Ryan membalas tatapan kaget Arya dengan senyum tersungging diwajahnya, dia mengenakan toga seperti orang-orang lainya yang berada disitu. Arya merasa aneh melihatnya mengenakan pakaian seperti itu, karena biasanya si Wibu ini hanya mengenakan kaos dengan gambar waifu-nya dan celana jeans kusam. Setelah memperhatikan temanya itu untuk beberapa saat, Arya baru menyadari jika Ryan tidak sendiri.
"Hai bagaimana kabarmu?" tanyanya riang.
"K....k....kenapa?" tanya Arya gagap.
"Kenapa aku bisa ada disini? Bukankah aku pernah bercerita bahwa Ayah ku bekerja di pusat penelitian?"
Eh? Emang pernah ya? Mmm sepertinya Arya memang pernah diberitahu oleh Ryan bahwa Ayah nya bekerja disini tapi, Arya memang tidak pernah serius menanggapi perkataan apapun dari Wibu ini.
"Kau tidak ingat?" tanyanya lagi.
"Bukanya tidak ingat, hanya saja aku memang tidak memerdulikan apapun yang kau katakan"
"HAH!? Kau ini, jujur amat sih loh."
"Terimakasih atas pujianya" kata Arya sambil tersenyum mengejek.
"Itu bukan pujian brengsek, dan sebenarnya aku menyapamu karena aku ingin memperkenalkan seseorang padamu" kata Ryan sambil menengok kebelakang.
Dia berbalik memandang pria asing yang ada dibelakangnya, entah kenapa Arya merasa familiar dengan pria itu. Pria itu tinggi bahkan lebih tinggi dari Ryan, dia memiliki rambut yang sedikit diatas kepalanya atau bisa dibilang hampir botak, dia mengenakan kacamata dan toga seperti yang dikenakan Ryan.
"Perkenalkan Arya, pria ini adalah ayah ku, dia adalah salah satu peniliti di Pusat Penelitian ini"
Sudah Arya duga bahwa rasa familiar yang dia rasakan tadi berasal dari kemiripan postur tubuh pria itu dengan Ryan. Ayah Ryan tersenyum dengan antusias dan menjabat tangan Arya dengan semangat. Bahkan sebelum Arya menyodorkan tanganya.
"Perkenalkan Tuan Arya, nama saya adalah William Gerrow. Sudah lama saya ingin bertemu langsung dengan anda. Dan akhirnya hari ini saya bisa berjabat tangan dengan anda rasanya ini seperti mimpi saja" ucapnya cepat.
"Ha.....ha.......ha e....terimakasih" kata Arya bingung menanggapi pria itu.
"Dan saya sangat berterimakasih karena anda mau berteman dan menjaga anak saya, saya tahu dia sangat menyebalkan dan tidak berguna tapi. Saya sangat bersyukur seorang Elementalist seperti anda mau berteman denganya" kata Mr.Gerrow terharu.
"Iya saya mengerti, pasti susah mempunyai anak yang tidak berguna dan seperti sampah masyarakat itu ya?" kata Arya menanggapi sambil tersenyum.
"HEY!!!" teriak Ryan kesal.
"Kalau anda bersedia maukah anda berkunjung dan mencoba alat-alat sihir yang saya buat?" tanyanya lagi pada Arya tanpa memperdulikan teriakan kesal anaknya.
"Alat-alat sihir?" tanya Arya sambil menoleh pada Ryan.
"Yap benar sekali, aku adalah seorang Half-Witch" kata Ryan menjawab pandangan bertanya Arya.
"Ahh apa Ryan belum memberitahu anda?" tanya Mr.Gerrow.
"Tidak sama sekali" kata Arya.
Kalau dipikir-pikir inilah pertama kali dia mengetahui sesuatu tentang Ryan, Ryan itu tidak biasa menceritakan hal-hal spesifik dalam kehidupan pribadinya. Sepertinya hal ini tentunya, bahkan biasanya dia lebih mengetahui tentang Arya dari pada Arya sendiri.
"Baiklah Ryan aku mau kembali bekerja, kalau kau ingin pulang tunggulah di ruangan ku ya. Sampai jumpa tuan Arya" katanya sambil melambaikan tangan pada Arya.
Mereka berdua melambaikan tangan pada pria itu hingga dia tidak terlihat lagi dari pandangan mereka, lalu Arya mulai berbicara.
"Jadi kau diperintahkan pusat penelitian untuk mengawasiku?"
"Benar sekali"
"Jadi kau mendekatiku karena diperintahkan?"
"Mmm salah kawan, aku sudah tertarik padamu bahkan sebelum aku diminta untuk mengawasimu"
Reflek, Arya segera mengambil jarak dari Ryan sambil melihatnya dengan tatapan penuh jijik.
"Maaf sobat, tapi aku adalah laki-laki normal" katanya sambil memposisikan tanganya menyilang di depan dadanya.
"Bukan tertarik yang seperti itu yang ku maksudkan!!!" teriaknya.
Sebenarnya Arya meragukan pertemanan mereka untuk beberapa saat, karena dia masih tidak percaya bahwa si Wibu ini adalah seorang Half-Witch.
"Jadi bagaimana menurutmu dengan tempat ini?" tanya Ryan.
"Bukan sebuah awal yang buruk untukku, aku hanya berharap nantinya tidak membosankan seperti dipermukaan" kata Arya sambil menunjuk ke arah atas.
"Aku yakin kau tidak akan bosan disini"
"Dan kenapa kau bisa berpikiran seperti itu tuan Wibu?"
"Bukankah sudah jelas kenapa kau merasa bosan di permukaan? Itu disebabkan karena kau tidak berada ditempatmu seharusnya, disana kau tidak merasakan persaingan apapun karena kau mempunyai kelebihan tersendiri dari pada orang-orang disekitarmu. Tapi tempat ini sangat berbeda, disini kau akan dilatih dan bersaing dengan orang-orang terpilih yang bisa dikatakan setara dengan mu bahkan berada diatasmu"
"Intinya maksud perkataan mu adalah akan lebih seru jika aku bersaing dengan para Elementalist lainya disini dari pada dengan orang-orang biasa yang ada dipermukaan?"
"Yap, dan bukan hanya karena kau akan bersaing dengan para Elementalist lainya saja. tapi juga karena kau akan dilatih oleh 10 Pengawas Ujian"
"Memangnya ada apa dengan Kesepuluh Pengawas Ujian itu?" tanya Arya penasaran.
"Hehh.....apakah kau tidak penasaran kenapa mereka bisa menjadi pelatih yang ditugaskan untuk melatih para Elementalist? Dan lagi mereka adalah manusia. Bisa dikatakan bahwa 10 Pengawas Ujian adalah manusia terkuat saat ini, itu dikarenakan kalian para Elementalist saat ini belum menjadi Elementalist yang sebenarnya. Kalian bersepuluh masih seperti bayi yang baru saja keluar dari kandungan"
"Hey apa kau sedang mempermainkanku?"
"Sama sekali tidak, aku sangat serius soal ini. Level kekuatan Kesepuluh Pengawas Ujian tepat berada dibawah para Elementalist, bahkan menurutku mereka bisa menyamai atau bahkan melebihi 4 ras lainya saat bertarung, apa kau tidak merasakan sesuatu yang berbeda saat bertemu Pengawas Astral untuk pertama kalinya?" kata Ryan dengan serius sambil menoleh kepada Pengawas Astral.
"Kau benar, orang itu sedikit berbeda dari orang kebanyakan" kata Arya menyetujui.
Arya akui dia memang merasakan perbedaan dari pria itu, saat pertama kali melihatnya berdiri tepat di tengah-tengah para Elementalist. Pria itu memiliki aura yang tidak pernah Arya rasakan sebelumnya.
"Hei apa kau mau melihat sesuatu yang menarik?" tanya Ryan sambil mengeluarkan sesuatu yang mirip seperti tongkat sihir dari sakunya.
"Heh....apa itu? Jangan-jangan, tongkat sihir?" tanya Arya.
"Benar sekali, Ir'amec" katanya sambil mengacungkan tongkat sihirnya.
Tiba-tiba ada sesuatu yang melesat menuju arah mereka berdua dengan sangat cepat, benda itu berhenti tepat disebelah Ryan. Benda itu terasa sangat familiar di mata Arya.
"Apa itu.......? Sapu sihir?" tanya Arya bingung.
"Yap, apa kau mau mencobanya?" tanya Ryan antusias.
"Tidak, apa kau yakin orang yang bukan penyihir aman menggunakanya?" kata Arya langsung menolak.
"Mmm.....aku tidak tahu, itulah sebabnya sekarang kita ingin mencobanya bukan?"
"HAHH.....? Apa kau pikir aku sebodoh itu sehingga setuju menjadi kelinci percobaan mu?"
Arya masih tidak percaya bahwa si Wibu ini adalah seorang penyihir, tapi apa yang telah dia lakukan tadi sudah bisa menjadi bukti kuat yang menunjukan bahwa temanya itu adalah seorang penyihir. Saat dia masih asyik berpikir tiba-tiba ada suara yang membuyarkan lamunanya, suara yang sangat dia tidak duga.
"Hei sampai kapan kau ingin bermain dengan temanmu itu? Mereka menyuruh kita berkumpul"
"Hehhh........ku pikir kita akan bersikap saling tidak mengenal satu sama lain" kata Arya sambil menoleh.
Yang berbicara padanya tidak lain dan tidak bukan adalah Asuna, gadis itu melihatnya dengan tatapan merendahkan. Sepertinya dari tadi dia memerhatikan apa yang Arya dan Ryan lakukan.
"Aku memang tidak mengenalmu, memangya kapan aku mengatakan bahwa aku mengenalmu? Aku hanya memanggil mu karena para Elementalist disuruh berkumpul" katanya sambil memalingkan wajahnya
.
"Ohh........."
Arya lalu mendekatinya dan menyentuh pipi Asuna dengan jari telunjuk tangan kananya. Segera saja gadis itu kaget dan mundur menjauh dengan wajah memerah.
"A..Ap....apa yang kau lakukan?" tanyanya gagap.
"Eh....tidak ada, hanya saja aku ingin memastikan apakah kau benar Asuna atau hanya ilusi. Aku masih tidak percaya saja bahwa Asuna akan menyapaku lebih dulu" kata Arya.
"HAH....?! Apa kau ingin aku hanguskan?" kata Asuna sambil mengacungkan tinjunya.
Arya merasa puas berhasil menghapuskan ekspresi dingin dari gadis itu.
"Ehem....ehem sepertinya aku harus pergi, aku tidak ingin e.......menganggu kencan kalian" kata Ryan sambil berdeham.
"KAMI TIDAK SEDANG BERKENCAN. HUH!" kata mereka berdua bersamaan sambil memalingkan wajah masing-masing.
Kenapa bisa bersaamaan seperti itu, pikir Ryan. Lalu dia berjalan menjauh dari dua orang yang sedang bertengkar itu. Tapi sebelum dia pergi ia kembali menoleh pada Arya.
"Hei Arya ingat pesanku, jangan remehkan 10 Pengawas Ujian"
Arya melihat mata sahabatnya itu untuk beberapa saat, lalu mengangguk yang menandai dia mengerti apa yang dikatakan Ryan. Lalu Ryan pun berjalan dan menghilang kedalam kerumunan tempat itu, setelah itu Arya kembali menoleh pada gadis yang ada di depanya.
"Sampai kapan kau akan berdiri disitu? Bukankah tadi kau mengatakan kita disuruh berumpul?" tanya Arya.
"Tidak perlu kau bilang pun aku sudah tahu kok" katanya ketus dan langsung berjalan.
Arya menyusulnya dan berjalan tepat disampingnya.
"Menjauh dari ku" kata Asuna.
"Hah?" sahut Arya bingung.
"Menjau dariku! Aku tidak ingin yang lain menganggap kita saling mengenal" teriaknya kesal.
"Iya-iya" kata Arya menuruti apa yang dikatakanya.
Bukankah dia tadi yang ingin memanggilku? dasar cewek plin-plan, lalu Arya melirik gadis itu lagi. Dia melihat sesuatu yang aneh di mata gadis itu, jangan-jangan gadis ini?
"Hei bukankah lebih baik kau berusaha berkenalan dan berteman dengan Elementalist perempuan yang lainya"
"Hah?! Untuk apa aku melakukan hal bodoh seperti itu?" tanyanya dengan wajah kesal.
Ekspresi yang dia tunjukan sesuai dengan dugaan Arya, perempuan ini tidak memiliki teman. Mau bagaimana lagi kalau dia tetap bersifat dingin seperti itu bagaimana caranya dia mendapatkan teman?
"Bukankah itu sebabnya kau berbicara padaku? Karena kau tidak bisa berbicara dengan yang lainya?"
"Aku bisa berbicara dengan yang lainya" sahutnya.
"Lalu apakah kau sudah megenal mereka?"
"Tentu saja"
"Aku berani bertaruh kau hanya mengetahui nama mereka dari absen Pengawas Astral saat kita berkumpul sebelumnya"
Dia terdiam mendengar perkataan Arya, lalu memalingkan wajahnya dari Arya.
"Cobalah untuk berkenalan, saran dariku sih cobalah berkenalan dengan Selena. Kelihatanya dia adalah orang yang baik hati"
"AHH IYA-IYA dasar cerewet, kau tau mulutmu itu seperti perempuan yang sedang mengidam" katanya sambil menoleh dengan kesal.
"HAH!!? Apa maksud perkataan mu itu? Aku hanya ingin membantumu" sahut Arya kesal.
Lalu mereka berdua saling memalingkan muka, dan tidak berbicara lagi hingga mereka sampai pada tempat yang lainya berkumpul. Timothy yang melihat mereka berdua berjalan bersama-sama langsung mendekati Arya, Asuna pun langsung berjalan menjauh.
"Kyu-kyu apaan ini? Ku kira kalian tidak saling mengenal, tapi kalian langsung bermesra-mesraan ditempat seperti ini" kata Timothy bercanda sambil merangkul leher Arya.
Tanpa basa-basi Arya langsung melontarkan pukulan yang cukup kuat tepat pada perut Timothy, serangan tidak terduga itu membuatnya bertekuk lutut sambil memegang perutnya. Ahhh enaknya bisa melepaskan kekesalan pada orang lain.
"Hei! Sakit tahu, kalau saja aku bukan Elementalist Besi mungkin aku sudah memuntahkan semua makanan yang ada diperutku" katanya masih memegang perutnya
"Bersyukurlah kau adalah Elementalist Besi" kata Arya sambil tersenyum sinis.
"Arya kau benar-benar menyeramkan" katanya sambil berdiri dari lantai.
"Baiklah sepertinya semuanya sudah berada disini, sebelum anda sekalian beristirahat di kamar kalian yang nyaman. Saya ingin mempertemukan anda semua dengan orang-orang yang akan melatih kalian selama berada disini" kata Pengawas Astral.
Lalu entah dari mana, muncul 9 orang lain yang berdiri di kiri dan kanan Pengawas Astral, inikah Kesepuluh Pengawas Ujian. Aura yang mereka pancarkan benar-benar berbeda dari yang pernah Arya rasakan selama ini, hanya satu yang Arya tahu saat itu. Mereka sangat berbahaya.
"Saya tidak akan memperkenalkan mereka saat ini, mereka akan memperkenalkan diri mereka masing-masing saat kalian mendapat latihan dari mereka. Baiklah silahkan menuju kamar kalian masing-masing" kata Pengawas Astral sambil tersenyum.
"Oke semuanya ayo kita langsung menuju asrama kita" kata Timothy semangat.
Tapi sebelum Timothy melangkah lebih jauh, dia dihentikan oleh Pengawas Astral dengan cara memegang kerah baju milik Timothy.
"Maaf Tuan Timothy sepertinya anda salah jalan, asrama laki-laki melalui tangga sebelah kanan, bukan sebelah kiri. Sebaiknya anda tidak melakukan hal-hal aneh, karena saya bisa pastikan anda akan mendapatkan hukuman yang setimpal jika melakukan itu" kata Pengawas Astral menyeramkan tepat di depan wajah Timothy.
"Ha....ha....ha baiklah, kau tahu Pengawas Astral aku hanya lupa yang mana tangga menuju asrama laki-laki" jawab Timothy dengan wajah pucat.
"Dasar mesum" kata Kevin.
"Bodoh" tambah Arya.
"Tidak punya harga diri" timpal Zayn.
Ali juga mengangguk menyetujui perkataan tiga orang lainya.
"HEI! Apa-apaan ini? Untuk pertama kalinya kalian menyetujui sesuatu dan kalian malahan setuju bahwa aku adalah orang mesum bodoh yang tidak punya harga diri?" kata Timothy tidak percaya.
"Benar sekali" kata Kevin sambil melangkah menuju asrama.
Disusul oleh Ali dan Timothy yang menggerutu sendiri, dan yang tersisa hanya Zayn dan Arya. Para gadis sudah naik menuju asrama mereka, lalu Zayn berjalan lebih dulu untuk naik menuju asrama.
Tapi saat dia melewati Kesepuluh Pengawas Ujian, sepertinya dia membisikan sesuatu pada mereka, hal yang membuat 10 Pengawas Ujian sedikit terkejut. Kemudian Zayn menghilang menaiki tangga.
Yang terakhir adalah Arya, Arya berjalan tapi ia tidak menuju tangga. Melainkan tepat ke depan Pengawas Astral dan 9 Pengawas Ujian lainya, 10 Pengawas Ujian terdiri dari 7 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Setelah dia perhatikan mereka mempunyai kesamaan yaitu cincin emas dengan crystal yang ada ditengahnya, masing-masing crystal berwarna berbeda-beda satu sama lain. 10 Pengawas Ujian melihatnya dengan raut wajah tertarik.
"Apa anda ada perlu Tuan Arya?" tanya Pengawas Astral.
"Aku tidak tahu kenapa kalian melakukanya, tapi yang jelas aku tahu bahwa kalianlah yang mengawasi kami di ruangan pertama sebelumnya" kata Arya.
Langsung saja 10 Pengawas Ujian terlihat terkejut dengan apa yang dikatakanya.
"Wow apakah anda merasakan hawa keberadaan kami? Itu sangat menakjubkan" kata salah satu Pengawas laki-laki dengan luka disebelah matanya.
"Ehh.....apa kemampuan kita telah menurun ya?" tanya salah satu Pengawas laki-laki dengan tubuh gempal.
"Bukankah itu karena indera mereka berdua saja yang terlalu tajam" jawab seorang Pengawas laki-laki yang mengenakan bandana.
"Tunggu sebentar, apa maksudmu dengan mereka berdua?" tanya Arya.
"Tuan Zayn juga menyadari keberadaan Pengawas lainya tuan Arya" jawab Pengawas Astral.
Jadi itu yang dibisikan Zayn pada mereka dan berhasil membuat mereka terkejut sebelumnya. Sudah ku duga Zayn itu memang berbeda.
"Anak Nyonya Lyan memang hebat ya?" kata salah satu Pengawas cantik dengan rambut berwarna putih.
Arya tidak menanggapi perkataannya, dia tidak tahu harus berkata apa jika mereka menyebut-nyebut ibunya, Lalu dia melangkah melewati Kesepuluh Pengawas Ujian tanpa berkata apapun dan menaiki tangga menuju asrama laki-laki.
Tapi ada sesuatu yang tidak ia duga menunggunya dianak tangga paling atas, Zayn menunggungya sambil bersandar pada dinding. Arya berjalan melewatinya tanpa berkata-apa.
"Kau menyadarinya juga bukan?" kata Zayn.
Arya menghentikan langkahnya tanpa menoleh.
"Iya" jawabnya.
"Kau memang sedikit berbeda" kata Zayn
Arya merasakan pandangan menusuk dari Zayn.
"Kau juga" kata Arya menoleh padanya sambil tersenyum.
Dia pun membalas senyuman itu dan masuk kesalah satu ruangan yang ada disitu. Ruangan diatas itu memiliki 5 pintu, semua pintu sudah memiliki nama masing-masing. Kamar Arya berada ditengah-tengah antara kamar Ali dan Timothy. Sedangkan diseberang ruangan terdapat kamar Kevin dan Zayn yang bersebalahan.
Arya memasuki kamarnya lalu menguncinya dari dalam, dia memperhatikan kamarnya. Kamar itu cukup besar hampir sama dengan kamar yang ada di rumahnya, koper-koper yang membawa barang-barang miliknya sudah berada disitu.
Dia membiarkanya saja karena masih malas untuk membongkar barang-barang, dia memilih berbaring dikasurnya. Ternyata empuk juga, dia memikirkan apa yang terjadi hari ini. Karena asyik memikirkan banyak hal dia pun tertidur tanpa ia sadari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 303 Episodes
Comments
Ibn Edy
mantap thor ceritanya
2022-06-02
1
John Singgih
Ryan yang ternyata penyihir
2021-07-23
1
Reina
👍
2021-07-14
2