Risma menarik napas dalam-dalam, terasa sesak menghimpit dadanya, malam ini jumat kliwon bulan ketiga dari perjanjian yang telah di sepakatinya dengan Mbah Roro. Risma mundar mandir seperti setrikaan yang sedang bingung, hatinya bergejolak tak karuan segala perasaan bercampur aduk.
Seharusnya malam ini merupakan malam bahagia yang nanti-nantinya, karena belas dendamnya segera terlaksana, dia tinggal menyerahkan darah perjaka Aldi ke Mbah Roro.
Suasana kamar berukuran dua kali tiga meter semakin gerah, buliran-buliran keringat mulai bermunculan membasahi dahi Risma, berkali-kali Risma menyeka dengan ujung lengan kaosnya, di luar hujan turun dengan derasnya petir dan kilat ikut andil saling beributan menyambar-nyambar.
Dentingan jarum jam tua yang bertengger di dindang berbunyi dengan hitungan dua belas kali, itu artinya waktunya telah tiba, Risma semakin gelisah tiba-tiba lampu mati, suasanya menjadi sangat gelap.
"Kenapa sich lampu pakai mati segala." Risma mengumpat dalam hati.
Risma meraba-raba laci meja mencari sebatang lilin dan korek api gas, ah... ini dia, berkali-kali Risma mengklik korek api gas, berkali-kali pula gagal, dan akhirnya menyala juga, api lilin meliuk-liuk karena tertiup hembusan angin.
Risma mendekap tubuh dengan kedua tangannya, semilir bayu malam menyapa dan menyentuh kulit wajahnya, dingin menusuk sampai ke dasar tulang sum-sum, hujan mulai mereda, tapi kilat dan petir belum menghentikan pertarungan.
Malam semakin larut dan mencekam, suara lolongan anjing memecah kesunyian menyayat kalbu pendengar, bergema bersahut-sahutan, tiba-tiba seberkas asap dan cahaya berkelibat masuk ke kamar Risma melalui celah jendela, kemudian menjelma menjadi sosok wanita yang sangat menakutkan dan menjijikkan, dengan wajah yang penuh dengan guratan, borok dan luka-luka.
Risma menggigil, gemetar tubuhnya tak bisa disembunyikan, dia duduk terpaku seakan ada batu besar yang sedang menindih, tubuhnya tak bisa digerakkan sedikitpun, mulut bungkam terdiam seribu bahasa.
"Hahaha... hahaha." tawa Mbah Roro sangat memuakkan dan menjijikkan
"Mana darah perjaka yang kau janjikan." lanjut Mbah Roro sambil terkekeh-kekeh melihatkan gigi-gigi hitam yang karatan, mungkin sudah puluhan tahun tak pernah digosok.
Merinding disco bulu kuduk Risma ketika Mbah Roro memegang rahangnya dengan tangan yang kotor, bau dan kuku-kuku yang tajam. ciut nyali Risma dalam kesengsaraan, keringat bercucuran membasahi tubuhnya, dia menahan muntah, perutnya melilit seakan-akan ada yang mengaduk-aduk.
"Bukankah kau akan menyerahkan Aldi padaku, malam ini, heh." Mbah Roro menjamah wajah Risma dengan geram.
Isak Risma terenyuh, mengalihkan perhatian Mbah Roro, dia melepaskan cangkramannya, mengangkat wajah Risma dengan telunjuk. matanya tajam seakan menelanjangi sekujur tubuh Risma.
Penderitaan Risma semakin dalam, detak jantungnya berdentum-dentum, dia meraup sedikit demi sedikit sisa-sisa tenaga agar tidak pingsan dan mati mendadak, Risma menarik napas pelan kemudian menghembuskannya.
"Ampun Mbah." kata Risma sambil bersujud di kaki Mbah Roro.
"Aku tidak bisa menyerahkan Aldi menjadi tumbal pertamaku. aku mencintainya, sangat mencintainya Mbah." isak Risma berlutut sambil bermohon.
"Plakkk." Mbah Roro menampar wajah Risma, terasa sakit dan panas, Risma terpental dan jatuh tersungkur, darah segar mengucur di celah bibirnya, perih.
" Beraninya kau membohongiku." Mbah Roro semakin murka.
Mbah Roro mencengkram kuat wajah mulus Risma, menghadirkan luka-luka guratan mengeluarkan embun berwarna merah, Mbah Roro menjulurkan lidahnya menjilati darah segar yang mencuat di wajah dan bibir Risma, Risma pasrah, dia merasa tubuhnya mengecil, seakan jantungnya berhenti berdetak.
"Apa kau akan membuat wajahku buruk menjelang tiga purnama berikutnya." emosi Mbah Roro meletup-letup, dia semakin marah di tariknya rambut Risma, sehingga wajah Risma terlihat jelas, Mbah Roro sudah siap membari pelajaran berikutnya kepada Risma. Kayak guru sama murid aja. 😂
"Tunggu Mbah." Risma mengumpulkan kekuatan untuk bernegosiasi dengan Mbah Roro.
Ternyata Risma sudah menyiapkan tumbal pengganti seorang perjaka tampan dan berkulit putih di atas tempat tidur, dan sedang tertidur pulas karena pengaruh black magic dari susuk kantil Risma
Mbah Roro tersenyum sumbringah, rengkekannya memecah bumi menggema sampai ke langit, memekakkan telinga, Risma menutup telinga dengan kedua tangannya kalau tidak pastilah gendang telinganya akan rusak.
Mbah Roro melesat naik ke tempat tidur, tubuh pemuda bertelanjang dada membuat birahi setanya bergejolak dan membara rasa tak sabar menyicipi manisnya darah perjaka yang akan membuatnya kembali cantik selama tiga purnama.
"Apa kau yakin kalau dia masih perjaka." kata Mbah Roro melotot.
"Iya Mbah, dia perjaka tulen" Risma menyakinkan Mbah Roro.
Mbah Roro mengusap wajah pemuda itu, seketika pemuda itu sadar dan menggiat geli karena ciuman dan jilatan Mbah Roro.
Pemuda tampan tersenyum manis memandang Mbah Roro yang mulai mempermainkan darah kelelakiannya.
"Risma, kau cantik sekali malam ini." lelaki itu mendesah nikmat seakan-akan dia sedang bercinta dengan Risma.
Risma memejamkan mata dan menutup wajah dengan kedua tangannya, rasa mualnya kembali bergejolak dan menghentak-hentak melihat adegan percintaan Mbah Roro.
Risma ingin bangkit dan meninggalkan tempat laknat ini, tapi kakinya terasa sangat berat dan kaku, bahkan badannya tak bisa digerakkan, seperti ada beratus-ratus tali yang melilit.
Selang beberapa menit, Mbah Roro kembali mengeluarkan suara rengkekannya, ihhh... seram meremang seluruh tubuh Risma.
"Terima kasih pemuda tampan, kau gagah dan perkasa." Mbah Roro sepertinya sangat puas dengan permainan ranjang pemuda itu.
Perlahan Risma membuka mata, terkesima dan terkejut, seorang wanita cantik bak bidadari berdiri didepannya, aroma harum melati merebak ke penjuru kamar, siapakah dia? kemana Mbah Roro? beberapa pertanyaan bermunculan di kepalanya.
"Kenapa? kau kaget?, ini aku Mbah Roro." Roro tersenyum sangat manis.
Masih dalam kebingungan Risma memperhatikan sosok wanita didepanya. mungkinkah ini Mbah Roro? kenapa bisa berubah 360 derajat, sungguh menakjubkan.
Sosok wanita yang cantik anggun dan lembut, dengan tatanan rambut yang tergerai indah, benar-benar di luar nalar dugaan Risma kalau sosok Mbah Roro yang jahat, angker, jelek dan menjijikkan bisa berubah dalam beberapa menit hanya dengan meminum s****a seorang perjaka, Risma menggelengkan kepalanya dalam ketidak mengertian.
"Risma, sekarang kau bereskan pemuda ini." kata Mbah Roro.
"Baik Mbah." Risma berdiri sambil tertatih-tatih.
"Panggil aku nyai kantil, sekarang yang berdiri di depanmu bukan Mbah Roro lagi, tapi Nyai kantil."
"Baik Nyai." sambil membawa pemuda itu keluar dari kamarnya.
Risma mengindap-indap keluar dari kostan, di jalanan terasa sangat sepi, hanya tinggal sisa-sisa hujan, langit pun sudah terlihat cerah kembali, petir dan kilat pun sudah berdamai.
Risma mengantar pemuda itu ke jalan raya, terima kasih sudah melaksanakan tugasmu dengan baik, kata Risma membisakkan di telinga pemuda itu.
Pemuda itu hanya tersenyum linglung, tak tahu apa-apa yang telah terjadi, dia hanya merasa sangat letih dan lelah, " kembalilah kerumahmu." kata Risma sambil melambaikan tangan dan memberi sedikit kecupan.
Risma mengiringi kepergian pemuda itu dengan senyuman puas, pemuda itu berlalu dan hilang diujung jalan sana, selamat tinggal gumam Risma dan terus beranjak ke kamarnya.
Di kamar suasana mendadak adem, wangi dan segar, sosok Nyi kantil masih duduk di tepi ranjang tuanya yang baru saja di pakai nyi kantil untuk memadu kasih
"Ini bagianmu." Nyi kantil menyerahkan secangkir darah segar bercampur bunga melati.
Risma mengambil cangkir dan memandangnya dalam bimbang dan ragu.
"Minumlah, kalau kau mau susuk kantilmu tetap bertahan dalam tubuhmu." kata Nyi kantil sambil berdiri mendekat.
Aroma amis darah segar menyenngat hidungnya, darah apakah ini?
"Jangan khawatir, itu darah pemuda tadi, aku menyedotnya untukmu." Nyi kantil menjelaskan seakan tahu apa yang dipikirkan Risma.
"Semakin lambat kau meminumnya, maka semakin amis aromanya." kata Nyi kantil sedikit memaksa, dan mengambil alih gelas dari tangan Risma.
Nyi kantil kumat kamit membaca mantra, dan menyodorkan gelas darah kemulut Risma, Risma menenggak isi gelas sampai tuntas, rasa jijik dan bau amis sudah tak terasa.
Dan ajaibnya semua luka goresan di wajah Risma kembali pulih, sedikit pun Risma tidak merasa kalau diri baru habis di aniaya Mbah Roro.
"Jangan lupa tiga purnama berikutnya siapkan tumbal ke dua." pesan Nyi Kantil sebelum pergi meninggalkan Risma.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
wini nurwulan
jadi dibawa doang keperjakaannya... tanpa sadar lagi ya laki tuh udah diperkosa.
untungnya masih hidup ya
2021-07-08
1
Astuti
ko susuk pake tumbal sih??
2021-06-14
1
Reza Samsung
kasiaaannn yg jdi korban tumbal..hilang sdh mahkota perjakanya direnggut mbah roro....
2021-05-20
3