Ramsey menyapu lantai restoran sambil memandang ke arah Miya yang sedang berpamitan dengan Ibunya sebelum ia pergi ke universitas. Sam yang melihat keanehan Ramsey itu menjahilinya dengan menyemprotkan pembersih meja ke wajah Ramsey.
SRUT.. SRUT..
"Hei, kau cari mati hah?" teriak Ramsey.
"Apa kau sedang kerasukan roh jahat?"
Ramsey memukul kaki Sam dengan sapu. "Hidupku lebih jahat daripada roh jahat. Hei, apa kau tahu jika Bibi tidak merestui hubungan Miya dengan laki-laki bernama Kingston itu?"
Tampak Sam berpikir sejenak, lalu tak lama dia mengangguk dengan mantap kepada Ramsey.
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Karena waktu itu Miya tidak akan meminta kita merahasiakan pertemuannya dengan Kingston jika memang Bibi merestui hubungan mereka," balas Sam pada Ramsey.
Ramsey mengangguk-anggukkan kepalanya sambil memikirkan sesuatu yang lain dengan serius. Ia menceritakan pada Sam jika beberapa waktu lalu ia tidak sengaja mendengar pembicaraan Miya dengan Ibunya.
"Aku belum pernah melihat laki-laki bernama Kingston itu. Mungkinkah dia buruk rupa? miskin? atau seorang pengangguran sehingga Bibi tidak merestui hubungan mereka?" tanya Ramsey.
"Mmm pasti salah satu dari itu."
Miya memanggil Sam dan Ramsey yang sedang bersih-bersih restoran sambil menggosip itu. Ia lalu melambaikan tangannya pada mereka, dan langsung melanjutkan langkahnya menuju pintu keluar setelah mereka membalas lambaian tangannya.
...***...
Aku sedang berbincang serius dengan Jeff, Paul, Eli, Jess, Chin Mae dan Susan. Dua pekan yang lalu kami memutuskan untuk bergabung menjadi agen FBI. Kami sangat memenuhi kualifikasi sehingga langsung diterima dan dipercayakan sebuah misi.
"Sebenarnya misi ini mudah. Kita juga sudah mendapatkan kelemahan si penghubung untuk mendekati target," terang Chin Mae.
"Sudah delapan orang agen kami yang hilang setelah dikirim untuk mendekati si penghubung," timpal Susan.
Kami tidak merespon apa-apa pada Chin Mae dan Susan. Kami hanya fokus membaca berkas-berkas dari target, si penghubung dan orang-orang yang terlibat dengan mereka.
"Kelemahan si penghubung adalah laki-laki tampan. Tapi semua laki-laki ini terlihat biasa saja jika dibandingkan denganku," ujar Jeff.
Eli menggelengkan kepalanya. "Yang benar saja."
"Senjata yang kubuat bisa membidik dari jarak berapa pun. Apa tidak bisa jika target langsung dilumpuhkan?" tanya Paul.
Jess berteriak, "hei, bisa-bisanya kau melupakanku. Aku juga berperan besar dalam pembuatan senjata itu."
Chin Mae dan Susan menonton perdebatan tidak berbobot itu dengan wajah yang tampak ragu dan cemas. Perdebatan itu berakhir ketika aku melemparkan berkas yang sejak tadi kubaca dengan serius.
"Jess, sadap informasi apapun dari target, si penghubung dan semua orang yang terlibat. Paul, siapkan senjata yang paling dibutuhkan. Eli, buat dua buah topeng wajah palsu sekarang. Aku dan Jeff akan langsung mengamati di lapangan."
...***...
KLEK!
Miya tiba-tiba mendatangiku dengan raut wajah yang sangat murka. Ia langsung melangkah menghampiriku sambil berkecak pinggang. Aku yang yakin jika kemurkaannya itu ditujukan padaku, dengan santai berdiri di depannya. Sementara Jeff dan yang lain berpura-pura menyibukkan diri.
"Tidak bisakah kau berbuat gila hanya pada orang-orang di sekitarmu saja?" tanya Miya.
"Kurasa aku sudah melakukan itu."
"Lalu kenapa orang-orang di sekitarku sampai ikut merasakan kegilaanmu juga?" tanta Miya lagi.
"Karena orang-orang di sekitarmu sama dengan orang-orang di sekitarku."
DEG!
Mendengar apa yang baru saja kukatakan, membuat wajah Miya tiba-tiba saja memerah. Ia memunggungiku sebentar lalu berjalan dengan cepat menuju pintu keluar.
"Minta maaf pada Pak Keita sekarang juga."
"Tidak ada alasan untukku meminta maaf padanya," sahutku santai pada Miya.
Seketika Miya menghentikan langkahnya dan berbalik. Ia kembali menghampiriku dengan raut wajah yang satu juta kali lipat lebih murka dibandingkan sebelumnya.
"Bukankah Pak Keita yang seharusnya membutuhkan alasan kenapa dia sampai dirawat di rumah sakit saat ini?"
Aku menghela napas. "Aku cemburu karena sepertinya kau sangat dekat dengannya."
DEG! DEG!
"Apa yang sebenarnya mereka berdua sedang perdebatkan?" tanya Eli.
"Kemarin dia datang menjemput Miya di universitasnya. Lalu dia melihat Miya sedang mengobrol dengan dosennya. Dia merasa Miya terlalu dekat dengan dosen itu," terang Jeff.
"Satu tangan dan kedua kaki dosen itu patah," tambah Paul.
Jess bertepuk tangan. "Wah, dia memang selalu berbuat gila seperti biasanya."
Terlihat Miya semakin mempercepat langkahnya untuk keluar dari dorm kami. Suara sepatu heelsnya yang berisik seolah menandakan bahwa kemurkaannya semakin menjadi-jadi.
"Aku tidak mau tahu, minta maaf pada Pak Keita hari ini."
Aku membalik lembar berkas yang sedang kubaca. "Jika aku bertemu dengannya sekali lagi, dia mati."
"Mmm maaf menyela. Tapi Miya, kau pasti tahu kalau dia benar-benar akan melakukannya, bukan?" ujar Jeff.
Miya menoleh sebentar pada Jeff. Dilihatnya Paul, Eli dan Jess kini sedang mengangguk-anggukkan kepalanya bersamaan, sebagai tanda bahwa mereka semua setuju dengan apa yang baru saja dikatakan Jeff padanya.
Miya berganti menghela napas. "Kau memukul Pak Keita hanya karena kami mengobrol?"
"Kurasa kalian tidak hanya mengobrol. Dosen itu juga ingin mengantarkanmu pulang, bukan?"
"Kau pikir hanya Pak Keita yang ingin mengantarkanku pulang?"
Aku langsung meletakkan berkas yang kubaca ketika mendengar pertanyaan panas itu dari mulut Miya secara langsung. Kuregangkan otot leherku yang sejak beberapa hari ini terasa sangat pegal. Aku lalu menghampiri Miya yang kini sedang berdiri di dekat pintu masuk.
"Sepertinya aku harus mengirim lebih banyak orang ke rumah sa--"
Tiba-tiba Miya berteriak, "yang disukai Pak Keita itu Sam, bukan aku! Setiap hari Pak Keita terus memohon padaku agar diberi nomor ponselnya Sam! Lagipula untuk apa aku yang sangat sempurna ini menyukai Pak Keita yang seperti itu hah? Kau pikir aku sudah tidak waras?"
UHUK.. UHUK..
Spontan aku dan yang lain terpingkal bersamaan mendengar penjelasan dari Miya. Kami terus terpingkal melihatnya yang kesulitan bernapas setelah berteriak dan berbicara terlampau cepat hingga berakhir terbatuk hebat. Aku lalu melanjutkan langkahku dan langsung memeluk Miya.
"Lepaskan! Jangan dekat-dekat denganku sebelum kau meminta maaf pada Pak Keita."
"Baiklah, aku berjanji akan meminta maaf padanya," bisikku.
"Minta maaf sekarang juga."
Aku masih berbisik. "Baiklah, ayo pergi bersama."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
🌹Dina Yomaliana🌹
babang king itu sempurna tau! ngak ada di antara salah satu yg kalian sebutkan itu Ramsey😪😪 kalau kau sudah bertemu dengan babang king pasti bakal terpesona juga kau nanti🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
2021-11-07
0
Ika Sartika
terlalu titik
2021-04-02
0
Kadek Pinkponk
posesif banget kingston
2021-03-27
1