Hari ini, tiba waktunya aku pergi ke Amerika untuk menjalani pelatihan tentara selama lima tahun. Sepanjang perjalanan menuju bandara, aku hanya menunduk memandangi foto Miya yang sedang tersenyum ceria di tengah-tengah hamparan bunga rapeseed.
"Kau pasti akan datang, bukan?" gumamku.
Aku menahan panas di kedua mataku dengan sekuat tenaga. Kukantongi fotonya di saku depan jaketku, dan perlahan membuat jantung ini kembali berdegup wajar. Aku melewati tempat demi tempat yang banyak menyisakan kenangan dengan Miya, hingga tanpa kusadari kedua pipi ini telah basah.
...***...
HIKS.. HIKS.. HIKS..
"Miya, berhentilah menangis."
"Aku tidak bisa bertemu dengannya untuk waktu yang lama, Bu. Aku harus pergi melihatnya."
"Tidak, Ibu tidak mau Ayahnya menyakitimu lagi."
Tangis Miya semakin histeris, lalu tiba-tiba ia berlari ke dalam kamar mandi dan terus menangis di dalam sana. Sang ibu berusaha untuk membujuk Miya, namun Miya enggan bergerak sedikit pun dari tempatnya. Waktu yang kian bergulir membuat tangisan Miya kian histeris.
"Baiklah, pergilah. Tapi jika sampai kau dibuat menangis lagi oleh Ayahnya, Ibu bersumpah akan membuat hari ini menjadi hari terakhirmu bertemu dengan anak itu."
KLEK!
Miya membuka pintu kamar mandi dan langsung menghambur memeluk Ibunya yang saat ini sedang berdiri tepat di depannya. Ibunya mengusap lembut punggungnya sambil berbisik bahwa ia harus segera bergegas sebelum Ibunya berubah pikiran.
...***...
Aku masih berdiri mematung sambil terus melihat ke dalam mobil maupun taksi bandara yang baru saja tiba, berharap Miya keluar dari salah satu kendaraan itu. Sahabatku, Jeff, menepuk bahuku dan mengisyaratkan bila sudah saatnya kami untuk pergi. Akhirnya, kupaksakan kaki-kaki ini untuk melangkah.
"Haruskah kuabadikan wajahmu yang saat ini sedang mati-matian menahan tangis?" tanya Jeff.
Aku tertawa sembari memukul keras perut Jeff dengan sikuku. Jeff yang berteriak kesakitan hingga terbatuk-batuk, membuatku kembali tertawa. Lalu tak berselang lama, setelah aku selesai menyusun semua barang bawaanku, terdengar suara ribut di pintu masuk pesawat.
"Kumohon, sebentar saja. Aku harus bertemu dengan seseorang," pinta Miya pada seorang pramugari.
Terlihat pramugari itu memandang Miya dengan ekspresi wajah kasihan. Ia yang sedari tadi mengusir Miya dengan halus sambil menghadang Miya dengan tubuhnya, akhirnya menyerah. Perlahan ia bergeser, dan memberikan ruang untuk Miya lewat.
DEG! DEG! DEG!
Lagi-lagi jantung ini berdegup tidak wajar ketika kudapati Miya sedang berlari di koridor pesawat sambil memeriksa satu per satu kursi penumpang. Miya datang dengan mengenakan gaun tidur berwarna merah jambu yang membuatnya terlihat sangat cantik.
"Hei berisik, aku di sini," teriakku pada Miya.
Miya yang mengenali teriakanku, langsung menoleh dan membalasku dengan senyuman. Aku mulai berlari menujunya, dan tanpa menunggu kuberi petunjuk, kaki-kaki ini seolah sudah tahu harus ke arah mana mereka berlari.
DUG! DUG! DUG!
"Bagaimana bisa kau pergi begitu saja tanpa menungguku?" tanya Miya sambil memukul dadaku.
Aku meraih kedua tangan itu dan bergantian mengecup mereka. "Aku sudah menunggumu sejak sebelum fajar menyingsing hari ini."
Kutatap Miya lekat-lekat, sambil menyentuh wajah mungilnya yang kini tenggelam di kedua tanganku. Tubuhku gemetar ketika menghapus air matanya yang seakan tak mau berhenti berlinang itu.
"Aku akan segera kembali. Dan saat aku kembali nanti, ayo bersatu di gereja itu, tempat pertama kali kita bertemu."
Miya mengangguk, lalu merogoh sesuatu dari dalam saku roknya. Dikaitkannya gelang tali berwarna merah menyala di pergelangan tangan kiriku. Terasa air matanya jatuh setetes demi setetes di punggung tanganku.
"Tuhan akan selalu bersamamu," ucap Miya pelan sambil mengecup gelang tali itu.
Aku tersenyum sembari memakaikan jaketku padanya. "Berjanjilah untuk menungguku dengan setia."
...***...
Miya masih memandangi pesawat yang dinaiki Kingston, yang semakin lama semakin mengecil dari pandangannya. Miya langsung jatuh terduduk ketika pesawat itu hilang bersama gumpalan-gumpalan awan di langit. Miya tak lagi menahan tangis histerisnya yang sedari tadi sudah ingin meledak.
"Aku bisa saja menghalangimu bertemu dengan putraku, tapi kurasa hati nuraniku masih tersisa sedikit," tutur Ayah Kingston, Aldrich.
"Kenapa Paman sangat membenciku?" tanya Miya.
"Bukan kau, tapi Ibumulah yang sangat kubenci."
"Bukankah Ibu yang seharusnya membenci Paman?"
Aldrich tertawa, "apa yang Ibumu katakan tentangku adalah bahwa aku orang yang membuat Ibu dan Ayahmu berpisah?"
Miya mengangguk, dan Aldrich kembali tertawa. Aldrich mengulurkan tangannya pada Miya yang sedari tadi terduduk di lantai bandara. Miya yang tidak meraih uluran tangan itu, membuat Aldrich kemudian berjongkok di sampingnya.
"Ayahmu sudah kuanggap seperti saudara kandungku sendiri, dan ketika aku tahu apa yang telah Ibumu lakukan, aku menyelamatkan Ayahmu."
"Apa yang telah Ibu lakukan pada Ayah?" tanya Miya lagi.
"Berselingkuh."
DEG!
"Ibumu sudah berselingkuh sejak kau masih sangat kecil. Aku mendapatinya keluar masuk hotel beberapa kali bersama pria lain. Ayahmu bilang Ibumu tidak mengelak soal itu, dan hari itu juga aku membantu Ayahmu untuk melepaskan diri dari Ibumu."
DEG! DEG!
"Ayahmu mengalami depresi berat karena tidak bisa melupakan Ibumu, dia sangat mencintai Ibumu lebih dari apapun. Akhirnya Ayahmu meninggal dengan cara menggantung dirinya."
DEG! DEG! DEG!
"Tapi Ayah meninggal karena kecelakaan," gumam Miya.
Aldrich tertawa lagi, tertawa lebih geli dibanding sebelumnya. Sedangkan Miya masih menatap tajam ke arah Aldrich sambil merasakan air matanya yang terus tumpah dengan deras. Cukup lama Aldrich menikmati tawanya, hingga akhirnya Aldrich menoleh dan membalas tatapan tajam itu.
"Kurasa sampai mati pun Ibumu tidak akan mengatakan kebenaran padamu. Hei, lebih baik kau tinggal di panti asuhan, daripada kau tumbuh menjadi menjijikkan seperti Ibumu."
"Ibu tidak seperti itu."
Aldrich menyodorkan sapu tangan pada Miya. "Terserah padamu bagaimana kau akan menyimpulkannya. Tapi jujur dari hatiku yang terdalam, aku berharap kau bisa tumbuh dengan asuhan yang benar."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
🌹Dina Yomaliana🌹
ahhh Miya manis banget🤧 bikin baper, apa dia ngak sadar ya pergi ke bandara masih pake baju tidur🤭🤭🤭 tapi tetap cantik🤭🤭 ah Miya, gelang itu akan menjadi petunjuk pertemuan kau dengan nya nanti🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺
2021-10-21
0
INONK 😍😍
kalau gaya bahasanya seperti ini..authornya rajin baca novel dr luar negeri nih..bahsanya sama seperti novel terjemahan luar..
2021-07-04
0
Lyn [🐧]
gak profesional nih bapaknya king, kalau benci emaknya ya anaknya gak usah dihujat juga pak. hmmmmmmm
2021-05-24
0