"Kak Ferry, makasih ya traktirannya," ucap Yuki setelah selesai makan di kantin.
"Bukan apa-apa, cuma brunch aja kok," jawab Ferry.
"Kak, maaf jam kuliahku lima menit lagi. Aku harus kembali ke ruang kuliah," pamit Yuki.
"Boleh nggak aku minta nomor HP kamu?" tanya Ferry.
"Buat apa, ya?" Yuki tak biasa memberikan nomor HP pada orang yang baru dikenalnya. Meski Ferry memberinya kartu nama, hanya saat genting saja dia akan menghubungi lelaki itu. Itu pun entah kapan.
"Ya kalo aku ada perlu sama kamu, kan bisa langsung chat atau telepon," dalihnya.
Yuki berpikir sebentar.
Tak ada salahnya sih memberikan nomor HP ke Kak Ferry. Dia kelihatannya baik.
"Baiklah. Aku pinjam HP Kak Ferry," pinta Yuki.
Ferry merogoh saku, mengambil lalu mengulurkan ponselnya ke tangan Yuki. Gadis itu mengetik dan menyimpan nomornya di ponsel Ferry.
"Tapi ponselku jadul, nggak ada aplikasi whatsapp. Jadi Kak Ferry harus telepon atau sms aja. Lalu, waktuku di rumah majikan terbatas, karena aku harus mengerjakan pekerjaan rumah. Jadi ya kalo nggak sempat balas, mohon maaf ya, Kak!" tutur Yuki.
"Oh, ok. Nggak masalah, yang penting kita bisa berkomunikasi."
"Kalo gitu, aku balik dulu ke kelas ya, Kak?"
Yuki segera membawa tasnya lalu pergi dari kantin tanpa menunggu jawaban dari Ferry. Lelaki itu tersenyum penuh kemenangan. Nomor ponsel Yuki berada dalam genggaman.
Usai dari kantin, Yuki kembali mengikuti kuliah. Untung saja kejadian di kantin tak terlihat oleh Queensya dan geng.
Kuliah hari ini telah selesai. Yuki pulang ke rumah Bu Yayah dengan tergesa. Pekerjaan rumah menanti dan ada tugas kuliah untuk dikumpulkan besok pagi. Mengingat dia tidak punya laptop, maka nanti malam rencananya dia akan pergi ke tempat pengetikan komputer dekat kampus. Jika tidak ada kewajiban kerjaan rumah, dia sudah pasti mengetiknya siang ini juga.
Sebuah mobil baru telah terpampang di halaman rumah. Meski tidak mewah, tapi itu mobil keluaran terbaru. Yuki bertanya-tanya siapa yang bertamu siang itu. Gadis itu memasuki rumah dengan ragu, melongok ke ruang tamu, tapi tak menemukan siapapun.
Yuki menengok ke dalam toko. Seperti biasa, Bu Yayah sedang tertidur di kursi. Dua anaknya sedang bermain di dekatnya.
"Mbak Kiki, mobil Mas Rangga baru," sambut Wildan memberi tahu Yuki.
"Oh, jadi itu mobil baru Mas Rangga?" tanya Yuki perlahan. Meski perlahan, tapi Bu Yayah terbangun juga mendengar ada yang berbincang.
"Eh, Kiki! Udah pulang kamu! Itu sayur yang di wajan dibuang aja! Kayaknya udah mau basi. Nanti kamu masak lagi!" perintah wanita itu.
"Iya, Bu. Baik. Saya ke kamar dulu ganti baju."
"Ya, sana ... sana!" usir Bu Yayah.
Saat Yuki melangkah masuk ke kamar, dia melihat Rangga sedang membawa ponsel di telinganya.
"Ya, Ma. Makasih. Iya, pasti aku kuliah dengan baik. Nggak perlu kost, di sini nyaman kok. Iya, Ma. Daaaagh!"
Yuki menguping pembicaraannya. Sepertinya itu ibunya yang menelepon.
"Ngapain di depan pintu nggak masuk-masuk? Kamu nguping, ya?" ujar Rangga mengagetkan Yuki. Jantungnya terasa berdegup kencang.
"Oh, eh nggak. Ini kok pintunya agak seret kuncinya," kilah Yuki.
"Coba, sini!" Tak disangka, Rangga mendekati Yuki yang sedang memegang kunci yang menancap di pintu.
Tentu saja Rangga bisa membukanya dengan mudah.
"Nggak seret gini lho!" ujar lelaki itu dengan tersenyum. "Kamu tu lucu, ya?" Rangga mengacak rambut Yuki, membuat debar-debar jantung yang tadi sudah berhasil dia atur tadi, kembali datang.
"Eh, makasih, Mas Rangga. Aku masuk dulu."
Yuki merasa salah tingkah di hadapan Rangga. Lelaki itu menggelengkan kepala melihat kelakuan Yuki.
*
Sore harinya, setelah Yuki hampir selesai membersihkan rumah dan memasak, Rangga meminta dibuatkan segelas kopi. Gadis itu segera membuatkannya.
"Mas Rangga, ini kopinya."
Yuki meletakkan secangkir kopi di meja teras. Rangga sedang berada di dalam mobil, mencoba mobil barunya. Dia memutar kepala ke samping, menatap ke Yuki.
"Siniin kopinya," pinta Rangga.
Yuki membawa cangkir itu ke samping mobil, lalu menyerahkan ke Rangga. Lelaki itu mengambil cangkir kopinya, menatap gadis itu lalu bicara pada Yuki. "Kamu mau nemenin aku jalan-jalan sambil nyobain mobil?"
Bagai diguyur hujan saat berjalan di gurun pasir mendengar kalimat itu, Yuki mengangguk senang.
"Tapi nanti ya, Mas. Aku mau beres-beres lemari pakaian Bu Yayah dulu," ujarnya.
"Ok, jangan lama-lama, ya?"
"Iya, Mas."
Hati Yuki berbunga-bunga. Dia masuk kembali ke rumah. Sayup-sayup dia mendengar suara kedua anak Bu Yayah ingin ikut ke dalam mobil baru Rangga. Gadis itu mempercepat pekerjaannya. Dia tak sabar ingin jalan-jalan dengan Rangga.
Semua pekerjaan telah selesai. Yuki segera mengganti bajunya dengan baju yang biasa dia pakai untuk pergi.
"Mas Rangga, jadi nggak?" tanya Yuki mengulang ajakan cowok itu.
"Jadi dong! Ayo! Wildan dan Aurel juga ikut!" seru Rangga.
"Aurel mau duduk di depan!" teriak gadis kecil itu.
"Iya, nanti Mbak Kiki pangku, ya? Wildan di belakang sendiri nggak apa-apa?" tanya Yuki pada anak lelaki kecil itu.
"Iya," jawab Wildan singkat. Baru satu bulan, anak-anak itu semakin akrab dengan Yuki karena berbeda dengan ibunya yang suka berteriak.
Rangga tersenyum melihat mereka bertiga. Kemudian mereka berempat masuk ke dalam mobil. Rangga menyalakan mesin mobilnya. Dengan lancar, dia menjalankan mobil barunya itu.
"Mobil baru dibelikan mamanya Mas Rangga, ya?" ujar Yuki membuka percakapan. Kedua anak Bu Yayah terlihat menikmati perjalanan dengan memandangi mobil dan bus yang melintas di jalan raya.
"Iya. Sebenarnya aku mau pakai motor aja, tapi ibuku memaksa," jawab Rangga.
"Oh ...." Gadis itu hanya membulatkan mulutnya.
Pantes ibunya suka memaksa, jadi anaknya dijodoh-jodohin begitu. Apa dia pasrah juga ya, kalo dijodohin?
"Trus, kalo Mas Rangga dijodohin, Mas mau pasrah juga?" tanya Yuki penasaran.
"Ya nggak, aku udah punya pilihan sendiri. Bagaimana pun akan aku perjuangkan."
Hehehe, jantan juga ternyata. Heh?? Punya pilihan?? Ternyata Mas Rangga udah punya pacar.
Yuki terdiam, rasanya agak kecewa. Dia hanyut dengan pikirannya sendiri.
Setelah Mereka berdua menuruti kemauan Wildan dan Aurel yang ingin turun, jajan di sebuah anumart.
"Kiki, kamu mau beli apa? Ambil aja," ujar Rangga.
"Nggak kok, Mas." Gadis itu menggeleng, meski tenggorokannya terasa kering. Namun, dia tidak membawa uang saat itu.
"Kamu haus, kan?" tebak Rangga yang sudah membawa sebuah minuman botol dingin.
Yuki tersenyum malu.
"Ambil aja," ujar Rangga menyuruhnya mengambil minuman di dalam show case.
"Makasih Mas Rangga," ucap gadis itu lalu mengambil sebuah minuman dingin.
Mereka berjalan ke kasir. Wildan dan Aurel sudah mengulurkan tangan ke sebuah telur berisi coklat dan mainan kejutan.
"Mau itu, Mas Rangga!" rengek keduanya.
"Ya udah, ambil aja," suruh Rangga.
Aurel mengambil sebuah telur warna pink dan Wildan mengambil sebuau telur warna biru.
"Ugh, kenapa sih ya, telur-telur itu pasti ada di meja kasir??" tanya Yuki kesal.
Rangga tertawa mendengarnya. "Sederet sama balon rasa-rasa lagi!"
Yuki berpikir sesaat, lalu memerah mukanya menyadari apa yang dimaksud Rangga.
Jangan-jangan Mas Rangga pernah pake. Aih!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Oi Min
Kond o mh..... Wkwkwkwk
2022-03-02
0
Kholifah
hahahah,,, astaga,, gua kira big babool,,, nyata eh ternyata
2021-10-24
0
Ariey Rosdiana
anumart🤭🤭
2021-09-26
0