Tampak Miya sedang duduk berhadapan dengan seorang pria di sebuah kafe. Pria itu adalah partner kencan buta Ramsey. Satu jam yang lalu Ramsey menelepon dan memohon padanya untuk menahan pria itu karena ia sedang berada dalam masalah, alisnya tak sengaja tercukur saat dirinya sedang berhias.
"Saya sudah sangat senang karena mengira anda adalah Nona Ramsey," tutur pria itu malu-malu.
Miya tersenyum paksa. "Ramsey adalah gadis yang sangat ceria. Anda pasti tidak akan kecewa."
Pria itu berdeham, "sejujurnya saya lebih menyukai gadis yang tenang seperti anda."
GLEK.. GLEK.. GLEK..
Spontan Miya dan pria berkemeja kuning itu terkejut bersamaan ketika melihatku yang tiba-tiba saja berdiri di samping meja mereka. Terutama pria itu, mulutnya ternganga mendapati minumannya yang telah kutenggak habis.
"Coba katakan sekali lagi, siapa gadis yang kau sukai?" tanyaku sambil memelototi pria itu.
"Hei hentikan," bisik Miya padaku. "Maaf saya permisi sebentar. Silakan anda memesan minuman yang baru sambil menunggu."
Miya menggandengku dengan erat, seolah sudah tahu akan kugunakan tanganku untuk mematahkan gigi atau rahang pria bermata sipit itu. Ia mendudukkanku dan tiba-tiba saja memelukku. Amarahku sirna seketika saat menghirup aroma manis dari tubuhnya.
"Aku tetap akan menghajar pria lembek itu sekali pun kau melakukan ini."
"Jangan sembarangan melukai orang. Kadang situasi yang kau lihat berbeda dengan apa yang sebenarnya terjadi," balas Miya padaku.
Aku bergumam, "aku tetap akan menghajarnya."
Miya lalu melepas pelukan itu, sembari duduk di kursi yang berada di sampingnya. Tatapannya padaku berbeda. Entah kenapa aku merasa telah melakukan sesuatu yang salah dan ia sedang menungguku untuk mengakui kesalahan itu. Aku tak berkutik, karena disudutkannya dengan sempurna.
"Apa ini? Kenapa jadi aku yang harus menjelaskan? Memang apa kesalahan yang telah kuperbuat?" gerutuku dalam hati.
"Miya? Hah, apa aku terlalu lama? Alis ini membuatku gila. Hei, apa dia orangnya? Halo, aku Ramsey Ivy. Wah, ternyata aslinya anda berkali-kali lipat lebih tampan."
"Senang bertemu denganmu Nona Ramsey. Perkenalkan, aku Lexander Kingston."
"Saya juga senang ber--" Ramsey berteriak, "apa? Siapa?"
...***...
Beberapa menit yang lalu Miya meneleponku dan berkata jika Ibunya mengundangku untuk makan malam. Aku yang mengira itu hanya mimpi, langsung melemparkan ponselku ke sembarang tempat sesaat setelah Miya mengakhiri panggilan kami. Aku lalu kembali melanjutkan tidurku dan terbangun ketika langit sudah gelap.
"Ibu, sepertinya dia tidak akan datang. Ayo kita makan saja."
"Tapi bukankah dia bilang akan datang? Kita tunggu saja sebentar lagi." Feriha beranjak. "Ibu akan memanaskan lagi supnya."
"Tapi dia tidak menghubungiku lagi sejak tadi siang, Bu. Kurasa dia masih lelah setelah bekerja."
TOK.. TOK.. TOK..
Mendengar suara ketukan pintu itu Miya dengan segera berlari membukakan pintu. Ia berharap jika yang datang bukan Ramsey, Sam atau siapa pun selain Kingston. Dan saat pintu terbuka, Miya memang mendapati Kingston ada di depannya, beserta Jeff, Paul, Eli dan juga Jess.
"Aku membawa mereka untuk menjadi saksi kenapa aku datang terlambat."
"Aku tetap akan menjambakmu sekali pun kau membawa mereka," jawab Miya padaku.
Aku tertawa. "Berhenti menirukan gaya bicaraku."
Rumah yang sederhana, dengan banyak foto yang tergantung di dinding. Di tengah ruangan itu berdiri dengan kokoh sebuah rak buku raksasa. Lalu di lantai dua terdapat tiga buah kamar. Tampak pada sisi kanan dan kiri masing-masing kamar itu tergantung replika lukisan karya Vincent Van Gogh.
"Waktu benar-benar cepat sekali berlalu. Padahal seperti baru kemarin aku melihatmu memakai seragam SD dan menggandeng Miya yang masih balita," ucap Feriha sambil menuangkan sup ke mangkuk-mangkuk.
Aku tersenyum. "Benar. Bagaimana kabar Bibi?"
"Seperti yang kau lihat. Hidupku berubah setelah dibuat tidak nyaman oleh Ayahmu. Tapi sudahlah, lupakan saja."
Spontan Miya menghentikan kegiatannya menuangkan air ke tiap-tiap gelas, dan menoleh pada sang ibu. "Kenapa Ibu berkata seperti itu?"
Feriha hanya diam, sambil terus menuangkan sup ke mangkuk-mangkuk. Suasana makan malam itu berubah mencekam setelah aku dan Ibunya mulai saling berbasa-basi. Tidak ada yang berani bersuara selain denting jam, dan bunyi sendok sup yang diaduk. Dan tak berselang lama, suara tangis Feriha mulai menggema.
"Ayahmu tidak ingin kau bersama putriku karena dia menganggapnya jala** sepertiku. Lantas salahkah aku jika aku juga tidak ingin kau bersama putriku karena aku menganggapmu kejam dan mengerikan seperti Ayahmu?"
Miya berseru, "Ibu!"
Apa yang baru saja dikatakan Ibunya membuat lidahku kelu. Terlebih suara Miya yang terdengar bergetar saat berseru pada Ibunya, membuat tangan ini tanpa sadar mematahkan sumpit besi yang sedari tadi tergenggam erat.
"Maafkan aku Kingston, karena telah meluapkan kemarahanku padamu. Aku hanya teringat saat Ayahmu merendahkan Miya wa--"
"Bu, sudah hentikan," sela Miya pada Feriha. "Maaf, tapi bisakah kalian pulang saja?"
Terdengar tangis Feriha semakin histeris. Dan Miya tiba-tiba saja beranjak, tanpa mengatakan apapun Miya langsung berjalan terburu menuju kamarnya di lantai dua. Aku bisa merasakan jika Miya sedang menahan tangisnya saat ini.
"Aku sudah pergi dari Ayahmu, tapi kenapa dia masih mengganggu ketenangan kami. Dia bahkan sampai memata-matai Miya dan mengirimkan foto-foto kebersamaan kalian."
HIKS.. HIKS.. HIKS..
"Aku tidak tahu kenapa aku begini, padahal aku mengatakan pada Miya jika aku ingin mengenalmu. Maafkan aku, Kingston," imbuh Feriha sambil terisak.
KLEK!
Tampak Miya keluar dengan membawa tas jinjing berukuran sedang. Feriha yang melihat sang putri hendak pergi, langsung bergegas dari tempat duduknya dan mengampiri Miya setengah berlari.
"Miya, kau mau ke mana? Ini sudah malam. Maafkan Ibu. Ini salah Ibu karena telah terbawa emosi."
HIKS.. HIKS.. HIKS..
"Seharusnya aku tahu bahwa Ibu adalah orang yang akan selalu memegang sumpahnya. Hah, aku memang bodoh," sahut Miya dalam hati.
Miya menarik napasnya, lalu melepaskan cengkraman kuat tangan Ibunya itu dengan lembut. Miya lalu menyapu air mata sang ibu sambil tersenyum dan berkata jika saat ini ia ingin diberikan waktu untuk sendiri. Setelah itu Miya menghampiriku dan mengusap dadaku berkali-kali.
"Ingat, jangan sembarangan melukai orang. Pulanglah dan istirahat. Aku akan menghubungimu nanti."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Ika Sartika
lanjut
2021-04-02
0
YonhiarCY (Hiatus)
ahh~ paling tak kuat melihat pertengkaran hingga memutuskan untuk pergi huhu😭
2021-03-28
0
Nofi Kahza
lexander kingston. bener2 cocok dg karakternya yang kuat dan berani. dan tidak lupa, cemburuan yang tiada obat n nekatan🤣
Ya ampun. aku sedih😭 kenapa halangan bercinta kasih krn tiada restu ortu itu menjadi ranting tertinggi di dunia nyata maupun dunia kehaluan.
2021-03-06
0