"Oi....Arya? Aku mau kembali ke kamar, kau mau ikut?" panggil Timothy
"Mmm? Kau duluan saja, ada yang masih ingin aku coba"
"Heh...? jangan terlalu memaksakan diri hanya karena kau akan maju dipertandingan pertama"
"Justru karena itu aku harus rajin berlatih dasar bodoh" sahut Arya tanpa menoleh.
Arya melanjutkan latihanya tanpa memperdulikan celotehan-celotehan yang dilontarkan Timothy, Setelah akhirnya suara menyebalkan Timothy tidak terdengar lagi Arya menghentikan latihanya lalu membaringkan tubuhnya dilantai sambil menatap langit-langit tempat itu. Ia sedang berada di aula latihan, ruangan berlangit-langit tinggi serta luas sehingga sangat nyaman untuk bergerak sesuka hati untuk berlatih.
Arya memejamkan matanya dan merenungkan apa yang harus dia lakukan untuk pertandingan yang akan diadakan 2 hari dari sekarang, dia akan melawan Elizabeth. Orang yang tidak ia harapkan untuk bertemu di pertandingan pertama, loli blonde itu akan menjadi lawan yang sangat merepotkan karena kecepatan elemen cahaya yang ia miliki. Itulah sebabnya Arya berlatih sangat keras beberapa hari terakhir agar ia bisa mengatasi hal tersebut.
Beberapa menit kemudian Arya menyadari sesuatu, ia menengadahkan kepalanya dari posisi berbaring ke arah pintu masuk aula masih dengan mata terpejam.
"Tidak perlu mengendap-endap begitu, aku tidak sedang tertidur kok. Jadi kau tidak perlu khawatir aku akan terbangun"
"Siapa yang mengendap-endap? Langkah kaki ku memang ringan seperti ini, dan asal kau tahu saja aku tidak peduli jika kau terbangun karena disebabkan oleh apa yang aku lakukan"
Arya sangat mengenal suara yang terdengar sangat jutek itu, hanya satu orang yang selalu berbicara seperti itu padanya tanpa alasan yang jelas. Pasti, hanyalah Elizabeth Lighr seorang.
Arya akhirnya membuka matanya dan melihat dengan jelas wajah cemberut Elizabeth yang berdiri tepat diatas kepalanya, dia pun berdiri dan membersihkan pakaianya akibat berbaring di lantai tadi tanpa berkata apapun. Setelah itu Arya mengembalikan perhatianya pada gadis yang berada dihadapanya sambil tersenyum.
"Lalu? Apa kau ada perlu denganku Nona Light? Jujur saja aku sedikit terkejut kau akan mengajaku berbicara" Arya berusaha memulai pembicaraan ini dengan ramah. Walaupun ia tahu pada akhirnya respon yang akan ia terima seperti apa.
"Kapan aku mengajak mu berbicara? Bukankah kau yang mengajaku berbicara sambil berbaring dilantai seperti seorang tunawisma" jawab Elizabeth dingin, ia berjalan melewati Arya sambil menabrakan bahunya dengan keras pada Arya.
Itu dia, seperti yang Arya duga. Jawaban ketus beserta dengan cacian-cacian yang membuat siapapun ingin menjitak kepala bocah ini.
"Waktu kalian sudah habis, sekarang giliran kami para gadis yang menggunakan aula latihan ini" ucap Elizabeth tiba-tiba sambil merapikan peralatan latihan.
Apa susahnya sih mengatakan hal itu dari awal? Pikir Arya sambil menghela nafas.
"Aku tidak peduli kau berlatih sekeras apapun untuk melawan ku, tapi asal kau tahu saja aku pasti menang" kata Elizabeth sambil menoleh kepada Arya dengan tatapan tajam.
"Sepertinya kau sangat yakin dengan kemampuan mu, tapi aku juga tidak boleh kalah disini" ucap Arya sambil membalas tatapan mata dari Elizabeth.
"Aku ingin lihat bagaimana cara mu mengatasi kecepatan cahaya miliku, walaupun aku yakin kau tidak akan bisa" balas Elizabeth sambil menyilangkan lenganya.
"Kita lihat saja nanti, aku senang akhirnya bisa berbicara dengan mu seperti ini"
"Aku merasa jijik berbicara padamu"
"Ekhh.....hahaha baiklah sebaiknya aku pergi, mereka pasti akan berpikiran yang aneh-aneh jika melihat kita berbicara berdua seperti ini. Terutama Asuna, sampai jumpa" kata Arya sambil berbalik dan berjalan menuju pintu keluar.
"Hah?"
Tepat sebelum ia keluar, ia berpapasan dengan Asuna yang memasuki ruangan. Asuna meliriknya sekilas lalu melihat Elizabeth yang berada di dalam ruangan.
"Apa yang kalian berdua lakukan?" tanya Asuna curiga.
"Hanya menyapa satu sama lain sebelum bertanding, kau tidak perlu cemburu seperti itu" sahut Arya bercanda.
"A...a...aku tidak cem..... hey Arya........!!!" teriak Asuna kesal.
Setelah keluar dari ruangan Arya samar-samar mendengar Asuna juga menanyakan hal yang sama pada Elizabeth. Elizabeth hanya mengatakan hal yang sama seperti yang dia katakan, tapi Arya masih merasakan tatapan tajam dari Elizabeth sampai dia benar-benar telah pergi jauh dari aula latihan.
-----------------------------<<\ data-tomark-pass >>-----------------------------
Hari pertandingan pun tiba dan ternyata mendapat sambutan cukup meriah dari orang-orang yang berada di Pusat Penelitian, banyak dari orang-orang yang berpapasan denganya menyapanya sambil mengatakan semoga beruntung dengan antusias.
Arya dengar dari Timothy pertandingan satu lawan satu ini akan disaksikan oleh orang-orang yang ada disini, tentu saja mereka antusias untuk melihat bagaimana kemampuan Elementalist saat ini yang kelak akan menjadi tulang punggung bagi umat manusia.
Arya sebenarnya tidak terlalu peduli pertandingan ini akan disaksikan oleh banyak orang, tapi jujur saja ia tidak suka diperhatikan oleh banyak orang. Itu salah satu hal yang sangat ia hindari dari dulu, dia mengganti pakaian di ruang ganti. Dia mengenakan pelindung yang terbuat dari kulit agar lebih mudah bergerak, lalu setelah siap ia pun berjalan menuju arena pertandingan sambil menenteng katana dengan tangan kananya.
Arya memasuki arena sambil menarik nafas panjang, ia menduga ketika ia memasuki arena dia akan disambut dengan teriakan-teriakan heboh dari penonton. Tapi ternyata tidak, sebaliknya di dalam arena itu tidak terdengar sedikit pun suara. Arena itu adalah ruangan berlangit-langit tinggi yang dikelilingi oleh tribun penonton berlapis kaca pelindung.
Itulah yang menyebabkan suara para penonton tidak terdengar, tapi terdapat dua beranda yang saling bersebrangan di ruangan itu. Arya melirik kedua beranda itu sekilas dan melihat para Elementalist lainya sedang memperhatikan dirinya dari atas sana, tentu saja beranda itu tidak berlapis kaca seperti tribun yang ada dibelakangnya.
Dan ditengah-tengah ruangan sudah berdiri Pengawas Astral yang akan menjadi wasit pada pertandingan ini, ia melihat Arya sambil tersenyum ramah. Arya membalas senyuman itu dengan anggukan kecil.
"Wah-wah aku kira kau tidak akan muncul, karena kita semua sudah tahu dengan pasti hasil akhir dari pertandingan ini"
Suara itu berasal dari pintu masuk arena yang lainnya, dari sana sosok Elizabeth mulai terlihat secara perlahan. Ia mengenakan pakaian berwarna putih dengan pelindung berwarna keemasan, ia berjalan masuk ke arena dengan tangan kanan menyeret sesuatu di tanah.
Arya bertanya-tanya dalam hati apa yang dibawa oleh gadis kecil itu, saat akhirnya Elizabeth wujud Elizabeth sudah terlihat sepenuhnya Arya membelalakan matanya sambil menelan ludah. Ternyata benda yang ia seret ditanah itu adalah sebuah Morning Star, senjata berat itu terlihat sangat kontras dengan tubuh Elizabeth yang mungil.
"Eh......Elizabeth? apakah itu sebuah Morning Star?" tanya Arya memastikan.
"Huum" jawab Elizabeth sambil mengangguk.
"Tapi bukankah senjata itu sedikit........" ucap Arya ragu-ragu.
"Berat? Tidak juga, aku sudah berlatih menggunakan ini dari kecil"
Apa yang dipikirkan keluarga angkatnya?! Bagaimana bisa kau memberikan senjata mengerikan seperti itu pada anak gadis mu yang imut pikir Arya bingung.
Kemudian Elizabeth mulai memutar-mutar Morning Star itu layaknya mainan anak kecil, dia menggerakan benda itu sangat cepat disekeliling tubuhnya. Dan Arya harus akui bahwa dia memang jago menggunakan benda itu, ia mengakhiri demonstrasinya dengan menghantamkan Morning Star itu ke lantai dan hantaman meninggalkan bekas yang cukup besar di lantai. Melihat hal itu Arya menelan ludahnya sekali lagi.
Senjata itu bisa dengan mudah menghancurkan katana ku, aku harus melapisinya dengan Agnet yang cukup, merepotkan sekali.
"Baiklah karena kedua peserta sudah ada disini, kita akan segera mulai. Perarturanya sudah jelas, kalian boleh menggunakan semua kemampuan kalian untuk bertarung. Dan kalau bisa saya berharap tidak ada yang terluka parah" kata Pengawas Astral.
Ahh kau salah Pengawas, harusnya kau berharap bahwa tidak ada yang akan mati disini! Kau lihat senjata mengerikan itu? Benda itu bisa dengan mudah menghancurkan tubuh seseorang sampai menjadi bubur pikir Arya
"Apa kalian sudah mengerti?"
Arya dan Elizabeth mengangguk untuk menandakan bahwa mereka sudah mengerti.
"Baiklah, Pertandingan pertama antara Elizabeth Light vs Arya Frost. Dimulai!!!"
Baru saja Astral selesai memberikan aba-aba untuk mulai, Elizabeth langsung menghilang dari pandangan Arya.
"Shining Step"
Arya mendengar kata-kata itu samar-samar, dan dengan sangat cepat ia merasakan bagian-bagian tubuhnya saling gilir berganti terkena hantaman-hantaman dari bola besi milik Elizabeth. Gerakanya sangat cepat sehingga Arya tidak bisa mengikutinya, ia hanya bisa bertahan dan terus melindungi kepalanya.
Beberapa kali senjata mereka beradu saat Elizabeth berusaha menyerang kepalanya, saat itu terjadi Arya sempat melihat sosok Elizabeth tapi dalam sekejap dia langsung menghilang lagi. Karena hal ini kurang dari satu menit tubuh Arya sudah babak belur dibuatnya, dia merasakan sekujur tubuhnya sakit.
Bisa gawat kalau begini terus pikir Arya sambil menggertakan giginya.
Arya memutar pedangnya dan menusukan ke arah tanah.
"Ice Spike" ucapnya pelan.
Seketika muncul bongkahan-bongkahan es dengan ujung runcing mengelilingi Arya sehingga ia terlihat seperti berada ditengah-tengah bunga es raksasa. Karena teknik itu akhirnya serangan bertubi-tubi dari Elizabeth pun terhenti, Arya sekarang bisa melihatnya. Dia berdiri disalah satu bongkahan es yang Arya keluarkan tadi.
"Harus ku akui kau melindungi kepalamu dengan baik"
"Tentu saja, jika kepala ini pecah. Maka selesai sudah" kata Arya sambil meringis.
Seluruh badanya terasa nyeri, tentu saja dia juga melindungi tubuhnya dengan Agnet tapi tetap saja babak belur. Elizabeth juga pasti sudah melapisi Morning Star itu dengan Agnet, ia bisa melapisinya dengan Agnet yang lebih banyak karena tidak perlu melindungi tubuhnya. Karena Arya hanya bisa bertahan sejak pertandingan dimulai.
"Tapi pertandingan baru dimulai kau sudah menggunakan teknik dengan skala besar seperti ini, teknik ini terlalu banyak menguras energi"
"Hahaha mau bagaimana lagi? Jika aku tidak menggunakannya serangan mu tidak akan berhenti" jawab Arya hampa.
"Benar juga sih, tapi teknik ini tidak akan mempengaruhi Shining Step milikku. Aku bisa dengan mudah berpijak dimana pun yang aku mau. Dan Shining Step hanya menggunakan sedikit energi untuk setiap langkah yang aku lakukan jadi energi ku sekarang masih penuh, melihat kondisimu saat ini apa kau tidak mau menyerah saja?" tawar Elizabeth dengan senyum puas.
"Terimakasih atas tawaranya, tapi seperti yang sudah aku bilang. Aku tidak boleh kalah disini" jawab Arya sambil memposisikan pedangnya didepan tubuh.
Arya memejamkan matanya, ia berusaha berkonsentrasi seperti yang sudah ia latih sebelumnya. Dia membuka matanya secara perlahan, tatapan matanya kosong. Sekilas Arya menyadari bahwa Elizabeth berhenti tersenyum, ia terlihat waspada melihat perubahan sikap Arya.
Elizabeth terlihat ragu untuk sesaat, lalu dia menggunakan Shining Step miliknya lagi. Arya mengayunkan pedangnya kebelakang kepalanya, terdengar suara senjata beradu.
Kiri, kanan, bawah, kanan, atas, bawah, kiri, belakang, atas, depan
Arya berhasil menahan sepuluh serangan beruntun dari Elizabeth, Arya merasa Elizabeth semakin kesal karena seranganya tidak ada yang berhasil mengenai Arya. Lalu tiba-tiba gerakanya berubah, Arya hanya bisa menahan lima dari sepuluh seranganya.
Dia tidak hanya berpijak pada lantai, gerakan ini......dia berpijak pada semua tempat
Benar saja Elizabeth memantul ke segala arah, ia menggukan lantai,dinding, dan langit-langit untuk membuat gerakannya semakin cepat dan tidak beraturan.
"Selesai sudah" bisik Elizabeth sambil mengayunkan Morning Star ke arah kepala Arya.
Arya dengan sangat cepat merunduk tepat waktu dan melakukan tebasan sambil berputar di tempatnya, Arya merasakan ujung pedangnya menggores pelindung keemasan milik Elizabeth. Arya samar-samar mendengar teriakan Timothy yang terdengar seperti dia mengenainya atau semacamnya, Elizabeth melompat ke salah satu bongkahan es sambil melihat Arya dan pelindungnya secara bergantian, ekspresinya terlihat sangat kesal.
"Aduh maafkan aku, apa aku menggores pelindungmu? Hahaha jangan melihatku seperti itu. Apa kau berharap aku tidak akan pernah mendaratkan satu serangan pun padamu?" ujar Arya sambil tersenyum.
"Mati kau" kata Elizabeth senyuman sudah hilang total dari wajahnya.
"Maaf tapi ini sudah berakhir" bisik Arya pelan.
Arya menahan semua serangan Elizabeth dengan sangat tepat, tidak ada satu pun seranganya yang berhasil. Ia tidak hanya menahan serangan dari Elizabeth, ia juga menghindarinya dengan langkah-langkah kecil sehingga ia terlihat seakan-akan menari-nari dengan pedangnya disinari oleh kilatan-kilatan cahaya Shining Step milik Elizabeth.
Saat Elizabeth mengayunkan Morning Star miliknya secara vertikal tepat di depan Arya, Arya menghindarinya dengan berputar di tempat sambil berjongkok. Dia memposisikan diri memunggungi Elizabeth, ia mengangkat pedangnya setinggi kepala sehingga rantai Moning Star itu melilit pedanngnya. Lalu Arya memelintirkan pedangnya dan mengayunkan pedang tersebut sekuat tenaga ke arah atas.
Mata Elizabeth membelalak saat rantai Morning Star miliknya terputus oleh Arya, Arya memutar pedangnya ditangan dengan cepat dan mengarahkan gagang pedang tersebut ke arah Elizabeth. Dengan tepat waktu Elizabeth berhasil menahan hantaman itu dengan gagang Morning Star yang masih ia genggam, hantaman itu menyebabkan gagang senjata itu langsung hancur berkeping-keping seketika dan membuat Elizabeth terpental hingga ke dinding arena.
Arya memutar pedangnya lalu menyarungkan sambil menghela nafas panjang, setelah ia melakukanya ia mulai mendengar tepuk tangan dan teriakan para penonton. Dia hampir lupa kalau mereka disaksikan oleh banyak orang, Arya berjalan mendekati Elizabeth yang masih terbaring di lantai. Arya berjalan sambil memegangi perutnya, seluruh tubuhnya terasa sakit. Ia merasa beberapa tulang rusuknya patah dan pergelangan tangan kiri nya retak.
Elizabeth menatapnya dengan tatapan kosong.
"Bagaimaina bisa........"
"Aku mengalahkanmu?" sambung Arya.
Elizabeth hanya mengangguk dengan pelan.
"Sebenarnya mengalahkan mu itu tidak mudah, aku melakukan tiga langkah untuk mengalahkan mu" ucap Arya sambil mengcungkan tiga jarinya.
"Untuk mengalahkan mu aku berlatih sangat keras untuk meningkatkan refleks dan indera-indera tubuhku, karena aku tahu mataku tidak akan bisa mengikuti kecepatan mu. Tapi untuk mengetahui secepat apa dirimu aku harus merasakanya secara langsung, aku melakukanya diawal pertandingan"
"Jadi kau sengaja terkena seranganku?" tanya Elizabeth dengan tenang
"Tentu saja tidak, mana ada orang bisa bertahan dari serangan secepat itu. Kalau aku tidak berlatih mungkin aku akan langsung kalah, langkah selanjutnya adalah setelah mengetahui secepat apa dirimu aku menyesuaikan kecepatan refleks yang aku punya sehingga bisa mengimbangi kecepatan milikmu, dan juga jujur saja indera penciuman ku saat berperan penting disini" kata Arya sambil menunjuk hidungnya.
"Indera penciuman?"
"Iya, dengan indera penciumanku aku bisa tahu arah serangan mu selanjutnya dari baumu"
"Bauku?"
"Emm.....membedakan kalian para gadis sebenarnya sangat mudah, soalnya kalian menggunakan parfum-parfum yang berbeda. Kau ingat kan saat kita bertemu di aula latihan? Aku bilang mereka pasti akan berpikiran yang aneh-aneh jika melihat kita berbicara berdua seperti ini. Terutama Asuna"
"Dengan kata lain kau memang sudah merasakan bahwa Asuna akan memasuki ruangan melalui indera penciumanmu"
"Pintar sekali"
"Dasar mesum, kau mengendus para gadis dengan hidungmu itu" ucap Elizabeth dengan jijik.
"Hah......? Apanya yang mesum? Memangnya aku mengendus-endus kalian seperti anjing yang ingin kawin?" tanya Arya ketus.
"Lupakan. Itu saat kau mulai berhasil menahan serangan-seranganku kan?"
"Benar, lalu aku sedikit memprovokasimu disaat-saat terakhir untuk mempermudah langkah terakhir" ucap Arya sambil menjulurkan lidahnya.
"Bagaima caranya? Aku bahkan tidak berhasil mengenaimu satu kalipun"
"Aku menggunakan ini" jawab Arya sambil menjentikkan jarinya.
Kemudian sesuatu yang terlihat seperti sebuah gelembung muncul menyelubungi Arya, gelembung itu penuh dengan titik-titik kecil berwarna putih, lapisan luar gelembung itu berjarak sekitar satu meter dari tubuh Arya.
"Apa itu?" tanya Elizabeth dengan mata terbelalak sambil terduduk.
"Apa kau tahu kalau udara itu mengandung uap air? Dan air bisa menjadi......."
"Es" sambung Elizabeth.
"Iyap, gelembung ini berfungsi seperti sensor aku bisa merasakan apapun masuk kedalam jangkauan gelembung ini. Aku bahkan bisa menghitung daun yang gugur menggunakan gelembung ini, saat aku merasakan kau memasuki jangkauan dari gelembung ini aku bisa mengantisipasi serangan yang akan kau lancarkan dengan bergerak sebelum serangan itu mengenaiku, tapi jangkauanya masih terbatas sih" ucap Arya sambil mengibaskan butiran-butiran es yang ada di gelembung itu.
"Jadi kau membuatnya setipis mungkin sehingga tidak dapat dilihat"
"Iya begitulah"
Lalu Astral mendekati mereka dan bertanya pada Elizabeth.
"Apa anda masih ingin melanjutkan pertandingan?"
"Aku kalah" ucap Elizabeth sambil menggeleng dan menghela nafasnya.
Lalu Astral mengumumkan kesemuanya bahwa pemenang pertandingan pertama ini adalah Arya, pengumuman itu disambut gemuruh pelan dari berbagai arah. Tepuk tanga dan sorak sorai yang teredam kaca pelindung.
"Pengawas?" panggil Arya.
Pengawas Astral mengerti dan mengangguk pelan. Arya mendekati Elizabeth lalu berjongkok didekatnya, Elizabeth melihatnya dengan tatapan bertanya.
"Naiklah"
"Hah? Kenapa? Aku bisa jalan sendiri kok"
"Benarkah? Lalu kenapa kau tidak berdiri dari tadi? Kau bukan tipe orang suka menengadahkan kepala pada orang lain kan?"
Elizabeth hanya terdiam mendengar perkataan dari Arya, tanpa menunggu jawaban darinya Arya langsung menarik tangan dan menggendong Elizabeth dipunggungnya.
"Hey?! Tunggu dulu, turunkan aku! Ini sangat memalukan. Dasar tidak sopan" teriak Elizabeth kesal.
"Tidak mau, tubuhmu itu harus segera diobati. Mungkin kau berhasil menipu penonton tapi kau tidak bisa menipuku, pergelangan kakimu keseleo kan? Dan tulang bahu mu bergeser. Tubuhmu tidak bisa terus kau paksakan bergerak secepat itu sambil membawa senjata seperti Morning Star dasar ceroboh" ceramah Arya.
"Kau sendiri bagaimana? Aku yakin beberapa tulangmu pasti patah kan?" tanya Elizabeth masih sambil memberontak.
"Tentu saja dasar loli barbar, itulah sebabnya kita akan ke Pengawas Allucia untuk segera diobati. Setidaknya aku masih bisa berjalan jadi aku berbaik hati untuk menggendongmu"
"Kau tidak perlu melakukanya, Hey? Kenapa kau bersikap baik padaku?"
"Aku bersikap baik pada semua orang kok, tanya saja pada yang lain" jawab Arya dengan wajah heran.
"Bahkan pada orang yang selalu berbuat tidak baik padamu?" tanya Elizabeth pelan.
Arya diam untuk beberapa saat, lalu tersenyum dan menjawab dengan nada suara lembut.
"Jujur saja kau itu meningatkan ku pada adik perempuanku"
"Adik perempuan?"
"Iya, bukan adik kandung sih. Dia adalah anak kandung keluarga angkat ku, jadi saat pertama kali bertemu sikapnya juga sama sepertimu. Dia membenciku karena aku hanya dianggapnya sebagai orang asing yang mengusik keluarganya, tapi lama kelamaan akhirnya dia bisa menerimaku sebagai kakaknya" cerita Arya dengan senyuman di wajahnya.
"Hey Arya? Sebenarnya sejak dulu aku ingin sekali mempunyai seorang kakak, maukah kau menjadi kakakku?" bisik Elizabeth di telinga Arya.
"Eh?"
-----------------------------<<\ data-tomark-pass >>-----------------------------
"Baiklah aku sudah mengobati luka-luka kalian tapi sebaiknya jangan terlalu banyak bergerak dulu terutama kau nona muda" kata Allucia sambil menunju Elizabeth.
Elizabeth yang sedang berbaring di bangsal ruang perawatan mengangguk sambil tersenyum ceria, Arya kira dia akan sedikit lebih sedih karena baru saja dikalahkan oleh Arya. Tapi ternyata tidak.
"Aku harus kembali ke arena, aku pergi dulu" ucap Allucia berpamitan pada Arya dan Elizabeth.
Setengah jam kemudian ada seseorang yang berlari terburu-buru menuju ruang perawatan, dari suaranya Arya sangat mengenali orang ini.
"Timothy ucapan selamatnya nanti sa........."
Sebelum Arya menyelesaikan kata-katanya Timothy memotongnya dengan cepat, ia kelihatan terburu-buru kemari. Ada raut kekhawatiran diwajahnya, sesuatu yang Arya tidak pernah lihat sebelumnya.
"Arya?! Sebaiknya kau segera kembali ke arena, ada sesuatu yang harus kau lihat"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 303 Episodes
Comments
John Singgih
kemenangan karena kecerdikan dan hasil pengamatan musuh dengan baik
2021-07-23
3
Riski Fajar
Wah cerita nya sangat menarik 😍,
tetap semangat melanjutkan karya mu kakak
jangan lupa mampir di novel ku ya "Stranded in a Dungeon"
terimakasih
2021-02-15
3
Dani Sam
wah apa tuh
2020-11-14
0