****
Mutiara kesal sekali pada suaminya, bagaimana bisa dia pergi tanpa pamit? Dan bahkan nomornya pun tidak bisa dihubungi sama sekali, jadi buat apa dia meninggalkan sebuah ponsel mewah untuknya?
Selama dua minggu ini, tak pernah sekali pun pria itu berusaha memberikan kabar kepadanya. Membuat Mutiara selalu mengkhawatirkan dirinya setiap hari. Untung saja ada Elvina dan mbak Laras yang setia menghiburnya hingga membuat dirinya tetap tersenyum. Tapi setelah itu dia kembali diam dengan tatapan kosong. Dan jika sendirian, dia akan menangis. Mutiara tidak mengerti, kenapa hatinya bisa merasa sakit seperti ini? Harusnya ia sadar, ini merupakan salah satu resiko yang harus ia terima ketika setuju dengan perjodohan yang dibuat oleh kedua mertuanya.
Namun ini sudah dua minggu sejak kepergian Gilang. Apakah salah jika ia berharap mendapatkan kabar dari suaminya?? Bagaimana keadaannya, dimana dia, sedang apa dia, baik-baik sajakah dia?? Tidak bisakah dia khawatir setiap harinya?? Dan merindukan segala tingkahnya yang terkesan memaksa. Mutiara sadar jika saat ini ia merasa kehilangan sosok Gilang.
Mutiara baru saja selesai melakukan shalat malam saat ponselnya berbunyi. Nomor tidak dikenal. Ia berpikir sejenak menimang untuk mengangkatnya atau tidak?? Kemudian ia memutuskan untuk menerimanya, barang kali sangat penting.
"Halo" sapa Mutiara
Hening. Tidak ada sahutan. Mutiara menatap kembali nomor yang tertera di layar ponsel. Heran. Telephonenya masih terhubung, tapi tidak ada yang menjawab. Dia tidak tahu bahwa yang menghubunginya adalah Gilang.
"Halo, ini siapa?" Tetap tidak ada sahutan. Gilang terdiam, seulas senyum merekah di bibirnya. Mutiara menunggu, tapi dia tetap tidak mendengar suara apapun.
"Ternyata kamu berani melanggar laranganku gadis cilik!!" suara berat mulai terdengar ketika Mutiara ingin memutuskan sambungan telephonenya.
Mutiara terpaku, dadanya bergemuruh dengan hebat. Dia tidak tahu harus merasa senang atau takut. Suara itu...
"M-mas Gi-gi-lang" ucapnya terbata.
"Iya ini aku, bukankah aku sudah meninggalkan pesan jika ada nomor yang tidak dikenal maka jangan diangkat!! kenapa kamu masih mengangkatnya...hah...??" tanya Gilang dengan suara meninggi.
"Ma-ma-af...m-mas..."
Mutiara bergeming, tangannya mengepal menahan isak tangis sekuat tenaganya.
Ia bahagia karena bisa mendengarkan suara itu lagi, tapi ia pun takut karena sudah melanggar larangan suaminya. Gilang pasti akan marah, dia tidak suka jika perintahnya dilanggar.
"Sudahlah, aku bosan mendengarkan kata maafmu!! Bagaimana sekolahmu? Apa semua baik-baik saja?" tanya Gilang.
"Semuanya baik-baik saja mas, kapan mas Gilang pulang?" ucap Mutiara.
Gilang terkekeh senang, membuat Mutiara mengernyitkan kening. Adakah yang salah dengan perkataannya? Mutiara sadar, matanya membulat dan reflek ia memukuli kepalanya pelan.
"Kenapa kamu menanyakan itu hah?? apa kamu sudah merindukan suamimu ini" goda Gilang.
Mutiara menggigit bibir bawahnya, ia tidak tahu harus jawab apa??
"Bu..bu...kan i...i....tu...m-mas... a..a...ku... ta...kut sen...sen...di...di..ri...an... di... di... ru...ru...ru...mah" Mutiara gugup.
Gilang semakin tertawa kencang, ia bisa membayangkan bagaimana wajah istrinya sekarang.
"Aku tidak tahu kapan akan pulang!! Tapi ingat sekali lagi, jangan pernah berani menerima telephone dari nomor yang tidak dikenal!!" tegas Gilang.
"Iya mas.." Mutiara merasa sedikit kecewa.
*****
MUTIARA POV
Sejak telepon malam itu, dia tidak pernah lagi menghubungiku. Lagi pula, saat itu sudah cukup membuatku tenang. Cukup mengobati rasa rinduku. Aku yakin dia baik-baik saja saat ini, yang perlu aku lakukan saat ini hanya mendoakannya. Doa adalah satu-satunya penghubung meskipun kami berjauhan, yang tak akan pernah memutuskan ikatan kami walaupun kami berjauhan.
"Non Mutiara, kok makannya sedikit sekali??" mbak Laras menegurku saat aku menghentikan makan setelah menghabiskan beberapa suap saja.
"Aku sedang tidak nafsu makan, mbak" jawabku pelan.
"Maaf ya mbak, aku tahu kalau mbak Laras sudah susah payah memasak untukku. Tapi aku benar-benar tidak berselera makan" lanjutku lagi.
Mbak Laras mengangguk, dia sepertinya paham tentang apa yang sedang aku rasakan saat ini. Berjauhan dari suami memang bukanlah perkara yang mudah.
"Kalau begitu aku ke kamar dulu ya Mbak.." cuitku meninggalkan meja makan.
Dengan langkah berat, aku menapaki setiap anak tangga menuju kamar. Disanalah aku nantinya bisa meluapkan segala isi hatiku.
*Ceklek...
Aku membuka pintu kamar, menatap nanar ke dalamnya. Sangat besar tapi sunyi. Berbeda sekali dengan kamarku yang dulu, meskipun kecil tapi terasa hidup karena ada selalu ada curahan kasih sayang dari ayah.
"Ayah, apa aku salah menikah dengan anak majikan ayah? Apa aku sudah salah melangkah karena menerima perjodohan ini?" tanpa terasa aku sudah menjatuhkan air mata lagi.
Aku masuk ke dalam dan menuju tempat tidur merebahkan badan yang sudah terasa lelah baik secara fisik maupun bathin.
Aku benar-benar lelah dengan keadaan ini, aku sudah tidak sanggup jika harus menutupi segala perasaanku akhir-akhir ini. Aku merindukan suamiku, aku ingin segera dia pulang dan mencurahkan isi hatiku.
Aku tidak perduli jika ia akan menertawakan diriku, dan akhirnya semakin menjadikan aku sebagai boneka yang bisa dipermainkan kapan saja.
Aku berusaha menutup mata, bergabung dengan alam mimpi. Awalnya begitu sulit, namun karena malam semakin larut akhirnya aku bisa menuju alam mimpi.
🔹
🍁
🔹
Dengan mata yang masih setengah terpejam, Mutiara mengerang pelan sembari meregangkan tubuhnya yang terasa kaku. Setelah merasa tubuhnya cukup lemas, ia mengucek matanya yang terasa lengket. Detik berikutnya berganti dengan dahinya yang mengkerut ketika dirasanya tangan seseorang melingkar di pinggangnya. Mutiara membalikan badan, seketika matanya membulat dengan sempurna. Ia mengucek kembali kedua matanya, takut jika hanya halusinasinya saja. Tidak!! ini nyata dan bukan mimpi. Mutiara tersenyum manis, akhirnya ia bisa melihat wajah yang sudah ia rindukan belakangan ini.
"Dia terlihat tampan jika tertidur seperti ini??" lirih Mutiara.
Mutiara memberanikan diri untuk mengusap wajah suaminya yang masih damai dalam tidurnya. Ia membiarkan telunjuknya bermain-main diatas wajah Gilang. Rasanya begitu menyenangkan.
"Andai aku bisa melakukan ini disaat kamu terjaga, mungkin hatiku akan merasa jauh lebih bahagia. Tapi sayangnya itu hanya sebuah mimpi bagiku" ucap Mutiara.
Mutiara terlena dengan kegiatannya, ia terus saja bermain-main dengan wajah sang suami. Hingga telunjuknya berhenti tepat di bibir Gilang yang menurutnya terlihat begitu seksi. Wajah Mutiara merona, sekelebat bayangan ketika Gilang menciumnya kembali berputar-putar di otaknya.
"Kalau aku melakukannya saat dia tidur seperti ini, kira-kira salah nggak ya" Mutiara menggigit bibir bawahnya.
Ia tampak ragu, namun hati kecilnya terus mendorong untuk melakukan hal tersebut. Mutiara membungkukan badannya, perlahan tapi pasti ia mulai mendekatkan wajahnya pada wajah Gilang.
*Cup
B***r Mutiara sudah menempel pada b***r suaminya untuk beberapa saat. Jantungnya berdegub sangat kencang, ini pertama kalinya ia berani mencium seorang pria selain ayahnya.
Mutiara menegakkan badannya, ia segera beranjak dari tempat tidur. Meskipun suaminya masih tertidur, tapi debaran hati Mutiara semakin mengencang. Seakan dia habis mencuri sesuatu.
Mutiara mengambil seragam sekolahnya, kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Semoga saja suaminya tidak akan pernah tahu apa yang sudah ia lakukan tadi.
*****
Gilang membuka kedua matanya, ia masih bisa merasakan dengan jelas setiap perlakuan dan sentuhan yang lembut dari tangan istrinya. Entah apa yang sudah terjadi pada gadis ciliknya, sampai dia berani berlaku seperti itu. Apakah dia juga merindukan dirinya sama seperti ia merindukan dia?
Gilang hanya menggelengkan kepala, ia tersenyum bahagia. Tangannya tidak bisa berhenti menyentuh bibirnya yang baru saja mendapatkan sebuah kecupan hangat dari seorang Mutiara.
Gilang masih tidak bisa mempercayai jika istrinya sudah mulai berani mencium bibirnya. Sifat mesum yang ia miliki ternyata berhasil membuat keluguan Mutiara sedikit tercemar.
"Akhirnya, kamu berhasil aku takhlukan juga gadis manis" lirihnya kemudian
"Setidaknya sekarang kamu ada dalam genggamanku, jadi aku tidak perlu cemas jika ada seorang datang untuk memisahkan kita" Gilang tersenyum, ia memejamkan kedua matanya kembali.
*Ceklek....
Suara pintu kamar mandi terbuka, Gilang semakin memejamkan kedua matanya. Ia ingin tahu apakah yang akan dilakukan oleh istrinya.
"Sebaiknya aku memasak makanan kesukaan mas Gilang saja" ucap Mutiara pelan, lagi-lagi Gilang hanya tersenyum saja.
Mutiara keluar dari kamar. Gilang membuka matanya, ia pun beranjak bangun dan meloncat-loncat kegirangan di atas kasur layaknya seorang anak kecil yang baru saja mendapatkan hadiah spesial dari orang tuanya.
🔹
🍁
🔹
Seperti biasa, suasana meja makan tampak hening. Hanya terdengar suara dentingan sendok dan garpu yang saling beradu di atas piring. Namun kali ini ada juga yang berbeda, ada suatu kecanggungan diantara suami istri. Mereka diam membisu satu sama lainnya, tidak ada perdebatan yang terjadi seperti yang sudah-sudah.
Gilang asyik melahap habis sarapannya, ia bahkan sampai nambah beberapa kali. Mubazir jika tidak habis, bukankah itu terkesan menunjukan sebuah alasan yang klise?
Sedangkan Mutiara sendiri? dia tampak bahagia karena tidak ada protes dari suaminya tentang rasa masakannya. Itu berarti lidah Gilang cocok dengan masakan yang ia buat.
"Nanti pulang sekolah, aku yang jemput. Jadi jangan sampai kamu membuatku menunggu lama lagi" ucap Gilang setelah menghabiskan sarapan paginya.
"Baik mas" jawab Mutiara semangat.
Gilang mengerutkan dahinya hingga membuat Mutiara menggigit bibir bawahnya. Ia malu karena terlalu berantusias ketika mendengar suaminya akan menjemputnya ke sekolah siang nanti.
"Cepat habiskan sarapanmu! Apa kamu ingin terlambat pergi ke sekolah?" ucap Gilang lagi.
Mutiara menggeleng, ia pun segera melahab habis sarapannya. Hatinya benar-benar sangat berbahagia saat ini. Ia tidak perduli dengan apa yang akan terjadi esok hari, yang ia tahu hanyalah ia sudah mulai mencintai suaminya dengan sepenuh hati.
"Mbak Laras" panggil Mutiara setelah berhasil menghabiskan sarapannya.
"Iya Non" mbak Laras muncul dari arah dapur.
"Mbak Laras, tolong bereskan meja makan ya! Maaf aku nggak bisa bantu soalnya harus segera berangkat ke sekolah" cicit Mutiara.
"Non Mutiara tidak perlu meminta maaf seperti itu, inikan sudah menjadi tugas saya jadi tanpa non minta pasti saya akan bereskan" ujar mbak Laras dengan sopan.
Mutiara tersenyum, ia tahu jika Laras kembali bersikap formal kepadanya karena ada suaminya.
"Makasih ya mba" cuit Mutiara.
"Ayo mas, kita berangkat sekarang!" ajak Mutiara pada suaminya.
Gilang melirik istrinya, terpancar senyuman bahagia di bibirnya. Ia pun beranjak dari kursi, berusaha menyembunyikan debaran jantungnya. Senyuman yang manis dari sang istri seakan memabukkan bagi dirinya.
Author udah up lagi ya
bagaimana episode kali ini??
jangan lupa vote dan berikan dukungan kalian ya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
arin
nah kalo baca yg bgni kan ngga naik darah....jngn sllu CEO arogan menindas cwe yg gak pnya hehe
2021-11-11
0
Yus Gerin
mulai ada rasa tapi tak bisa mengungkapkan dengan kata 2 ...itulah cinta yg hadir di antara gilang dan mutiara...
2021-10-20
0
Ati Awal
🤗🤗🤗😍😍
2021-07-14
0