kami. Spontan aku turun dari mobil dan berlari secepat kilat menuju Miya yang menghentikan langkahnya di depan pagar kediaman Ramsey. Ia tak mengatakan apa-apa padaku, hanya menyodorkan tas jinjingnya dan sebuah plastik putih besar.
Aku pun memutuskan membawa Miya ke dorm. Setibanya di dorm Miya langsung menggiring kami semua ke meja makan. Miya lalu membuka plastik putih yang ternyata berisi nasi goreng pedas dan tamagoyaki buatannya. Kami semua langsung menyantap makanan itu dengan lahap.
"Gila, ini sangat lezat," teriak Jess tiba-tiba.
Eli memukul kepala Jess dengan sumpit. "Kau bisa tersedak. Idiot!"
Seusai makan malam kami tak langsung pergi tidur, kami mengobrol di dekat api unggun. Aku tidur di pangkuan Miya, sambil menikmati usapan tangannya di kepalaku. Mataku mulai terasa berat. Aku pun terlelap dalam damai karena usapan tangan lembut Miya yang menenteramkan.
"Orang gila sialan ini benar-benar akan mati jika kau sampai meninggalkannya."
"Benar sekali. Baginya, kehilanganmu lebih menakutkan daripada dikepung musuh di medan perang," timpal Paul pada Jeff.
Miya tersenyum sambil berkata, "tapi sepertinya cobaan untuk hubungan kami ke depan akan semakin berat."
Jess merangkul Miya. "Hei, jangan terlalu khawatir. Terus maju saja. Aku ada di pihak kalian."
Eli berdeham, "aku juga akan ada di pihak kalian sampai akhir."
...***...
Saat ini Miya sedang duduk di mobil Susan. Miya bertemu Susan saat ia sedang menunggu bis di halte sekitaran universitasnya. Awalnya Miya menolak tawaran Susan yang ingin memberinya tumpangan, tapi akhirnya Miya menerima tawaran tersebut karena Susan berkata jika tempat yang mereka tuju sama, dorm Kingston.
"Jadi kau bertengkar dengan Ibumu dan tinggal sementara di dorm Kingston?"
Miya mengangguk pada Susan. "Aku berencana pulang ke rumah besok."
"Ya, segeralah pulang. Ibumu pasti sudah sa--"
KRUYUK.. KRUYUK..
Spontan Susan terbahak ketika mendengar suara perut Miya, ia pun menawari Miya makan siang namun dengan segera Miya menolak. Suara perut Miya yang semakin berisik, membuat Miya lagi-lagi menerima tawaran dari Susan. Kini mereka sedang duduk berhadapan di sebuah kedai sambil menyantap semangkuk ramen yang masih mengepul.
"Apa selama ini kau sadar jika diawasi?" tanya Susan.
Miya mengangguk. "Mungkinkah itu perintah dari Paman Aldrich?"
"Begitulah. Mereka adalah orang-orangku. Aku memerintahkan mereka untuk mengawasimu selama 24 jam."
"Aku mengerti. Sekali pun tidak nyaman diawasi, kurasa tidak ada yang bisa kulakukan selain menerima," jawab Miya pada Susan.
Susan menatap Miya dengan iba. Tiba-tiba Susan teringat akan perintah yang diberikan Aldrich padanya. Aldrich memintanya untuk menyampaikan secara langsung pada Kingston jika mulai minggu depan, Aldrich akan mengatur perjodohan untuk Kingston.
"Apa yang akan kau lakukan jika Kingston dijodohkan?"
Miya menoleh pada Susan. "Apakah Paman Aldrich berniat untuk menjodohkan Kingston?"
Susan mengangguk sembari meletakkan sumpit makannya. Susan membalas sorotan tajam dari bola mata abu-abu itu, yang terlihat sangat menanti penjelasannya. Setelah menghela napasnya beberapa kali, Susan pun akhirnya menceritakan tentang perjodohan itu.
"Begitu. Aku khawatir Kingston akan melukai Paman Aldrich lagi."
"Bukankah seharusnya kau mengkhawatirkan dirimu sendiri?" balas Susan pada Miya.
Miya tersenyum. "Aku tidak akan terluka."
"Bagaimana bisa kau tidak akan terluka melihat orang yang kau cintai dijodohkan dengan gadis lain? Dan bagaimana jika Kingston jatuh cinta pada gadis itu?"
Miya kembali tersenyum. Senyum yang langsung membuat Susan penasaran bukan main. Susan tampak sudah sangat tidak sabar mendapatkan jawaban atas pertanyaannya itu, namun Miya tak kunjung membuka suara.
"Karena nama anak-anak itu sudah tertulis di punggung kami," jawab Miya akhirnya.
...***...
Sepanjang hari ini aku hanya memandangi layar ponselku, menunggu telepon atau pesan singkat dari Miya. Siang tadi, aku langsung beranjak dari ranjangku dengan perasaan takut karena tidak kudapati Miya ada di sampingku. Aku berlari keluar kamar dan mencarinya seperti orang gila.
DRRTTT.. DRRTTT..
"Halo? Sudah selesai? Kau dimana? Mau kujemput? Ah, kukira kau Miya. Ada masalah apa?"
Suara tawa Jeff, Paul, Eli dan Jess langsung terdengar bersahutan satu demi satu memenuhi ruang tamu dorm kami. Aku yang sejak beberapa jam lalu hanya berbaring malas di sofa, langsung beranjak penuh semangat dan mengangkat telepon yang ternyata dari Susan.
"Tadi Miya bersamaku. Kami juga makan siang bersama. Tapi di tengah jalan mobilku mogok. Miya lalu kembali dengan taksi," terang Susan.
Aku menoleh pada jam dinding di belakangku. "Benarkah? Tapi kenapa dia belum juga kembali?"
"Mungkin sebentar lagi. Ah, aku akan ke tempatmu hari ini. Ada pesan dari Ayahmu yang harus kusampaikan secara langsung."
"Sampaikan sekarang saja," jawabku pada Susan.
Mendengar pesan mengerikan dari Ayahku yang disampaikan lewat Susan, sontak membuatku bergidik. Jika tidak teringat dengan nasihat dari Miya yang memintaku untuk tidak sembarangan melukai orang, sudah sejak kemarin malam aku mendatangi Ayahku dan melubangi jantungnya dengan puluhan peluru.
"Aku tahu kau akan menolak perjodohan ini, tapi lakukan saja meski nanti kau mengacaukannya. Miya juga terlihat tidak marah."
"Apa? Kau memberi tahunya soal perjodohan ini?" tanyaku dengan nada setengah berteriak.
KLEK!
Terlihat Miya kembali dengan menenteng sebuah plastik belanjaan berisi sayuran. Aku pun langsung memutus panggilan itu padahal Susan terdengar masih berbicara. Ingin rasanya aku segera menghampiri Miya, namun entah kenapa aku merasakan kaki-kaki ini takut untuk melangkah.
"Aku akan masak untuk makan siang," ucap Miya sambil tersenyum paksa.
"Hah, sialan. Tidak marah apanya. Kurasa kali ini ia akan menjambakku sampai botak," gumamku dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Lyn [🐧]
Aku baca suara perut Miya jadi kukuruyuk. 😂
2021-06-01
0
Ika Sartika
next
2021-04-02
0
YonhiarCY (Hiatus)
mau temen, mau sahabat kalo dia tuh cowo, pasti di anggep pacar😆 saudara cowo aja bisa di bilang pacar
ga cuma itu, kadang kalo adik cewe punya abang cowok dianggepnya doi😂😅
2021-03-29
0