KLEK!
"Miya? Demi Tuhan, sudah Ibu bilang jangan menemui anak itu lagi."
"Ibu, apa benar Ayah meninggal karena Ibu?"
Ibu Miya, Feriha, tampak sangat tercengang mendengar pertanyaan itu dari Miya. Perlahan Feriha menggerayangi dinding di dekatnya untuk menopang tubuhnya yang tiba-tiba saja melemas, dan tak lama terdengar Feriha mulai menangis.
"Ibu, apapun yang terjadi aku akan selalu percaya pada Ibu."
Tangis Feriha semakin pecah. Dengan segera Miya memeluk erat Feriha. Ia mendudukkan Feriha di sofa ruang tamu, lalu bersimpuh di depan Feriha sambil terus bergumam bahwa ia sangat memercayai Feriha.
"Ibu sudah lama merasakan gelagat aneh Ayahmu. Ibu mencoba berprasangka baik namun hati Ibu sebagai seorang istri tidak bisa dibohongi. Ayahmu memiliki wanita lain."
Isak tangis Feriha menggema di seluruh sudut rumah sederhana itu. Miya beranjak, dan kembali memeluk Feriha. Dengan sabar ia menunggu hingga Feriha merasa tenang dan siap untuk bercerita lagi.
"Suami wanita itu adalah teman Ibu saat masih di perguruan tinggi, Chris. Chris sering pergi ke luar negeri untuk urusan pekerjaan. Tapi siang itu Chris tiba-tiba menemui Ibu, dan menunjukkan video perselingkuhan Ayahmu dengan istrinya."
"Bagaimana dia bisa tahu jika istrinya berselingkuh?"
"Ibu menemui Chris di sebuah hotel murah di sekitar stasiun kereta, karena penasaran akan hal yang sama denganmu. Ternyata diam-diam Chris kembali ke sini setelah mendapat kabar dari seseorang jika istrinya sering membawa pria lain ke rumah mereka."
"Dan pria itu adalah Ayah?"
Feriha mengangguk, "Chris sudah memantau istrinya dan Ayahmu sejak lama. Dia lalu menyuruh orang untuk memasang alat perekam di rumahnya hingga akhirnya mendapatkan video itu."
"Apa Ayah mengakuinya?"
Feriha menggeleng, sambil menarik napas panjang dan perlahan menghembuskannya. Tampak di tiap-tiap sudut mata Feriha mulai digenangi air mata lagi. Air mata itu langsung jatuh dengan derasnya ketika Feriha menunduk.
"Ayahmu malah menuduh Ibu yang telah berselingkuh. Dan sahabat Ayahmu, Aldrich, membuat Ayahmu semakin bersemangat dengan tuduhannya."
"Kenapa saat itu Ibu tidak mengatakan yang sebenarnya?"
Feriha tersenyum. Dibelainya rambut ikal putrinya yang sedari tadi tidak melepaskan tatapan tajam darinya. Feriha merasa sedih dan lega secara bersamaan. Sedih karena teringat lagi akan masa lalunya yang kelam, dan lega karena akhirnya ia bisa menceritakan masa lalu itu pada Miya.
"Karena Ibu sudah tidak mau lagi hidup dengan Ayahmu."
Miya tersenyum. Ia merasa jika keputusan yang diambil Ibunya saat itu adalah keputusan yang sangat tepat. Karena sekali seseorang berkhianat, besar kemungkinan mereka akan kembali berkhianat di kemudian hari. Jadi cukup dimaafkan, lalu dilupakan.
"Lalu, apa benar Ayah meninggal karena bunuh diri?"
"Iya. Ayahmu meninggal setelah divonis tertular penyakit kelamin. Namun surat wasiat yang ditinggalkannya seolah membuat Ibu yang menjadi penyebab kematiannya."
Miya menghambur memeluk Ibunya lagi. Diusapnya punggung sang ibu yang sudah bersusah payah menceritakan masa lalunya yang kelam. Sejenak ia merasa takut dengan sosok laki-laki, namun wajah Kingston yang sesaat terlintas ketika ia memejamkan matanya langsung mengusir rasa takut itu.
"Miya, kau tidak pantas mendapatkan kebencian dari siapa pun. Ayo kita pergi dari sini dan temukan kebahagiaan di tempat yang baru."
Miya terdiam. Tampak ia ragu-ragu untuk menjawab. Feriha yang sadar Miya sedang dalam keragu-raguan, langsung melepas pelukannya. Ia pandangi putrinya yang kini sudah tumbuh menjadi gadis yang menawan. Ia lalu tersenyum sambil menyentuh lembut kedua pipi putrinya itu.
"Jika kau butuh alasan yang kuat untuk pergi, Ibu akan menuntunmu pada alasan itu."
...***...
Miya dan Feriha sedang duduk berhadapan dengan Ayah Kingston, Aldrich, di sebuah kafe yang saat ini sedang ramai didatangi pengunjung. Feriha berencana membuat Aldrich mengatakan secara langsung jika dia pun tidak merestui hubungan Miya dengan putranya sehingga bisa membuat Miya menyerah, namun.
"Coba ulangi yang baru saja kau katakan?" tanya Aldrich pada Miya.
"Aku sangat menyukainya."
Aldrich mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia menatap serius ke arah Miya yang sedari tadi hanya tertunduk sambil memainkan jari jemarinya. Urat-urat kemurkaan di wajah Aldrich tampak jelas sekali terlihat, menandakan bahwa dia akan segera memuntahkan murkanya itu.
"Mmm tapi kurasa aku mencintainya. Meski belum tahu pasti perbedaan di antara keduanya, jika makna mencintai lebih besar, aku ingin mencintainya saja," tambah Miya.
"Usiamu baru lima belas tahun, tapi kau sudah pandai merangkai kata-kata yang bisa membuat hati laki-laki mana pun berdebar. Mungkinkah itu bakat yang diturunkan dari Ibumu?"
Mendengar apa yang dikatakan Aldrich, spontan membuat Feriha tersentak. Dengan segera Miya menahan Feriha yang hendak beranjak. Ia menoleh pada Feriha sambil tersenyum, seolah memberi isyarat bahwa ia bisa menyelesaikan sendiri apa yang telah dimulainya.
"Hanya melihatmu sekilas saja rasanya aku sudah bisa tahu kau akan menjadi seperti apa saat dewasa nanti."
"Aku akan menjadi seperti Ibu. Wanita berpendidikan tinggi, berpendirian, mandiri, tangguh, dan tidak segan membuang laki-laki yang tidak berguna," balas Miya pada Aldrich.
Spontan Aldrich tertawa geli mendengar apa yang baru saja dikatakan Miya, hingga membuat semua pengunjung di kafe menoleh pada meja nomor delapan yang ada di pojok. Seperti biasa, Aldrich menikmati tawanya cukup lama. Tawa yang sebenarnya menandakan bahwa dirinya telah kalah telak.
Aldrich berteriak, "siapa yang kau sebut laki-laki tidak berguna hah? Rupanya kau sudah menjadi jala--"
CURR..
Tiba-tiba saja Feriha menuangkan secangkir kopi ke kepala Aldrich, lalu meletakkan cangkir itu dengan kasar di meja. Miya hanya diam, karena ia tahu tidak ada siapa pun yang bisa menghentikan Ibunya jika sang ibu sudah naik pitam.
"Jika suatu hari nanti kebenaran terungkap, tidak akan ada maaf meski kau bersujud di kakiku, Aldrich! Dan tidak akan kubiarkan untuk yang kedua kalinya keturunanku jatuh cinta pada keturunanmu. Aku bersumpah!" seru Feriha.
...***...
Feriha terus menangis di sepanjang perjalanan. Suara roda kereta yang berisik, terkalahkan oleh tangis haru Feriha. Miya hanya bisa diam, sambil mengusap lembut lengan Feriha yang saat ini sedang bersandar padanya.
"Awalnya Ibu ingin membuatnya berkata langsung padamu jika dia pun tidak merestui hubungan kalian. Tapi bagaimana bisa dia malah merendahkanmu," tutur Feriha dengan suara parau.
"Tidak apa, Bu. Itu juga sudah cukup menjadi alasanku untuk pergi."
"Miya, maukah kau mengabulkan satu saja permintaan Ibu?"
Mendengar itu, spontan membuat jantung Miya berdegup dengan hebat. Seakan sudah tahu bahwa permintaan dari Ibunya pasti berkaitan dengan Kingston dan ia harus mengabulkan permintaan itu meski terpaksa, akhirnya ia pun mengangguk dengan berat.
"Berjanjilah untuk melupakan anak itu."
DEG!
"Ibu tidak mau lagi kau sampai direndahkan oleh Ayahnya. Hati Ibu sangat sakit ketika melihatmu diperlakukan jahat. Ibu mohon, Miya."
DEG! DEG!
"Miya?" panggil Feriha sembari beranjak dari sandarannya. "Berjanjilah pada Ibu, Ibu mohon padamu."
Miya kembali mengangguk dengan berat. "Aku berjanji, Bu."
DEG! DEG! DEG!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Rizky Anindiya
ikut sedih dgn nasib percintaan Miya.di satu sisi ibu yg sangat di sayangi.di sisi lain pria yg di cintai .mewek aku kak author😭😭😭
2022-03-19
0
🌹Dina Yomaliana🌹
lah kok😳 Aldrich bilang kalau Feriha yang selingkuh di belakang sahabatnya, ayahnya si Miya🤧 lah Feriha bilang kalau ayahnya Miya yang selingkuh 🤧 haduhhh jadi mana yg musti dipercaya atuh 🤭🤭🤭🤭 Feriha atau Aldrich🙄
hmmm aku juga lebih percaya sama Feriha kayaknya🤧🤧🤧 rangkaian cerita masa lalunya pd Miya lebih masuk akal dibanding Aldrich🙄🙄🙄 dan Aldrich juga sering banget merendahkan Miya 🤧🤧🤧 lupain aja deh Kingston, dan cari lelaki lain yg bisa bikin kamu bahagia Miya🖤🖤🖤🖤🖤
2021-10-21
0
Rozh
waduh😣
2021-08-14
0