HOSH.. HOSH.. HOSH..
Miya terduduk dengan napas terengah setelah mendapatkan mimpi buruk tentang Kingston. Masih teringat dengan jelas oleh Miya, dalam mimpi itu Kingston tergeletak bersimbah darah karena ia menikam jantungnya berkali-kali.
"Mungkinkah terjadi sesuatu padamu?" lirih Miya.
Miya menoleh ke arah meja kecil di samping ranjangnya. Tampak ia ragu untuk meraih ponselnya yang ada di atas meja itu dan memutuskan kembali menarik selimutnya. Namun belum lama ia terlelap, mimpi buruk itu kembali datang.
Miya berteriak, "jangan.."
Miya terduduk ketakutan dan langsung meraih ponselnya. Sembari menyeka keringat di dahinya, ia mencoba menelepon seseorang.
"Apa? Kenapa? Kau bermimpi buruk lagi?" tanya Ramsey sambil menguap.
Miya tak menyanggah. Ia membiarkan teman dekat perempuan satu-satunya itu terus berbicara demi mendapatkan ketenangannya kembali.
"Jika dia terus datang ke mimpimu, berarti ada sesuatu. Telepon dia dan cukup dengarkan suaranya saja. Jangan sampai menyesal."
Miya terdiam ketika Ramsey mengakhiri panggilannya. Ia menghela napas dalam-dalam, lalu menekan beberapa digit angka yang hingga kini masih diingatnya di luar kepala. Jantungnya langsung terasa nyeri saat ia mendengar nada tersambung dari panggilan itu.
TUT.. TUT.. TUT..
Miya melirik jam dinding. "Ah, jam satu pagi. Kau pasti sedang beristirahat. Selamat beristirahat, Kingston."
...***...
Saat ini aku sedang duduk berhadapan dengan Ayah, Susan, dan seorang pria yang baru kuketahui namanya hari itu, Chin Mae. Selama hampir satu jam tak ada seorang pun yang bersuara.
"Jadi, apa yang akan kau lakukan kali ini?" tanya Ayah akhirnya.
Aku beranjak. "Hanya ingin membesuk."
"Kau menemukannya?" tanya Ayah lagi.
"Tidak, ia yang menemukanku."
"Kau pasti tahu jika Ayah tak akan tinggal diam, bukan?"
Mendengar itu sontak membuat langkahku terhenti. Aku berbalik dan tersenyum pada Ayah yang terlihat seperti orang yang sedang kebakaran jenggot.
"Coba saja. Jika tempo hari kubuat tembakanku meleset, di kesempatan yang akan datang pasti akan kubuat tepat sasaran."
BRAK!
"Dia sungguhan. Aku menjaminnya dengan lencanaku. Ah tidak, kujamin dengan kepalaku."
"Pergilah jika kau ada di pihak bocah berandalan itu," balas Ayah pada Chin Mae.
Chin Mae beranjak. "Dengan senang hati."
...***...
Sore itu, tampak Miya sedang berjalan keluar dari sebuah universitas sambil sibuk menatap layar ponselnya. Ia hendak menuju halte bis yang berada tak jauh darinya. Fokusnya pada ponsel itu terhenti ketika ia dapati rintik hujan mulai turun.
"Lama tidak bertemu, gadis kecil," gumamku dalam hati sambil memandanginya dari kejauhan.
Terlihat Miya sibuk mengusap basah bekas rintikan hujan dari ponsel, rambut dan pakaiannya. Mataku enggan berkedip memandangi gadis kecil yang sudah tidak lagi kecil itu. Tubuh kecilnya kini sudah sangat berisi, rambut ikal hitamnya juga bertambah panjang, dan kak-kakinya tampak sangat cantik mengenakan heels.
Jeff menyenggolku. "Hei, sampai kapan kau hanya akan memandanginya saja seperti seorang idiot?"
Aku tertawa mendengar itu dari Jeff. Suasana hatiku yang sejak beberapa hari lalu terasa tidak karuan, membaik seketika hanya dengan memandangi Miya dari kejauhan seperti sekarang. Dengan sabar aku menanti mata kami saling bertemu.
"Aku juga akan mengamuk kesetanan jika yang kucari seperti gadis itu."
"Benar sekali. Kurasa lebih tepat jika menyebutnya seorang dewi," balas Jessica pada Paul.
Hujan turun semakin deras. Tampak Miya menikmati hujan itu sambil mengayun-ayunkan kakinya yang menggantung di kursi halte. Aku sudah merasa tidak tenang karena ingin segera berlari menujunya. Penantianku pun terbayarkan ketika akhirnya mata kami saling bertemu.
DEG! DEG! DEG!
"Hei, kenapa gadis itu lari?" tanya Elizabeth.
Aku tidak bergeming dari tempatku dan hanya memandangi Miya yang langsung berlari dengan tergesa sesaat setelah melihatku. Aku tersenyum getir mendapati sosoknya yang semakin mengecil hingga akhirnya tak terlihat lagi.
Aku bergumam lagi dalam hati. "Kau tidak akan pernah bisa lari dariku untuk yang kedua kalinya, Miya."
Kini sosok kecil Miya sama sekali sudah tidak terlihat, namun bisa kurasakan ia masih ada di sekitarku. Sengaja aku memperlambat langkahku karena tidak ingin meninggalkan luka pada kaki-kaki cantiknya itu.
Paul menepuk bahuku. "Di sana. Gadis itu menuju stasiun kereta."
Aku melihat Miya masih berlari dengan sekuat tenaga melewati jembatan penyeberangan. Ia yang sedikit pun tidak menoleh padaku membuatku sangat resah. Lalu tanpa ragu, kuterobos lampu pejalan kaki yang saat ini masih berwarna merah.
"Hei, Kingston tunggu! Hei kau, dasar orang gila sialan! Hei!" seru Jeff.
TIN.. TIN.. TIN..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
🌹Dina Yomaliana🌹
mimpi mu berarti kalau Bang King sekarang sedang berusaha mencari keberadaan kamu Miya😌😌😌 dan yg bersimbah darah di dunia nyata bukan Bang King, tapi ayahanda nya yg ditembak😌
haduh, lari2 di bawah guyuran air hujan udah kayak Anjeli dan Rahul di film kuch kuch hota hei aja😂😂 awas Bang King, ada mobil lewat jangan sampe nabrak ntar mobil nya berguling guling kek kambing guling😂😂😂🤭🤭🤭🤭
2021-10-25
0
Arthi Yuniar
Kenapa Miya lari saat bertemu Kingston?
2021-04-23
0
Ika Sartika
semangat
2021-04-02
0