#TUMBAL_PART15
Malam semakin larut, denting jam berbunyi dua kali, itu berarti sudah pukul dua dini hari, Risma belum dapat memejamkan matanya sepicingpun, dia menimang-nimang susuk kantil yang ada ditangannya. dua hari lagi pernikahannya akan digelar.
"Belum tidur nduk?." tanya Rosmini, ketika melihat kamar putrinya masih terang benderang, Rosmini masuk ke kamar Risma.
"Belum ngantuk buk." jawab Risma sambil memasukkan tusuk kantilnya ke dalam laci.
"Kamu harus istrihat nduk, bukannya dua hari lagi mau nikah." ujar Rosmini menatap anak gadisnya.
"Ada apa?."
"Cerita sama ibu." lanjutnya, Rosmini melihat kegelisahan di mata putrinya.
"Tidak ada apa-apa buk." jawab Risma sambil menggeleng, dia tidak ingin ibunya tahu masalahnya.
"Ibu istirahatlah, kan capek habis perjalanan dari kampung." ujar Risma mengantar ibunya ke kamar tamu, di sana ayahnya sudah tertidur pulas. Rosmini masuk dan menutup pintu kamar.
Risma kembali ke kamarnya, diraihnya susuk kantil yang tadi sudah disimpan. dia mematut wajahnya di cermin, susuk kantil ini telah membuat Aldi tergila-gila padanya.
Dua pilihan yang sama beratnya, jika dia membuang susuk kantil ini, maka Aldi akan meninggalkan dia selamanya. Dan jika dia masih memakai susuk kantil ini, maka di malam pengantinnya Aldi akan jadi persembahan tumbal nyi kantil.
Risma menangkupkan kedua tangannya, kemudian menarik napas dalam-dalam dan menghempaskannya, dia tidak mau kehilangan Aldi, dan dia juga tidak mau Aldi jadi tumbal. Apa yang harus dilakukannya?. Dia resah.
"Jangan bodoh Risma, pakai susuk kantil itu." terdengar bisikan halus ditelinganya. tiba-tiba Risma menusukkan tusuk kantil itu ke telapak tangannya, sakit dan perih, tapi dia tak bisa menolak, kekuatan gaib telah merasukinya, hingga mengucur darah segar. Dia melumuri tusuk kantil dengan darah, merendam dengan air putih dan meminumnya.
"Bagus Risma, Bagus, hehehe." bisikan itu kembali mengiang ditelinganya sambil tertawa puas. peluh mengucur di seluruh tubuhnya, dia merasa gerah di ruangan berAC, setiap Risma berpikir ingin membuat susuk kantil itu, kekuatan gaib pasti merasukinya.
Risma berusaha melawan segala hasrat yang berjolak, hingga dia berguling-guling seperti orang kesurupan.
"Haus,..haus... darah." Risma mengendus mencium bau darah dari luka yang mengering di telapak tangannya.
"Jangan Risma, jangan lakukan itu lagi." bisik hatinya.
"Lawan Risma, lawan." bisikan demi bisikan hadir beradu, Risma menjulurkan lidahnya, dia mendesis kehausan, terasa sangat panas, kerongkongannya kering tersekat, dia bangkit dan berlari ke kamar mandi, dan menceburkan diri di bathtub. Berharap dengan berendam bisa mengurangi hausnya.
"Tenang Risma, fokuslah." bisik hatinya. Risma memutar shower, menengadahkan wajah dan membuka mulutnya membiarkan air itu masuk ketenggorokannya. sebanyak apapun air yang diminumnya, tetap terasa kering, yang ada dipikirannya hanyalah darah segar.
Risma keluar dari kamar mandi, dia mengambil susuk kantil, tanpa terkendali, dia menancapkan di tangannya.
"Auk, sakit" dia mengaduh kesakitan, dia mengisap darah yang memancar dari luka tusukan yang baru saja dibuatnya. terasa sangat segar, hausnya pun hilang. Dia terkapar di lantai dengan baju basah masih membalut tubuhnya. dia lelah dan tertidur.
****
"Ris... bangun Ris." Rosmini menggoyang-goyang tubuh putrinya, dia kaget melihat Risma tergeletak di lantai.
"Kok tidurnya di sini nduk?." tanya Rosmini keheranan.
"Tadi malam lagi ngerjain tugas kuliah buk, ketiduran." jawab Risma berbohong.
Risma menggeliat, seluruh tubuhnya terasa sakit. dia bangkit dan naik ketempat tidur. dia masih sangat mengantuk, dia menyembunyikan semua kejadian tadi malam, tak menjelang beberapa menit Risma tertidur kembali.
Rosmini hanya geleng-geleng kepala, melihat putrinya kembali tertidur di tempat tidur.
"Mana Risma buk." tanya ayah ketika Rosmini ke luar dari dapur membawa secangkir teh hangat.
"Masih tidur yah, tadi malam sepertinya dia susah tidur." jawab Rosmini, mengambil posisi duduk di samping suaminya. Hardoyo ayahnya Risma menyeduh teh hangat yang disodorkan istrinya. Sambil berbincang-bincang.
****
Harari hotel bintang lima sudah tertata rapi, ruangan acara resepsi terlihat sangat mewah dan elegan. Beberapa tim dan kru masih bekerja memasang beberapa bunga dan riasan. Para tamu pasti berdecak kagum.
Kirana turun langsung melihat persiapan gedung acara resepsi putra semata wayangnya. Dia ingin membuat Aldi bahagia di hari pernikahannya.
"Sudah berapa persen persiapannya. Wid." tanya Kirana ke Widya yang bertangung jawab sebagai WO atau Wedding Organizer, Widya sangat profesional dalam bekerja, dia mampu menampung dan mengkolaborasikan antara keinginan klien dan konsep acara pernikahan dengan anggaran yang disesuaikan.
"Sudah sembilan puluh delapan persen. Jeng." jawab Widya meyakinkan.
Kirana mengambil beberapa foto dari beberapa bagian dan menshare ke whatsapp suaminya.
[Bagaimana menurut papa, apa masih ada yang kurang] Kirana mengirim chat ke suaminya yang masih berada di Hongkong.
[Sudah okey. Ma] balas Hermawan sambil membubuhi emoji jempol.
[Nih sudah di bandara. Ma] lanjutnya
[Iya pa, kalau sudah sampai, kabari, biar dijemput sama mang Abdi] balas Kirana.
Kirana puas melihat hasil kerja tim dan kru Widya, sesuai dengan konsep yang dia inginkan. semua persiapan sudah klar, dia lega semaga acaranya besok lancar.
****
Maya didera gelisah, dia menimang-nimang bambu kuning dari paman Prabu, sudah dua kali gagal dia mendapatkan susuk kantil itu. waktunya tinggal 24 jam lagi, jika gagal lagi, maka Risma atau Aldi akan menjadi korban.
Sudah lebih sepuluh kali, Maya mondar mandir di kamarnya, dia berpikir keras, tapi tak menemukan jalan keluar, duh.. kenapa nih otak buntu bangat, gerutunya sambil menepuk jidat.
Maya duduk di tepi ranjang, melunjurkan kaki yang dari tadi hanya berdiri dan mondar mandir kayak setrikaan. tiba-tiba ada panggilan masuk di ponselnya dari nomor tak di kenal. satu kali Maya biarkan, masuk panggilan ke dua.
"Assalamualaikum." terdengar suara salam dari seorang lelaki dari sambungan ponselnya.
"Waalaikumsalam, ini dengan siapa? dan mau bicara dengan siapa?." tanya Maya.
"Aduhh!, bisa gak sich nanyanya satu-satu." gerutuk si penelpon.
"Bram ya." tebak Maya beberapa menit setelah mengingat-ingat.
"Pintar." kata Bram tertawa.
"Ketemuan sekarang di tempat biasa." lanjutnya dan memutuskan hubungan telpon setelah menutup dengan salam.
Maya menyambar handuk dan segera ke kamar mandi, setelah berpakaian rapi, dia mencomot roti dan meminum segelas susu, yang dari tadi sudah disiapkan bibik. dia mengambil kunci mobil yang tergantung di dinding, masih dengan mulut yang berisi potongan roti.
"Bik. Maya pergi dulu." ujar Maya sambil mencium tangan bik Surti.
"Iya, hati-hati non." kata bik Surti sambil tersenyum melihat majikan kecilnya kini sudah menjadi gadis yang cantik. Hanya bik Surti yang selalu ada buat Maya, Maya sudah menganggap bik Surti seperti ibu kandungnya. sejak papanya pergi, Maya tidak tahu keberadaannya di mana.
"Papa jangan pergi." Maya mengejar papanya yang pergi membawa koper besar setelah bertengkar dengan mamanya waktu itu.
Hati Maya sangat sakit dan terpukul waktu itu, papanya tak memperdulikan tangisannya, jangankan mengucapkan kata perpisahan, menoleh kebelakang pun tidak, "papa jahat, aku benci papa." gumam Maya sambil berlari ke dalam rumah, dia menangis sejadinya. Hanya bik Surti yang tahu, karena mamanya sudah meninggalkan rumah sebelum papanya pergi.
Sejak saat itu, Maya tak pernah memikirkan papanya, yang dia tahu papanya sudah menikah lagi dengan seorang janda beranak satu. dan mamanyalah yang selama ini memenuhi semua kebutuhan hidupnya.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Liani.
smoga maya brhasil ya 😞😞
2021-04-03
0
Raini Sapitri
Sediihhh jg yaaa kehidupan maya
2021-04-03
0