Untuk sesaat Gilang melirik ke arah Mutiara. Gadis itu hanya diam membisu, tangannya meremas-remas ujung kaos yang ia kenakan. Ia seperti dalam suasana yang sedikit ketakutan, dan menurut Gilang itu sangat menggemaskan.
"Elo sekelas sama Vina??" tanya Gilang berusaha mencairkan suasana, tapi sepertinya tidak berhasil.
"I...i...ya... Tu...tu...an mu..mu..da..." jawabnya gugup.
Gilang tersenyum kecut, melihat Mutiara yang ketakutan berada disampingnya. Apakah benar ia begitu menakutkan? sampai-sampai membuat wajah Mutiara menjadi pucat seperti itu.
"Elo nggak usah takut begitu, gue nggak akan ngapa-ngapain elo selama elo jadi gadis penurut" ucap Gilang.
Mutiara mengangguk patuh, entah apa yang ada dipikirannya saat ini? Namun Gilang sama sekali tidak perduli.
Justru Gilang merasa beruntung karena menerima gadis pilihan maminya, dia ternyata benar-benar lugu dan polos. Gilang jadi punya boneka baru untuk bisa ia permainkan kapan saja.
Jantung Mutiara berdetak dengan sangat cepat, berada disamping Gilang membuatnya merasa sulit bernafas. Jujur Mutiara sedikit mengagumi ketampanan yang dimiliki oleh Gilang, andai saja dia bukan sosok pria berdarah dingin, mungkin Mutiara akan merasa jauh bahagia bisa menjadi istrinya. Namun nyatanya tidak seperti itu.
Gilang sudah terkenal sebagai laki-laki berdarah dingin, dia tidak segan-segan melakukakan apapaun pada setiap orang yang sudah membuatnya marah.
Mutiara hanya bisa diam membisu, meskipun jauh di dalam hatinya ingin bertanya kenapa Gilang bisa menerima perjodohan ini?? Bukankah sejak awal pria itu sudah menolak perjodohan tersebut. Dan kenapa tiba-tiba sekarang Gilang malah ingin mempercepat pernikahannya.
Akan tetapi bibirnya seakan kelu. Ia benar-benar merasa takut berada dalam satu mobil dengan Gilang. Apalagi saat ini mereka hanya berdua sehingga membuat nyali Mutiara semakin menciut.
Mutiara bahkan tidak berani menoleh kearah manapun, ia hanya bisa menundukkan kepala. Berharap segera tiba di tempat tujuan.
*Ciiiittttt
Jantung Mutiara semakin berdegub kencang saat Gilang mulai menepikan mobilnya. Kini pria itu sedikit mencondongkan tubuhnya dan mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Mutiara. Hembusan nafas Gilang bisa dirasakan oleh Mutiara saat ini, begitu dekat hingga membuat bulu kuduknya seakan berdiri.
"Tu...tu...an...ma...ma...u...a...a...a...pa...?" Mutiara semakin gugup.
"Gue hanya mau pasang seatbelt aja, elo belum memakainya" ucap Gilang dengan nada santai. Pipi Mutiara merona, ia malu karena sudah berpikir yang tidak-tidak tentang Gilang.
Gilang tertawa kecil, ia kembali melajukan mobilnya.
Mutiara menarik nafas pelan, berusaha untuk menenangkan hatinya yang baru saja dibuat berdebar oleh Gilang.
Syukurlah dia tidak berbuat yang tidak-tidak. Bathin Mutiara.
***
Gilang dan Mutiara sudah tiba di lokasi yang di maksudkan oleh ibu Meisya, hari ini mereka akan melakukan pemotretan prewedding untuk pernikahan yang akan berlangsung tiga hari lagi sesuai permintaan Gilang. Entah kenapa pria itu tiba-tiba ingin mempercepat pernikahannya.
Sebagai orang tua, pak Bayu dan bu Meisya tentunya tidak keberatan. Mereka malah merasa senang, semakin cepat semakin baik.
"Indah..." lirih Mutiara yang merasa takjub.
Dia tidak menyangka jika akan ada tempat seperti ini.
"Elo menyukai tempat ini??" tanya Gilang yang tanpa sengaja mendengar.
Mutiara lagi-lagi hanya menganggukan kepala, dia berjalan untuk menikmati pemandangan yang ada. Udaranya pun masih terasa sangat segar. Sebuah senyuman manis terukir dari bibirnya.
Gilang yang tanpa sengaja melirik, ikut tersenyum. Senyum yang manis, pikirnya.
Entah sudah berapa lama dia tidak pernah melihat senyuman tersebut. Bayangan dari wanita itu kini muncul kembali, Gilang hanya bisa menggertakan giginya dengan kedua tangan yang mulai mengepal kuat.
"Maaf tuan, kami akan mulai merias mempelai wanitanya" tutur seorang gadis, dia tak lain adalah penata rias.
Gilang hanya mengangguk, penata rias tersebut menghampiri Mutiara dan membawanya ke ruang make up.
Di sisi lain, ada juga seorang gadis cantik lainnya datang menghampiri Gilang. Ia membawakan setelan jas yang akan dikenakan oleh pria itu untuk sesi pemotretan.
Gilang melirik sekilas, gadis itu tampak cantik dan seksi
"Maaf tuan, ini pakaian yang akan tuan kenakan dalam sesi pemotretan nanti" ujarnya dengan gaya yang sedikit menggoda.
"Hmmm"
Gilang tidak tergoda sama sekali, ia sudah terbiasa dengan hal semacam ini.
"Apa tuan butuh bantuan saya?" gadis itu semakin menggoda.
"Tidak perlu! dimana ruang gantinya?" tanya Gilang penuh wibawa.
Gadis itu tampak kecewa, ia segera menunjukan letak ruang gantinya. Ternyata bukan perkara yang mudah untuk bisa menggoda seorang Alvian Gilang Dirgantara.
Sesi foto prewedding berjalan dengan mulus. Mereka melakukan setiap arahan yang diberikan oleh penata gaya, hasilnya benar-benar memuaskan. Gilang sangat menyukai hal itu, ia bahkan bisa merasakan adanya sebuah kenyamanan tersendiri, apalagi saat harus melakukan kontak fisik dengan calon istrinya. Tubuhnya yang mungil seakan kini menjadi candu baginya. Entahlah... Gilang sendiri tidak tahu apa yang jadi penyebabnya.
Jika dipikir-pikir, Mutiara memang cantik. Tubuhnya cukup ideal bagi gadis seumuran dia. Bahkan Elvina, adiknya sendiri bisa dibilang kalah cantik dari Mutiara. Jujur saja Gilang mengakui hal itu.
Tapi satu hal yang membuat Gilang geram saat melihat Mutiara, yakni wajahnya.
Wajah itu selalu membuka luka yang telah lama bersemayam di hatinya.
Mutiara hanya menunduk terdiam di depan pintu ruang ganti, ia tidak menemukan sosok orang yang bisa menolongnya saat ini. Hatinya ciut ketika melihat sosok tubuh kekar juga baru keluar dari ruang ganti pria, siapa lagi kalau bukan Gilang.
"Elo kenapa diam berdiri seperti itu?" tanya Gilang gemas
Mutiara hanya menggeleng, ia sudah ketakutan setengah mati.
"Cepat ganti pakaian elo!! Kita masih harus pergi untuk melakukan fitting baju!!" ucap Gilang dengan nada kasar.
Lagi-lagi Mutiara mengangguk saja, ia masih tetap pada posisinya dengan kepala yang masih sama.
Gilang semakin geram dibuatnya, lalu ia menghampiri gadis itu.
"Kenapa diam saja... Hah..." bentak Gilang.
"Ma...ma..af... tu...tu...an..." Mutiara sangat ketakutan hingga tanpa ia sadari air mata lolos membasahi pipinya.
"Sial, kenapa pakai acara nangis segala sich!? Dasar cewek bisanya hanya nangis dan nangis saja!!" Gilang mengeram kesal.
Ia segera menarik Mutiara untuk masuk ke dalam ruang ganti, jangan sampai ada yang melihat jika gadis ini menangis karenanya.
"Gue nyuruh elo buat ganti pakain, bukannya nangis!!" ucap Gilang dengan nada yang meninggi.
"Maaf... tuan... sa...sa...ya... ke..ke..suli...li...tan... un...tuk... mem..bu..bu..ka... re..re..sle...sle..ting... ga..ga..unnya..." ujar Mutiara terbata-bata lantaran takut.
Gilang menatap gadis itu, wajahnya sudah mulai pucat lantaran menahan rasa takut yang berlebihan. Ia mulai merasa iba
"Putar badan elo!" seru Gilang.
Mutiara sedikit terkejut, ia mendongakkan kepalanya lalu menunduk lagi. Takut pastinya. Namun tetap mengikuti perintah Gilang, ia segera membalikan badannya. Kedua matanya kini terpejam.
*GLEK
Gilang meneguk air liurnya sendiri setelah berhasil menurunkan resleting gaun yang yang dikenakan oleh Mutiara. Disana ia bisa melihat punggung mulus dari calon istrinya dengan jelas. Tangan Gilang refleks ingin mengusapnya, naluri laki-lakinya muncul.
Mutiara semakin terkejut, ia membalikan badannya dan berjalan mundur beberapa langkah.
"Ma...ma...af... tu..tu...an..." lirihnya.
Gilang tersadar, ia mengusap wajahnya dengan kasar.
"Sorry, gue kelepasan lihat punggung elo yang mulus" cuit Gilang tanpa ada penyaringan sedikitpun.
Pipi Mutiara memanas, gadis itu benar-benar malu karena ada pria yang sudah melihat punggungnya.
Gilang segera keluar dari ruang ganti, sudah ada banyak mata yang menyaksikan hal tersebut. Mereka saling berbisik satu sama lainnya, Gilang kesal tapi dia berusaha tetap tenang.
***
Usai melakukan foto prewed dan fitting baju pengantin, Gilang tidak langsung membawa Mutiara pulang. Ia mengajak Mutiara untuk mampir ke Kafe sebentar, ada hal penting yang harus ia bicarakan dengan gadis itu.
"Duduklah!!" perintah Gilang
Mutiara mengangguk, ia langsung menarik kursi dan duduk. Begitu pula dengan Gilang sendiri, ia tidak berhenti untuk menatap gadis yang ada di hadapannya.
Satu kata untuknya, GEMAS...
Gilang meraih sebuah amplop coklat yang ia simpan dibalik jasnya, lalu menyerahkannya pada Mutiara.
"Apa ini tuan?" tanya Mutiara
"Buka dan bacalah!!" ucap Gilang
Mutiara meraih amplop tersebut, lalu mengambil secarik kertas.
Surat Perjanjian
Mutiara menatap Gilang, pria itu hanya bisa menampakan sikap acuhnya. Kedua tangannya bersidekap di depan dada.
Mutiara mulai membaca kertas tersebut secara teliti. Keningnya berkerut tanda ia tidak bisa mengerti, ini perjanjian macam apa? Hanya menguntungkan sebelah pihak saja.
"Tuan, ini perjanjian macam apa? Sepertinya hanya menguntungkan untuk tuan, lalu bagaimana dengan saya?" tanya Mutiara merasa harga dirinya seakan terinjak oleh pria itu.
"Bukankah elo sudah mendapatkan semua fasilitas kenyamanan dalam hidup nantinya??" jawab Gilang dengan smirk yang khas.
Mutiara menggelengkan kepalanya, ternyata Gilang hanya menganggapnya sebagai perempuan yang menikah karena harta.
"Kenapa? apa elo merasa keberatan?" cuit Gilang.
"Apa gadis yatim dan miskin seperti saya bisa menolak? Saya yakin jika tuan sudah memikirkan semua ini dengan masak-masak, jadi percuma saja seandainya saya merasa keberatan juga bukan?" jawab Mutiara.
Ia sadar betul dengan posisinya saat ini, tidak memiliki pilihan yang lain.
"Tapi bolehkah saya meminta satu hal pada tuan?" ujarnya lagi.
"Apa itu? Gue pasti akan mengabulkan permintaan elo jika sekiranya gue bisa" ucap Gilang dengan santai.
"Sesuai dengan perjanjian yang kelima, saya harus menjalankan kewajiban sebagai seorang istri yakni melayani suami dalam hal apapun termasuk saat suami minta haknya" Mutiara terdiam sesaat, ia seolah ragu untuk mengatakan keinginannya.
"Lantas??" tanya Gilang penasaran.
"Saya akan bersedia melakukannya dengan ikhlas karena itu sudah menjadi kewajiban saya, tapi bisakah itu dilakukan saat saya sudah tamat sekolah??" ucap Mutiara sedikit gugup, ia meremas ujung kaosnya.
Gilang menatap tajam ke arah gadis itu, kekehan kecil mulai keluar dari bibirnya.
"Saya hanya tidak ingin hamil terlebih dahulu sebelum bisa menamatkan pendidikan SMU saya" cuit Mutiara menundukan kepala.
Gilang menghentikan kekehannya, dilihatnya tubuh gadis itu sudah mulai bergetar. Ia benar-benar dibuat gemas oleh calon istrinya.
"Baiklah gue setuju!! Tapi gue juga tidak bisa berjanji akan bisa menahannya dan jangan salahin gue jika pada akhirnya gue akan cari wanita diluaran sana yang mau dengan suka rela melayani gue" ketus Gilang.
Mutiara terdiam, ia tidak terkejut sama sekali jika Gilang bisa berkata seperti itu. Ia tahu bagaimana perilaku calon suaminya selama ini, bu Meisya sudah mengatakan semua hal tentang pria itu kepada dirinya.
"Silahkan saja jika tuan memang ingin" lirih Mutiara, hatinya sakit tapi tidak ada pilihan lain.
Gilang tersenyum dengan penuh arti, ia tahu jika gadis itu sudah tak berdaya.
Seorang Alvian Gilang Dirgantara tidak mungkin mengalah, dia bisa melakukan apapun yang menjadi keinginannya, Mutiara
Mutiara, gue tahu elo hanya seorang gadis polos yang dipakai mami untuk menjerat hati gue. Tapi sayangnya itu tidak akan pernah terjadi karena semakin gue melihat wajah elo, gue akan teringat tentang pengkhianatan wanita itu!! Gilang.
Happy reading, semoga kalian suka
jangan lupa untuk vote ya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Mamat Anay
kasian banget mutiara, gilang awas lo jatuh cinta ama gadis kecil
2022-07-14
0
Har Tini
jngn pake elo gue y thor
2021-10-20
0
black rose...zee
visual nya mana kak...??
2021-01-19
1