Yuki teringat akan janjinya untuk ikut demo masak di rumah Bu Rina, ketua PKK kampung itu. Dia segera memberesi semua pekerjaan.
"Wah, gawat! Udah siang banget! Aku bisa terlambat!" seru Yuki.
Klontang!
Panci sampai jatuh berbunyi saat dia menaruhnya dengan tergesa.
"Apa itu Kiki!!" teriak Bu Yayah dari depan.
"Maaf, Bu! Pancinya jatuh, nggak sengaja!" jawab Yuki.
"Awas ya kalo sampe pancinya rusak! Potong gaji!" ancam Bu Yayah.
"Nggak, Bu!"
Yuki segera merapikan rambut dan bajunya. Dia bergegas membawa buku notes dan pulpen, berlari ke depan.
"Bu Yayah, pekerjaan sudah selesai. Saya pamit mau ikut demo masak!" ujar Yuki sambil berlari meninggalkan wanita yang terbengong di dalam toko, tak didengar jelas kata-kata Yuki karena gadis itu berlari cepat. Berita di televisi tentang demo mahasiswa membuatnya tersadar.
"Ikut demo apa dia bilang?? Eh, jangan-jangan ...."
Bu Yayah segera keluar dari toko dengan tergopoh-gopoh.
"Eh! Hey! Kamu nggak boleh ikut demo kekerasan! Anarkis!! Kiki!!" teriaknya.
Namun, terlambat. Gadis itu telah pergi menjauh dan tak kelihatan lagi batang hidungnya.
"Gawat ini! Anak gadis itu nggak boleh ikut demo-demo yang ujung-ujungnya akan mengkibatkan kerusuhan!"
Bu Yayah mondar-mandir cemas di depan toko. Tak ada yang bisa dimintai pertolongan. Meski dia suka membentak asistennya itu, tapi dia pun kuatir jika terjadi apa-apa padanya.
Suara motor suaminya yang dipakai Rangga terdengar datang dari jauh.
"Ah, untunglah Rangga pulang!"
Wanita itu menghadang keponakan laki-lakinya di depan rumah dengan wajah cemas. Sepeda motor berhenti tepat di depannya.
"Bibi ini kenapa di situ? Nungguin apa??" tanya Rangga melepas helmnya, menyibakkan anak rambut yang terurai di depan mata.
"Rangga! Itu si Kiki tadi pergi terburu-buru! Dia bilang mau ikut demo! Gimana ini?? Kalo terjadi apa-apa gimana? Mana Bibi nggak tau asal-usul dia anak siapa pula!" ujar wanita berdaster itu bingung.
"Kemana tadi dia pergi, Bi??" tanya Rangga tak kalah cemas.
"Ke arah sana! Eh, itu Om kamu pulang! Bibi ikut kamu ya Rangga??" pinta Bu Yayah.
Rangga sebenarnya tak ingin bibinya ikut mencari Yuki karena terlalu bahaya di keramaian mahasiswa pendemo, tapi bibinya udah terlanjur naik memboncengnya. Lelaki itu memakai kembali helm yang tadi telah dilepas.
"Ya udah, Bi. Nanti bibi lihat dari jauh aja, ya?" ujar Rangga.
"Ah, iya. Pokoknya anak bandel itu harus ketemu!" tukas Bu Yayah mengepalkan jemari tangannya, dia masih membawa sebuah serbet yang digunakan untuk mengelap meja.
"Eh, Pak! Nitip anak-anak! Aku mau nyari Kiki!" teriaknya pada Pak Hendra.
"Iya, Bu! Emang Kiki kemana??" tanya Pak Hendra memarkir mobil tuanya.
"Demo!"
Motor meluncur ke jalan, tak memperdulikan teriakan Pak Hendra yang cemas akan istrinya. Namun apa daya, anak-anak di rumah tidak ada yang menjaga. Jadi, dia tetap harus berada di rumah.
*
"Maaf Bu, saya terlambat," ujar Yuki memasuki rumah Bu Rina.
"Belum dimulai kok, Mbak Kiki. Silakan masuk!" kata Bu Rina.
Seorang pria sedang menyiapkan mixer, oven, dan beberapa bahan untuk membuat roti manis. Pria itu menatap sebentar pada Yuki, lalu tersenyum.
Saat memasuki ruangan dan memilih tempat duduk di depan, seluruh mata di ruangan itu mengarah padanya. Seketika bisik-bisik para ibu terdengar memenuhi ruangan.
"Siapa sih gadis itu, Bu? Kok masih muda mau ikut demo masak?" tanya seorang ibu paruh baya di belakang Yuki.
"Itu pembantunya Bu Yayah."
"Bu Yayah yang punya toko, yang galak itu??"
"Ho'oh."
"Halah, kasihan ya mbak cantik itu, pasti setiap hari dibentak-bentak. Kayak itu, si mbak yang sebelumnya, kan dia melarikan diri dari rumah Bu Yayah!"
"Masa sih, Bu?"
"Iya!"
"Katanya juga, Bu Yayah punya dua tuyul!"
Obrolan makin heboh saat dikait-kaitkan dengan dunia ghaib.
"Pantesan kaya, ya?"
"Iya! Tuyulnya itu laki dan perempuan!"
"Ih, serem, ya? Pantes duitku seratus ribu waktu itu hilang!"
"Hilang di mana, Bu?"
"Di rumah!"
"Bu Tya ini, uang seratus ribunya kan jadi sapu lidi waktu ada yang nawarin ke rumah-rumah, kan?"
"Eh, hehehe iya deng! Jadi berlembar-lembar uang dua ribuan."
"Huh! Bu Tya ini!"
Yuki terkikik sendiri.
Iya, Bu Yayah kan punya dua tuyul! Wildan sama Aurel! Hahaha.
"Ibu-ibu, mari kita mulai ya .... Silakan boleh dicatat langkah-langkahnya. Nanti kalo ada yang kepingin beli alat-alatnya, bisa hubungi kami," ujar pria yang akan berdemo itu berpromosi.
"Boleh dicicil nggak, Mas??" tanya salah seorang ibu-ibu.
"Boleh, Bu!"
"Yuk, kita mulai dulu ya demo masaknya ...."
Seketika suasana ruangan itu menjadi khidmat. Hanya terdengar suara penjual alat masak itu saja, mengajarkan tutorial membuat roti manis menggunakan alat yang akan mereka jual nantinya di akhir acara.
*
Sementara itu, di alun-alun serombongan mahasiswa sedang menyuarakan aspirasi mereka.
Seorang wanita gemuk berdaster bunga-bunga dan memakai roll rambut di poninya, ingin menyeruak di segerombolan mahasiswa untuk maju ke depan pria yang sedang beraksi.
"Bi! Tunggu di sini aja!" Rangga menahan tangan bibinya itu.
"Nanti kalo kamu yang maju, pasti malah akan jadi masalah! Nanti jadi tawuran! Udah! Bibi yang maju!"
"Tapi, Bi ...."
Belum sempat Rangga menyelesaikan kata-katanya, wanita itu maju ke jajaran polisi yang menertibkan jalannya demo.
"Eh, Ibu mau apa?" tanya seorang polisi.
"Mau cari anak perempuan yang ikut demo! Dia pembantu saya! Mau saya suruh pulang!" jawab Bu Yayah sambil celingukan mencari Yuki. Tanpa bisa dicegah oleh polisi, Bu Yayah maju ke rombongan mahasiswa yang agak jauh dari polisi. Wanita itu berkecak pinggang, sambil mencari Yuki.
Seseorang yang bukan dari mahasiswa tiba-tiba meneriakkan kata-kata yang memprovokasi aksi tersebut. Teriakan itu tepat di telinga Bu Yayah.
"Bakar!! Bakar!!" teriaknya kencang.
"Eh!! Teriak-teriak di telingaku! Memangnya aku tuli!! Apanya yang dibakar?? Mau bikin onar kamu?? Pergi sana!!" Bu Yayah segera memukuli pria itu, hingga dia lari terbirit-birit.
"Bubar!! Bubar semua!!" teriak Bu Yayah pada para mahasiswa yang mulai memanas. Beberapa orang sudah akan melempar bom molotov. Wanita itu kesal, lalu memukuli rombongan dengan serbet yang dibawanya dari rumah.
Mereka melihat pemandangan tak biasa, seorang wanita tambun berdaster yang membubarkan aksi mereka. Mereka menjauh dari si ibu yang mulai berteriak-teriak menyuruh mereka pulang jika demo jadi anarkis.
Dengan terpaksa, orang-orang yang berdemo pun bubar hanya karena seorang Bu Yayah. Polisi pun berhasil meringkus pembawa bom molotov.
"Gilaa, hebat Bibiku itu! Dia bubarin orang-orang demo!"
Rangga berdecak kagum melihat bibinya yang pemberani membubarkan aksi anarkis yang akan terjadi. Melihat bibinya mulai memanggil-manggil Yuki, Rangga ikut membantunya.
"Kiki!! Kiki!!" teriak Bu Yayah dan Rangga di antara orang-orang itu. Tak ada sosok gadis yang mereka cari.
Hingga pada akhirnya, para pendemo di alun-alun kota sudah bubar entah kemana, mereka belum juga menemukan Yuki.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
gedang Sewu
beda demo bu yahya,klu si kiki ikut demo masak.
2024-04-13
0
devaloka
beda demo bu haha
2023-01-09
1
Ridha Amaliah
ngakak abiss thor..the power of mak2 berdaster🤣🤣👍👍
2022-09-05
0