Sudah dua tahun aku pergi. Pelatihan tentara militer amerika yang disebut tidak manusiawi oleh semua orang, terasa biasa saja bagiku. Banyak rekan-rekanku yang jatuh sakit, bahkan beberapa sampai harus mendapatkan perawatan psikologis serius, dan salah satu dari mereka adalah sahabatku, Jeff.
"Apa? Mau meledekku?" tanya Jeff padaku.
"Aku hanya ingin melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa salah satu anggotaku benar-benar masih hidup."
Jeff jatuh sakit setelah tak sengaja hampir meledakkan dirinya sendiri dengan granat saat latihan. Dia mengalami shock berat hingga sering berhalusinasi jika seluruh tubuhnya hancur. Dia lalu diistirahatkan selama dua hari karena kondisi psikologisnya yang cukup mengkhawatirkan.
"Sialan, kau berharap aku mati rupanya. Pergi sana, kau membuatku semakin sakit."
Aku mengabaikan Jeff yang terus mengoceh dan mengusirku. Aku duduk di tanah, lalu perlahan bersandar pada ranjangnya sambil merogoh selembar foto di saku seragam latihanku.
"Berapa umurnya sekarang?"
"Tujuh belas tahun," jawabku pada Jeff.
"Foto itu diambil saat musim semi, bukan? Dan saat kau mengendarai mobil Kakekku dengan ugal-ugalan."
Aku tertawa, "ya, musim semi. Musim semi yang terlampau hangat karena kulewatkan bersamanya," gumamku.
...***...
Hari itu adalah musim semi. Miya mengirimiku pesan singkat dan berkata ingin pergi melihat bunga sakura bersama teman prianya. Aku yang terlalu kaget saat membaca isi pesan singkatnya itu hampir menjatuhkan dumbbell seberat 15 kg di kaki Jeff.
"Hei, astaga hampir saja," teriak Jeff.
Tak kugubris teriakan Jeff yang nyaring. Dengan terburu aku memberikan kunci motorku dan merogoh paksa kunci mobilnya yang kuyakin dikantongi di saku depan celana birunya. Begitu dapat, aku langsung berlari secepat kilat meninggalkan tempat latihan kami.
"Hei, Kingston tunggu! Ah, dasar orang gila sialan. Kau akan mati di tangan Kakekku jika sampai mobilnya tergores sedikit saja. Kau dengar?" teriak Jeff lagi.
Aku menyusuri taman yang dipenuhi ribuan pohon bunga sakura itu dengan jantung yang terus berdegup tidak wajar. Setelah membaca isi pesan singkatnya, hanya pertumpahan darah yang terus terlintas di kepalaku.
"Lihat saja, aku akan merontokkan semua gigi teman priamu itu!" seruku dalam hati.
Kuisyaratkan pandanganku agar segera menemukan sosok yang kucari, seorang gadis berkulit seputih salju dengan seragam SMP dan tas ransel merah muda. Hingga akhirnya kutemukan sosok itu, sosok yang kucari-cari, sedang berada di tengah-tengah hamparan bunga rapeseed.
"Teman pria apanya? Dasar," gumamku sambil memandangi Miya yang sedang tertawa lepas bersama beberapa teman perempuannya.
Miya terlihat mengambil ponsel dari dalam tas ranselnya. Dengan refleks aku juga mengambil ponsel dari dalam saku jaketku, dimana langsung kudapati namanya muncul lewat panggilan masuk.
"Hei, dimana? Sungguh kau akan membiarkanku melihat bunga sakura bersama seorang pria? Jangan menyesalinya nanti. Hei, kau mendengarku?"
"Dasar berisik," balasku pada Miya.
"Ish, tunggu aku menjambakmu! Apa kau masih latihan bersama Jeff? Atau mungkin kau juga sedang melihat pemandangan ini?"
DEG! DEG!
Miya berdeham, "mmm entah kenapa aku merasa kau ada di sini. Sudah sejak lama aku merasakan perasaan aneh seperti ini. Tidak hanya bisa merasakan keberadaanmu saja, aku juga seolah bisa tahu isi kepala dan hatimu tanpa perlu kau ungkapkan."
DEG! DEG! DEG!
"Baiklah, ayo ke sana. Hei, aku harus pergi. Aku akan menghubungimu lagi nanti."
"Aku juga. Entah sudah sejak kapan bisa merasakan keberadaanmu, bahkan tanpa perlu kau ungkapkan pun, aku juga bisa tahu dengan pasti yang sedang kau pikirkan, yang sedang kau rasakan," gumamku lagi.
...***...
"Sudah puas main?" tanyaku sambil duduk di sampingnya.
"Kau? Bagaimana bisa?"
"Kenapa tidak bisa? Hanya tinggal membeli tiket kereta dan duduk di sebelahmu."
Selama di taman bunga sakura itu aku hanya bisa membuntuti Miya dari kejauhan. Aku menahan diri tidak mendekatinya karena tidak ingin mengganggu kebersamaannya dengan teman-temannya. Bukan, lebih tepatnya tidak ada celah untukku mendekat padanya karena teman-temannya yang terus menempel.
Aku baru bisa mendekatinya ketika tour berkeliling taman bunga sakura yang membosankan itu berakhir. Salah seorang temannya mengantarnya ke stasiun kereta. Tanpa pikir panjang aku pun langsung memarkirkan mobil Kakek Jeff di sembarang tempat dan mengejarnya yang terlihat sedang berjalan menuju loket tiket.
"Kenapa tidak bilang kalau kau juga ada di sana? Seharusnya kita berfoto dengan bunga sakura dan bunga rapeseed. Mereka sangat cantik bukan?"
"Tidak cantik," balasku pada Miya.
BUG!
Aku merasa deja vu. Saat itu pun Miya memukulku dengan keras karena aku menjawab dengan sama persis seperti saat ini. Aku terpingkal mengingat momen itu dan semakin terpingkal melihat wajah kesalnya. Kuraih tangannya yang tampak memerah setelah ia gunakan untuk memukul dadaku.
"Lepas," ketusnya.
CUP!
Kukecup lembut punggung tangannya dan kuletakkan tepat di jantungku. Wajahnya yang kini berwarna sama merahnya dengan telapak tangannya itu membuatku kembali terpingkal.
...***...
"Hei, kenapa tiba-tiba melamun sambil tersenyum seperti idiot? Mungkinkah kau sedang melamunkan hal-hal yang cabul dengannya?" tanya Jeff.
Aku mengangguk. "Aku sangat ingin menyentuhnya. Rambut ikalnya yang beraroma melon, tubuh kecilnya yang tenggelam saat kudekap, dan bibir merah pucatnya yang selalu menggodaku."
"Wah, kurasa hanya kau satu-satunya manusia di muka bumi ini yang dengan jujur mengakui kecabulanmu. Apa kalian sudah berciuman?"
Aku menggeleng sambil memasukkan kembali fotonya di saku celana seragam latihanku. Lalu perlahan aku beranjak, sembari membersihkan bokong celanaku yang kotor. Aku hendak kembali ke tendaku, namun Jeff menahanku dengan terus bertanya hal-hal yang tidak berguna, namun juga enggan kulewatkan.
"Kenapa? Ia tidak memberimu celah?"
"Aku hanya menunggu sampai ia memintanya. Bukankah bagi seorang gadis ciuman pertama itu sangat berkesan?"
Mendengar itu Jeff langsung memicingkan matanya padaku. Dia yang sedari tadi hanya berbaring malas di ranjangnya, tiba-tiba saja beranjak sambil menunjuk wajahku dengan semangat berapi-api. Aku sudah bertekad untuk mematahkan jari telunjuk Jeff jika tidak dia turunkan dalam tiga detik.
"Bukankah Tuhan menciptakanmu terlalu berlebihan? Jika wajahmu sudah diciptakan sesempurna ini, tabiatmu haruslah berengsek. Dasar tidak adil."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Else Widiawati
aku masih nyimak ceritanya thor....
2023-07-21
0
🌹Dina Yomaliana🌹
wkwkwk Jeff Jeff, kalau mau bunuh diri ngak harus pas latihan dan pake granat juga kali🤣🤣🤣 ngakak banget part itu, ngak ke bayang aja Jeff hancur berkeping keping ke astor🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Kingston tempramen juga ya🤣 baru bayangin teman laki2 nya Miya aja udah mikir pertumpahan darah segala🥵🥵🥵 ngeri kali kalau emang benar teman Miya laki-laki🤦🏻♀️🤦🏻♀️🤦🏻♀️🤦🏻♀️
2021-10-21
0
Rozh
ahahahaha. benar-benar tidak adil ya Jef.. betul sangat🤣🤣
2021-08-14
0