"Tuan muda.......tuan muda.....apa anda sudah bangun?"
Terdengar suara Pak Tora memecahkan keheningan kamarnya yang tenang, Arya membuka matanya menatap langit-langit kamar itu untuk beberapa saat.
"Tuan muda?"
"Mmm........." sahutnya malas.
"Syukurlah anda sudah bangun, saya mohon anda cepat bersiap-siap tuan muda. Anda tidak lupa kan? Anda mendapat panggilan hari ini."
"Iya, lima menit lagi" sahut lagi sambil menutup kepalanya dengan bantal.
Benar, hari ini dia ada janji untuk memenuhi panggilan. Dia tidak mungkin lupa akan hal itu, karena Pak Hartoso lah yang memintanya. Tapi, ini pertama kalinya dia mendapatkan panggilan untuk menghadap ke Pusat Penelitian. Entah apa yang akan terjadi disana ia pun tidak tahu, sebenarnya hari ini dia mau bersantai karena hari libur dan juga disebabkan oleh badanya yang masih kaku akibat pertemuanya dengan perempuan api bernama Asuna kemarin.
"Tuan muda?" panggil Pak Tora lagi.
"Iya-iya aku sudah bangun" sahutnya kesal.
Karena tidak senang diganggu terus menerus oleh panggilan dari Pak Tora, ia segera bangun dari tempat tidurnya dan bersiap-siap. Dia mandi dan berpakaian hanya dalam beberapa menit saja, laki-laki tidak perlu waktu lama di kamar mandi bukan? Mmm......kecuali melakukan sesuatu yang lainya seperti......you know lah.
Dia segera menuju ruang makan untuk sarapan, kali ini roti isi ya? Tidak masalah sih. Yang penting ada yang bisa mengganjal perutnya, dia makan dengan lahap dengan Pak Tora yang bediri disampingnya sambil menunggu dengan sabar.
"Sebenarnya aku bisa berangkat sendiri pak, bapak tidak perlu mengantarkanku"
"Tidak bisa tuan muda, saya harus mengantar anda sampai tujuan dengan selamat" tolaknya dengan tegas.
Arya menaikan sebelah alisnya mendengar jawaban itu, seberapa penting kah panggilan ini? Bukankah ini sama seperti yang biasa Pak Hartoso lakukan? Tapi, hanya tempatnya saja yang berbeda. Setelah sarapan ia menuju wastafel untuk mencuci tangan sambil berkaca, ia mengenakan pakaian yang biasa dia gunakan, Kaos putih yang dilapisi dengan jaket warna biru miliknya yang dikombinasikan dengan celana jins sebagai bawahanya.
"Apa anda yakin menggunakan pakaian itu tuan muda?" tanya Pak Tora ragu.
"Yap, untuk apa berpakaian formal? Aku hanya akan bertemu dengan ayahku"
"Aku juga berharap begitu tuan muda, baiklah mari kita berangkat"
Mereka berdua keluar dari rumah, Arya dikejutkan dengan apa yang menunggunya di luar. Sebuah mobil jemputan sudah menunggunya disana. Sampai harus dijemput? Sungguh? Memangnya ada apa ini?.
Mobil mereka melaju menuju pusat penelitian dengan lancar, di perjalanan Arya hanya melihat pemandangan di luar jendela tanpa berkata apa-apa. Pak Tora memperhatikanya secara seksama sambil terdiam.
"Sebenarnya apa yang terjadi pak?" tanya Arya akhirnya memecahkan keheningan itu.
"Apa maksud anda tuan muda?"
"Ini bukan panggilan biasa bukan? Aku harus dikawal dan dijemput seperti ini rasanya aneh saja begitu"
"Sayapun berharap mengetahui apa yang sedang terjadi tuan muda"
Arya menoleh dan melihat wajah pria tua itu beberapa saat, matanya menunjukan kesungguhan yang terlihat jelas. Jadi dia juga tidak tahu apa yang terjadi ya? Dia hanya menjalankan tugas yang diberikan padanya.
Tanpa mereka sadari mereka telah sampai di Pusat Penelitian, bangunan besar dan megah itu menjulang di depan mereka. Ini pertama kalinya Arya berkunjung kesini, ada beberapa alasanya. Yang pertama dia tidak tertarik dengan apa yang terdapat di dalamnya, yang kedua tempat ini tertutup untuk umum.
Mobil mereka melaju menuju pintu masuk setelah melewati pos penjagaan yang dijaga para penjaga dengan seragam berwarna kecokelatan sambil membawa senjata dengan bentuk aneh yang diduga Arya sebagai salah satu senjata yang dikembangkan di tempat ini.
Mereka turun dari mobil tepat di depan pintu masuk Pusat Penelitian, lagi-lagi ada penjaga seperti yang ada di pos penjagaan yang menjaga pintu masuk. Pak Tora memperlihat surat izin pada mereka lalu mereka membiarkan keduanya masuk. Di dalam adalah ruangan yang sangat besar dan penuh dengan orang-orang dengan jubah penelitian berwarna putih. Tempat itu serba putih, dari lantai, dinding, bahkan langit-langitnya yang tinggi pun berwarna putih.
Arya memandangi sekitarnya sambil terus mengikuti Pak Tora yang memimpin perjalanan mereka, akhirnya setelah beberapa menit berjalan mereka sepertinya sampai diruangan yang mereka tuju, Pak Tora berhenti disana. Pintu itu juga ada penjaganya, beneran deh? Didalam pun ada penjaganya? Memangnya ada apa ini?.
"Anda hanya bisa mengantarnya sampai sini saja" kata salah satu penjaga.
Pak Tora pun menoleh dan menatap Arya dengan wajah sedih.
"Sepertinya saya hanya bisa mengantar sampai sini tuan muda"
"Tidak apa pak, aku bisa menangani ini tenang saja"
"Baiklah kalau begitu, sampai jumpa tuan muda"
"Sampai jumpa, bapak tidak perlu sedih begitu kita akan segera bertemu lagi" kata Arya sambil berjalan memasuki ruangan tersebut.
Setelah memasuki ruangan, terdengar samar suara Pak Tora "Saya harap juga begitu" tapi sebelum Arya sempat menoleh kembali pada Pak Tora. Pintu ruangan itu telah tertutup.
Ruangan itu gelap sekali, sangat berbeda dengan ruangan yang dia lewati sebelumnya. Hanya ada lampu-lampu kecil di kiri dan kanan Arya yang seperti membimbingnya ke tengah ruangan itu. Dia pun berjalan mengikuti lampu-lampu tersebut dan pada akhirnya sampai ke sebuah lingkaran besar yang disinari cahaya lampu. Seketika ia tahu bahwa ini tepat berada ditengah ruangan itu.
Arya menyadari bahwa di ruangan itu tidak ada seorang pun kecuali dirinya sendiri, ia menunggu beberapa saat sambil memasukan lenganya kedalam kantung celananya. Lalu munculah secara tiba-tiba sembilan layar portable di depanya. Di setiap layar tersebut munculah wajah-wajah, salah satu wajah yang muncul disana adalah wajah yang sangat dia kenal yang tidak lain dan tidak bukan adalah Pak Hartoso sendiri.
"Akhirnya yang terakhir sudah datang" kata salah satu orang di dalam layar itu.
"Halo Arya, bagaimana kabarmu?" sapa Pak Hartoso dari layar itu.
Arya hanya mengangguk menanggapinya, ia masih belum mengerti tentang situasi ini.
"Jangan terlalu lama Tuan Presiden, bukankah kita harus cepat" kata salah satu orang yang ada di dalam layar
Arya mengenali orang itu, dia pernah melihatnya di tv. Dia adalah George Washington, Presiden Amerika Serikat. Setelah Arya perhatikan beberapa saat, dia mengenali orang-orang yang ada pada layar tersebut. Mereka adalah para pemimpin negara-negara besar di dunia.
"Bisakah anda memberikan saya waktu untuk menyapa putra saya sebentar Tuan Washington" sahut Pak Hartoso.
"Hemm putra katanya" cibir Presiden Amerika Serikat itu.
"Apa salahnya menganggap mereka sebagai anak kita sendiri" tanya salah satu orang dengan tajam.
Arya tahu orang yang bertanya itu, dia adalah Hiroshi Masamune. Perdana Menteri Jepang, wow orang-orang penting sedang berkumpul disini, di depanya.
"Itu bisa dibilang......aneh Tuan Perdana Menteri"
"Apa Maksud....."
"Sudah-sudah, saya mohon kalian untuk tenang Tuan Presiden, Tuan Perdana Menteri" potong Pak Hartoso.
"Arya, kau tahu kenapa dipanggil kemari?" tanyanya lagi.
Arya hanya menggeleng tanpa berkata apa-apa.
"Disini aku akan memberitahu kan yang sebenarnya padamu, dan pada para pemimpin negara yang ada disini"
Mata Arya terbuka lebar mendengar perkataan Pak Hartoso itu, apakah ini tentang ibunya?
"Apa maksud anda dengan yang sebenarnya" tanya George Washinton terdengar kesal.
"Saya.......belum memberitahu Arya bahwa siapa dia itu sebenarnya" kata Pak Hartoso.
Perkataanya itu membuat delapan orang lainya terkejut bukan kepalang, itu terlihat dari ekspresi yang mereka buat. Arya belum mengerti apa yang dimaksudkan Pak Hartoso, dia hanya ingin tahu tentang ibunya, bukan dirinya sendri.
"Hah......apa makasudnya itu? Anda melalaikan tugas yang dititipkan pada anda?" tuding George Washington.
"Dan tugas apa itu Tuan Washington?" jawab Pak Hartoso tenang.
"Kita harus melatih mereka yang dititipkan pada kita agar bisa menjadi pelindung bagi umat manusia"
"Saya tidak pernah mengingat ada yang seperti saat Arya dititipkan kepada saya"
"Apa........!!!" teriak George Washington kesal.
"Benar sekali, saya juga tidak pernah mendengar kata-kata itu" potong Hiroshi Masamune.
Para pemimpin negara lain pun ikut mengiyakan hal tersebut.
"Tapi saya tidak setuju dengan merahasiakan kebenaranya pada mereka Tuan Presiden" kata Hiroshi Masamune pada Pak Hartoso.
"Itu hanya keinginan egois saya sendiri saja sebenarnya" jawab Pak Hartoso.
"Kita memang tidak diberikan tugas untuk melatih mereka, itu sebabnya mereka kita bawa kemari. Tapi untuk memberitahu tentang kebenaranya? Saya kira anda harusnya bisa lebih bijak Tuan Presiden" kata Hiroshi Masamune.
"Saya hanya ingin dia tumbuh seperti anak normal lainya"
"HAHH.....? anda pasti bercanda! Itu adalah tugasnya" sahut George Washington.
"Saya mohon diam sebentar Tuan Washington, tapi dia benar Tuan Presiden, itu memang sudah jadi takdir mereka" kata Hiroshi Masamune.
"Itulah sebabnya saya akan memberitahukanya sekarang disini, sebelum dia pergi" kata Pak Hartoso.
Pergi? Kemana? Arya yang dari tadi mendengar dengan seksama menjadi bingung pada apa yang baru saja didengarnya.
"Arya, kau sebenarnya adalah seorang.......Elementalist" kata Pak Hartoso pada Arya.
Arya tidak terlalu terkejut mendengar itu, dia sudah menduganya bahwa kekuatan es nya itu adalah sesuatu yang istimewa.
"Sepertinya kau tidak terlalu terkejut mendengar itu" kata Pak Hartoso sambil tersenyum.
"Yahh.....anda tahu? Aku membaca banyak hal" jawab Arya.
Para pemimpin negara lain terlihat terkejut melihat respon dari Arya.
"Lalu tentang ibumu"
Hal inilah yang Arya tunggu-tunggu dia ingin tahu tentang ibunya.
"Ibumu menitipkan mu kepadaku saat kau masih kecil, sebenarnya para Elementalist sebelumnya menitipkan kalian pada kami, para pemimpin-pemimpin negara"
Jadi begitu.......kami para Elementalist dititipkan oleh orang tua kami kepada mereka? Tapi.......untuk apa?
"Jujur sebenarnya aku tidak ingin kau menjadi Elementalist Arya" kata Pak Hartoso.
George Washington terlihat seperti ingin memotong pembicaraan jadi Pak Hartoso mempercepat ucapanya.
"Hal ini berhubungan dengan permintaan ibumu"
Para pemimpin negara lain pun terdiam dan saling menatap satu sama lain, sementara Arya masih tetap mendengarkan semua perkataan Pak Hartoso dengan seksama.
"Ibumu memintaku agar kau dibesarkan seperti anak pada umumnya, bukan sebagai senjata, maupun sebagai pelindung umat manusia"
"Kau telah melakukan hal itu dengan baik Ayah" kata Arya sambil tersenyum.
Beliau tersenyum mendengar perkataan Arya.
"Aku tidak bisa memberitahukan tentang ibumu lebih banyak lagi Arya"
Dia merasa kecewa mendengar perkataan Pak Hartoso itu.
"Tapi, aku tahu siapa yang bisa memberitahumu. Dan kau akan segera bertemu dengan mereka"
Ohh.....sungguh? dia sudah tidak sabar ingin bertanya tentang ibunya.
"Dan......Arya nama mu bukan hanya Arya saja. Arya adalah nama yang diberikan oleh ibumu. Dan marga mu adalah Frost, Arya Frost itu adalah nama mu."
Wow........akhirnya dia mendapati beberapa potongan puzzle yang ada dikepalanya mulai lengkap, dengan begini dia bisa semakin dekat dengan kebenaran tentang ibunya.
"Dan sepertinya ini adalah perpisahan kita" kata Pak Hartoso terlihat sedih.
"Apa maksud Ayah, Kita akan segera bertemu lagi kan?" kata Arya asal bicara.
"Baiklah sampai jumpa" kata Pak Hartoso senang.
Tiba-tiba lingkaran besar yang ada pada tengah ruangan itu terbuka dan membuat Arya jatuh kedalam lubang besar itu, lubang itu terbuka dan didalamnya sangat gelap. Dia tidak bisa melihat dasarnya. Itu seperti sebuah luang yang akan melewati inti bumi, sebuah lubang yang entah akan membawanya kemana.
Dan apa yang akan menunggunya di ujung lubang ini? Belum cukupkah kejutan yang dia terima dalam sehari ini saja?.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 303 Episodes
Comments
Singgih Sunaryo
itulah manusia memperlakukan seseorang sebagai senjata demi keuntungannya sendiri
2024-01-14
0
Ibn Edy
tetap semangat thor
2022-06-02
0
░M░y░o░u░i ░x░ M░i░n░a░
bab mngkin mksutnya, kan lama xD
2022-01-12
0