JUST KILL ME
...CERITA INI HANYALAH FIKTIF BELAKA. JIKA TERDAPAT KESAMAAN NAMA TOKOH, ORGANISASI, TEMPAT KEJADIAN ATAUPUN JALAN CERITA, HAL TERSEBUT MURNI HANYA KEBETULAN DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN....
PRANG!!!
Seorang pria di sebuah ruangan remang melempar remote televisi ke arah cermin di depannya hingga kedua benda itu remuk dan jatuh bersamaan ke lantai. Perlahan pria itu berjalan menghampiri cermin raksasa yang kini hanya tersisa kepingan-kepingan.
"Ya, larilah sejauh yang kau mampu, dan sembunyilah di tempat-tempat yang tidak bisa kujangkau," gumamnya.
Pria itu berhenti di depan cermin raksasa yang berdiri kokoh di sudut kamarnya. Dia menunduk sambil memandangi sosoknya yang terpantul dalam kepingan-kepingan cermin yang berserakan di lantai. Air mukanya tampak gelap, karena jiwanya yang sudah dia tukarkan pada iblis.
"Meski harus menjungkirbalikkan semua tempat di muka bumi ini, meski harus menjejalkan peluru di jantung setiap orang, dan meski harus bereinkarnasi hingga seratus juta kali pun, aku bersumpah akan menemukanmu, Miya!" gumamnya lagi.
KLEK!
Suara pintu terbuka, terlihat seorang pria berperawakan tinggi besar keluar sambil mengenakan jaket jeans berwarna hitam. Rambutnya basah. Entah basah karena air atau keringat, namun butiran-butiran basah yang menetes ke wajah, telinga dan lehernya itu sangat memikat.
"Ayo pergi," ajak pria itu.
"Hei Kingston, duduklah dulu dan susun rencana dengan matang. Percuma saja kita keluar tanpa rencana, itu tidak akan menghasilkan apapun. Apa kau sadar jika selama ini kita hanya terlihat seperti anak ayam yang kehilangan induk?"
Kingston menghentikan langkahnya yang cepat, lalu menoleh pada pria berusia kisaran 40 tahun di belakangnya. "Apakah ada rencana yang perlu disusun jika yang dicari bahkan tidak meninggalkan satu jejak pun?"
"Walau begitu, rencana itu tetap diperlukan. Hei, kenapa kalian semua diam saja?" teriak pria itu kepada lima orang yang berdiri di sekitarnya.
"Kuharap kau tidak lupa jika yang baru saja kau hentikan itu adalah seorang tiran," bisik sahabatku pada pria itu.
"Jadi, mau terlihat seperti anak ayam yang kehilangan induk at--"
"Anak ayam, aku akan jadi anak ayam." Pria itu memotong ucapan Kingston dengan cepat.
...***...
Hujan lebat baru saja reda. Dari kejauhan tampak seorang gadis kecil berambut ikal dengan kuncir kuda sedang berjalan memunggungi seorang anak lelaki berkemeja hitam putih kotak-kotak. Si gadis kecil terus berjalan ke depan sambil bersenandung riang.
when i was just a little girl..
i asked my mother..
what will i be..
will i be pretty..
will i be rich..
here's what she said to me..
que sera sera..
Usianya tujuh tahun saat itu. Aku memanggilnya Miya, dan ia memanggilku, tidak pernah. Ya, ia tidak pernah sekali pun memanggilku. Padahal aku ingat betul kami saling memperkenalkan diri ketika pertama kali bertemu, namun hingga hari ini aku belum pernah mendengarnya memanggil namaku.
"Hei, apa aku cantik?" tanya Miya sambil tiba-tiba berbalik menghadapku.
"Tidak, kau berisik."
Miya nampak kesal, namun sama sekali bergeming dan tetap mendongak ke arahku. Miya menatap tajam dengan mata bulat abu-abunya yang berbinar indah. Angin yang berhembus tipis-tipis mengayunkan rambut kuncir kudanya yang diikat dengan pita merah muda.
"Seumur hidup akan kumaki angin jika berhembus lebih kencang dari ini dan membuat pita merah muda itu terlepas dari rambut ikalnya yang lembut!" umpatku dalam hati.
"Ambilkan itu," pinta Miya sambil menunjuk bunga marigold.
"Itu tidak cantik."
"Itu," tunjuk Miya lagi pada segerombol bunga lili berwarna oranye.
"Juga tidak cantik."
DUG!
Kaki kecil Miya yang dibalut kaos kaki putih berenda merah muda itu menendang kakiku. Sesaat tidak terasa sakit, namun perlahan mulai terasa perih ketika pagar rumah Miya terlihat sedikit demi sedikit dari kejauhan.
"Semua bunga itu cantik!" seru Miya sambil berlari.
Aku diam terpaku memandangi Miya yang berlari di depanku sambil sesekali berbalik dan menyerukan ungkapan kesalnya. Kekesalan Miya yang menggemaskan sama sekali tidak membuatku goyah pada pendirianku. Bagiku, tidak ada yang bisa lebih cantik selain dirinya.
"Kaulah yang paling cantik, Miya," gumamku.
Hari itu, tepat dua tahun kami bersama. Saat bersama Miya adalah saat-saat dimana kedua bola mataku hanya mau tertuju padanya seorang, pada gadis kecil berisik yang tidak pernah sekali pun memanggil namaku.
...***...
Saat ini aku sedang duduk berhadapan dengan seorang pria paruh baya yang mengenakan seragam tentara lengkap. Gumpalan-gumpalan otot yang menyembul di pelipis pria paruh baya itu menandakan jika dia sedang sangat murka. Dia memelototiku dengan kedua bola matanya yang nyaris melompat keluar.
"Jangan mengusiknya saat aku pergi."
"Ya Tuhan, sudah kukatakan ribuan kali padamu untuk berhenti mengekor pada gadis itu!" seru pria paruh baya itu padaku.
"Jutaan kali."
"Maka dari itu, fokuslah saja pada masa depanmu dan lupakanlah percintaan konyol kalian berdua."
"Ya, memang konyol. Bagaimana bisa aku sudah terpikat padanya bahkan ketika ia masih mengenakan seragam TK."
"Demi Tuhan, Kingston!" seru pria paruh baya itu lagi.
Aku tak menggubris seruan murka dari pria paruh baya itu. Perlahan aku beranjak dari sofa dan berjalan santai menuju kamarku yang ada di lantai dua. Pria paruh baya itu memanggilku berkali-kali, namun aku hanya melambaikan tanganku dan menunjukkan letak pintu keluar padanya.
"Akan kugunakan cara apapun untuk memisahkanmu dari gadis itu."
Mendengar apa yang dikatakan pria paruh baya itu spontan membuat langkahku terhenti. Amarahku memang terpancing, tapi entah kenapa aku malah menyuguhkan senyuman pada pria paruh baya itu. Perlahan aku berbalik, sembari menuruni beberapa buah anak tangga.
"Kalau begitu, bersiaplah untuk pertumpahan darah antara ayah dan anak."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Else Widiawati
mampir thor baca cerita pertamamu....kayaknya lebih suka dengan cerita ini yah.... wahh bakalan otw marathon ini
2023-07-19
0
$uRa
salam .baca ahh ..
2022-12-13
0
Ayoung Lely
mampir kk...😁😁
2022-11-12
0