Atap itu begitu sepi, hanya angin yang sesekali menerpa kulit Raya. Cuaca hari ini memang cerah, langit biru terhampar luas ketika Raya menengadahkan kepala sesaat. Awan-awan besar tampak seperti kapas yang lembut, menambah kesan kemegahan langit biru. Hanya angin semilir lah yang mengurangi perasaan cerah itu. Ya, meskipun langit sedang cerah dan panas matahari terasa menyengat kulit, namun angin seolah memiliki kuasa sendiri. Ia enggan mengikuti kecerahan cuaca, malah memberikan hembusan dingin pada kulit mulus Raya.
Tak ada siapapun disana. Raya berjalan mendekati gudang yang berada tak jauh dari tempat ia berdiri.
" Dimana orang itu..? " gumam Raya sambil menengok kesana kemari mencari sosok Raka.
Raya menunggu dan mulai mencari keberadaan Raka. Namun Raka tidak juga terlihat.
" Ah, lebih baik aku kembali. Toh dia tidak ada. Jika pun dia marah, aku bisa beralasan kalo aku sudah kesini namun dia tidak ada" pikirnya dalam hati.
Setelah dirasa Raka tidak juga terlihat, tak menunggu waktu lama, Raya memutuskan untuk kembali ke kelasnya. Dia tersenyum senang. Pikirnya hari ini dia selamat dari predator cabul seperti Raka. Hatinya menjadi senang, langkahnya menjadi ringan tanpa beban.
Namun kesenangannya tidak bertahan lama, sebelum ia berbalik untuk melangkah ke arah pintu, tiba tiba pintu gudang tempatnya berdiri mencari Raka terbuka. Raka muncul dari dalam sana. Tangan Raya di tariknya hingga tubuh Raya membentur dada bidangnya. Tangan Raka meraih pinggang Raya posesif, dan menggiring Raya untuk masuk ke gudang bersamanya.
Pintu gudang langsung ditutup Raka begitu Raya berhasil dia masukan.
" Hai Sayang " sapa Raka tersenyum menggoda. " Kau mencariku? " tanya Raka sambil mengusap lembut sisi wajah Raya.
Raya terkejut, tak mampu menjawab. Dia menahan nafasnya saat Raka langsung mendekatkan bibirnya ke telinga, memberikan gigitan kecil disana. Raya terkesiap, tubuhnya bergidik merasakan ketakutan dan rasa tak nyaman karna sikap vulgar Raka kepadanya.
" Diam Raya! " ucap Raka tegas ketika dirasakan tangan Raya akan bergerak untuk mendorong tubuhnya agar menjauh.
Seketika Raya diam. Dalam hatinya ia tak henti-hentinya mengutuk Raka, ingin rasanya Raya menendang Raka dan berlari meninggalkannya. Namun dia sadar, posisinya dan keadaannya saat ini tidak memungkinkannya untuk melawan. Dia sadar, Raka sedang menggenggam kelemahannya. Ibunya harus mendapatkan pengobatan, dan dia ingin beasiswa pendidikan yang ia peroleh saat ini berjalan lancar, setidaknya sampai ia lulus sekolah nanti.
Raka melingkarkan tangannya di pinggang Raya dengan posesif, merekatkan tubuh Raya agar melekat padanya, sebelah tangannya yang lain menopang sisi wajah Raya, agar memudahkannya untuk memuaskan diri mengeksplor bagian bibir Raya. Ia memejamkan mata, menikmati kelembutan bibir mungil Raya yang terasa manis dicecapnya. Lidahnya bergerak lihai menyusuri permukaan bibir Raya yang mulai basah oleh salivanya. Raya tak bergeming, dia enggan menyambut ciuman Raka. Membuat Raka harus memaksa bibir Raya terbuka dengan tekanan dari lidahnya.
Tekanan lidah yang intens membuat perlahan Raya mencapai batas pertahanannya, mulutnya terbuka dan langsung disambut oleh lidah Raka yang sedari tadi menanti. Belitan lidah tak dapat dihindari lagi, pandangan Raya mulai berkabut. Kelihaian Raka dalam mencumbunya memang sangat kurang ajar, perasaan memabukan dalam diri Raya semakin jelas terasa, terlebih saat Raka memperdalam ciumannya dan bermain-main dengan lidahnya, pertukaran saliva pun terjadi. Raka benar-benar sedang memuaskan diri terhadap Raya, bibir Raya masih saja sama seperti saat pertama kali ia cecap. Manis menggoda.
" Aaahh... " desahan kecil keluar begitu saja tanpa permisi dari mulut Raya.
Raka yang menyadari itu tersenyum dalam hati, senang karna Raya mulai hanyut terbawa permainannya.
Ciuman itu berlangsung lama, dan akhirnya terpaksa berhenti karna Raya mulai kehabisan nafas.
" Haaah.. haah.." Raya mencoba mengatur kembali nafasnya. Dia mengelap bibirnya yang basah dan sedikit bengkak dengan kasar.
Tak jauh berbeda dengan Raya, Raka pun sedang mencoba mengatur nafasnya kembali. Debaran dalam jantungnya tak jua mereda. Diperhatikannya Raya, seketika lengkung senyuman membentuk di bibirnya.
Raka memeluk Raya, sambil mengelus-ngelus kepala hingga punggung Raya dengan mesra. Raya begitu polos, dengan hanya memandangnya yang kehabisan nafas karna ciuman saja, dapat membangkitkan kembali hasrat dalam diri Raka. Menggemaskan.
" Aaaahh sayang.. kau tahu, aku pikir apakah aku tidak salah menyamar menjadi guru disini hanya untuk bertemu denganmu. Aku bisa saja membawamu ketempat terindah atau termahal yang belum pernah kau kunjungi, mencumbumu disana dengan menikmati semua kemewahaan yang bisa aku berikan kepadamu" ucap Raka sambil terus mengelus rambut panjang Raya.
" Namun setelah semua ini, ternyata menyamar menjadi guru tidaklah begitu buruk. Ada sensasi menyenangkan tersendiri yang aku rasakan, ketika harus secara sembunyi-sembunyi berduaan dan mencumbumu tanpa diketahui orang lain. Rasa menyenangkan yang berkali-kali lipat juga debaran-debaran dalam dada, menambah kenikmatan tersendiri dari percumbuan yang kita lakukan" sambung Raka kemudian dengan tidak tahu malunya.
" Apa kau merasakannya?" tanya Raka pada Raya yang mulai normal kembali nafasnya.
" Tidak. Aku tidak merasakannya, aku hanya merasa jijik dan muak harus terpaksa meladeni lelaki cabul sepertimu di sini" bantah Raya sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Raka.
Mendengar ucapan Raya, Raka semakin mengeratkan pelukkannya sambil menyeringai dibalik rambut panjang bergelombang Raya.
" oh ya? Kau merasa jijik sampai kau mendesah saat berciuman tadi?!" goda Raka mengejek Raya. Raut wajah Raya memerah mendengar ejekan Raka, dia merutuki kebodohan dirinya yang tidak bisa menahan desahan keluar dari mulutnya.
" It.. Ituu... " Raya gugup
" Ssttt.. Tak perlu kau jelaskan sayang" Raka menghentikan ucapan Raya, sambil melepaskan pelukannya dan menatap Raya yang mulai gugup. Gugup karna dia takut Raka melihat wajahnya yang panas memerah.
Dan sialnya, Raka melihat itu.
Raka tidak bisa menahan senyuman lebar untuk terukir di bibirnya, mengangkat dagu Raya dan mengecup bibirnya lembut.
" Kau menggemaskan sayang, bahkan sedari dulu pun kau selalu saja menggemaskan dalam pandanganku.. " ucap Raka kemudian.
" Kau.. Apakah aku sudah bisa pergi? Aku rasa jam istirahat sebentar lagi berakhir.. " tanya Raya masih dengan wajah menahan malu. Ingin segera mengakhir kedekatan yang dipaksakan Raka kepadanya.
" Ah shit! bagian ini yang tidak aku suka dari menyamar menjadi guru..." keluh Raka seolah baru menyadari sesuatu. " aku harus rela tidak melihatmu lagi hingga beberapa jam ke depan.. " sambungnya kemudian.
" Baiklah, kau sudah boleh pergi " ucap Raka mempersilahkan Raya untuk kembali ke kelasnya.
Raya tak menjawab, dia langsung berbalik untuk segera keluar dari gudang itu. Namun sebelum dia membuka pintu, Raka berucap.
" Ibumu, mulai hari ini bisa kau bawa berobat ke rumah sakit Tiara. Kau bisa membawanya setelah pulang sekolah. Ada dokter khusus yang akan menangani ibumu disana" ucap Raka.
Mendengar ucapan Raka, Raya berbalik menatap Raka, dengan raut wajah terkejut senang.
" Benar kah?" Ada binar senang yang terlihat dari mata Raya saat bertanya memastikan bahwa apa yang dia dengar tidak salah.
Raka mengangguk, tanda membenarkan apa yang ia ucapkan tadi.
" Baiklah, aku akan kesana setelah pulang dari sekolah"
Setelah mengucapkannya Raya bergegas keluar gudang, dia melangkah dengan senang karna pikirannya dipenuhi oleh bayangan ibunya yang akan mendapatkan pengobatan.
Selepas kepergian Raya, Raka mengambil ponselnya dari saku celana. Dia menekan nomor seseorang beberapa kali..
" Bagimana? Apa semuanya sudah sesuai? Aku tidak ingin ada sedikitpun kesalahan " tanya Raka pada orang disebrang sana.
" Sudah Tuan, semua persiapan pengobatan ibu nona Raya sudah rampung. Dan mengenai dokter yang menanganinya, saya sudah pastikan beliau adalah dokter terbaik spesialis jantung di negeri ini. Jadi tuan muda tak perlu khawatir.. " jelaskan orang itu pada Raka.
" Baiklah, sekarang kau kemari.. " perintah Raka. " Pekerjaanku sudah selesai, aku hampir mati harus menyamar menjadi guru" keluh Raka sambil memijit pelipisnya.
Orang yang diseberang saja tidak bisa menahan senyumnya, karna untuk pertama kalinya, tuan mudanya ini menyusahkan dirinya sendiri hanya untuk seorang gadis.
" Heeeyy.. Aku tau kau sedang mengejekku disana Sandi" Raka curiga karna asisten nya itu tak menyahuti ucapannya
" Tidak tuan, mana berani saya yang rendah ini mengejek tuan muda.. " Sandi membela diri.
" Sudahlah, lekas kau kemari. Aku ingin istirahat.. " perintah Raka sambil menutup ponselnya tanpa menunggu sahutan dari Sandi.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Revina Imut
knp gak nikah aja,wali secara sirih,kan biar enak ena2nya😝😝😝😝😝😝
2021-08-05
0
Rosmawati Intan
lama jugq ya..raka terobsesi dgn raya ..mula dri belia tapi umur berapa thor...berapa thun raka jumpa dgn raya
2021-07-28
0
Anonymous
harusnya dinikahin dulu atuh raya nya ,,,
2021-07-09
0