Siang itu setelah perkuliahan selesai, Yuki bergegas berjalan kembali ke rumah Bu Yayah agar pekerjaannya tak terbengkalai.
Sebuah mobil meluncur berpapasan dengan gadis itu. Di dalamnya, seorang lelaki bernama Putra, yang telah mencampakkannya melihat ke wajah Yuki yang tak menyadari bahwa lelaki itu ada di dalam mobil.
"Kiki ... cantiknya natural, tapi sayang, dia bukan cewek dari kalangan berada ...." gumamnya menatap gadis itu hingga menghilang di balik tembok rumah pinggir jalan.
Mobil melaju lagi ke arah kampus, masuk dan berhenti di lantai bawah, tempat parkiran mobil mahasiswa.
"Sayang!!"
Sebuah suara manja perempuan yang telah menambah tebal bedaknya melambaikan tangan ke arah Putra.
Queensya berlari ke mobil pria itu. Putra segera membukakan pintu mobil untuk gadis manja yang sekarang mencium pipinya di depan orang banyak. Wajah Putra yang putih bersemu merah karena malu dilihat banyak orang. Sementara si gadis malah terlihat bangga dengan apa yang dilakukannya.
"Makasih, Sayang!"
Gadis itu masuk dan duduk di mobil. Dia menunggu Putra untuk memakaikan seatbelt-nya seperti cerita romantis di televisi.
"Pakai sabuk pengamanmu," suruh Putra ketika telah masuk ke mobil.
Dengan bersungut-sungut karena ternyata Putra malah menyuruhnya memakai sendiri, dia kemudian melakukannya juga.
"Nggak romantis!" omelnya.
"Maksudmu??" tanya lelaki itu mendengar omelan pacarnya.
"Iya, kamu nggak romantis. Masa nggak pakein aku seatbelt!"
Huh, apa sih bagi dia standar keromantisan? Apa belum cukup kujemput setiap hari hingga aku meninggalkan kuliahku sendiri?
"Maaf, besok lagi akan kupasangkan ...." ujar Putra mengalah.
"Makasih, Sayang. Gitu dong .... Mmm, aku besok nggak dateng ke kampus."
"Lho, kenapa?"
"Aku diskors karena gadis miskin itu menampar dan mendorongku, tapi dia bilang ke dekan bahwa akulah yang melakukan itu."
"Apa??! Kenapa kamu diam aja?? Apa nggak ada CCTV??" teriak Putra marah.
"Udahlah, Sayang. Aku nggak apa-apa. Besok pasti yang salah akan tetap terbukti kesalahannya! Aku diam aja sekarang, aku mengalah dulu untuknya!"
"Nggak bisa! Aku mau turun minta penjelasan dekanmu!!"
Putra udah mau turun dari mobil. Namun, dicegah oleh Queensya.
"Jangan! Nanti dia dikeluarkan dari kampus! Kasihan beasiswanya bisa hangus! Udahlah, Sayang! Lupakan masalah itu. Lagian, besok kita bisa pergi jalan-jalan. Kamu mau, kan?"
"Tapi aku ada banyak kegiatan ...."
"Ah, Sayang. Hibur aku, aku baru sedih nggak bisa datang ikut kuliah ...." rengek Queensya.
"Hhh ... baiklah."
Lelaki itu segera menyalakan mobil, lalu melaju keluar dari parkiran.
"Begitu dong ... calon suamiku yang tampan!"
Sambil berceloteh tentang kesepadanan mereka dari mulut Queensya, mereka melaju ke rumah Queensya.
*
"Kiki! Kamu masak ya!" teriakan Bu Yayah menggema di dalam rumah. Wanita itu sedang memegang ponselnya di dalam toko.
"Waduh! Masak?? Nggak bisa lah aku ...." gumam Yuki pelan.
"Kikiiii!!!!" ulangnya.
"Eh, iya, Bu! Saya dengar!"
"Kamu nggak punya mulut?? Kenapa tadi nggak jawab sih!!"
"Huh, punya mata nggak sih, masa mulut nempel terus dia nggak lihat!" gumamnya lirih lagi.
"Kikiiii!!!!"
"Iyaaa, Buuu ...."
"Cepetan ke dapur!! Ada sawi, bakso, cabe sama tahu! Sawi sama baksonya dibikin ca! Tahunya digoreng! Cabenya jadiin sambal!!"
"Gawat pokoknya. Duh, buka ponsel aja lah! Yaaah ponselku kan jadul!" keluhnya pelan.
Terpaksalah dia mencari tau sama Bu Yayah sendiri, dengan resiko diomeli karena anak perempuan nggak tau resep ca sawi, sambal dan tahu goreng.
"Lho! Lupa pintu dapur?? Kenapa malah ke sini sih!!" teriak Bu Yayah. Kedua anaknya menutup telinga karena teriakan-teriakan itu.
"Bu, maaf. Eh ... resepnya apa ya?"
"Alahmak! Kamu itu kukira nggak bisa bersih-bersih doang, tapi ternyata juga nggak bisa masak! Gustiiiiii!!! Ini ancamaan!!!"
Ugh, ingin kucocol sambal cumi mulut Bu Yayah itu!
"Iya, Bu. Maaf."
"Huh, orang nggak punya apa-apa itu harus kreatif! Inovatif! Sensitif! Latif!"
Terserah Ibu.
"Kutulisin ya di kertas caranya, kamu nanti tinggal ikuti resepnya! Bukannya bantuin, malah ngerepotin! Ambilin kertas sama pulpen buruan!"
"Siap, Bu. Iya ...."
Gadis itu berlari ke kamarnya, menyobek selembar kertas dan membawakan pulpen untuk wanita gemuk itu.
"Sini, cepet!" Wanita itu merebut kertas dan pulpen dari tangan Yuki.
Dia menuliskan tiga resep untuk Yuki. Gadis itu duduk bersimpuh sambil terkantuk-kantuk menunggui majikannya menulis.
"Berani-beraninya tidur! Majikan kerja! Pembantu tidur! Nih resepnya! Pelajari trus bikin yang enak!"
Bu Yayah memberikan kertas itu pada Yuki.
"Makasih, Bu!"
Yuki segera beranjak, lalu berjalan sambil membaca resep dengan cermat.
"Sawi dipotong-potong, cuci. Bawang, merica garam diulek. Goreng. Masukkan air, setelah mendidih, masukkan bakso, baru masukkan sawi."
Gadis itu berpikir sebentar. "Kayaknya gampang sih ini. Masa aku nggak bisa??"
Dia segera mengambil pisau dan sawi. Memotong-motongnya menjadi beberapa bagian lalu dimasukkan ke baskom plastik.
"Merica yang mana ya?"
Yuki kembali ke hadapan Bu Yayah.
"Kenapa lagi!" sambut wanita itu.
"Merica yang mana ya, Bu?"
"Bulet-bulet kecil! Yang agak berat trus rasanya pedes! Jangan keliru sama ketumbar! Ketumbar yang ringan! Bawang putih tau nggak! Jangan-jangan nggak tau bawang putih lagi!"
"Tau Bu, kalo bawang."
"Garem tau nggak??"
"Tau Bu, yang asin kan?"
"Iya! Jangan upil kamu masukkan!"
"Iya Bu," jawab Yuki.
Gadis itu segera kembali ke dapur. Menyelesaikan ketiga resep Bu Yayah meski kadang mondar-mandir menemui wanita itu.
Tibalah saat makan siang.
"Pak, Bu, makanan udah siap!"
"Ya! Ayo Pak, kita makan bareng! Anak-anak! Ayo makan! Jangan mainan HP aja!"
"Ah, Ibu dari tadi juga mainan HP melulu!" protes Aurel.
"Ibu sambil jaga toko! Kalian jaga apa!"
"Jaga Ibu!" jawab keduanya serempak.
"Huh! Udah, ayo! Perut udah keroncongan!" ajak Bu Yayah.
Mereka berlima mulai duduk akan makan di meja makan. Yuki berdebar-debar. Rasanya seperti menunggu hasil ujian.
Bu Yayah mengambilkan nasi untuk suaminya, lalu kedua anak-anaknya, kemudian dirinya sendiri. Lalu mulailah wanita itu menyendokkan sayur ke piring-piring, mengambil tahu, lalu sambal untuk suami.
Bu Yayah mulai menyendok nasi dan sayur ke mulutnya, mulai membuka mulutnya. Dengan mulut menganga pula dan takut-takut, Yuki menatap mereka. Bu Yayah belum jadi memasukkan sendok ke mulutnya karena melihat Yuki.
"Ngapain kamu?? Ikut-ikut mangap? Kalo mau, makan aja! Nggak usah gitu!"
Ucapan wanita itu membuat Yuki tersentak dan tersadar dirinya bagai terhipnotis karena takut reaksi para anggota keluarga.
"Nggak, Bu. Nggak! Maaf!"
Yuki berlari ke balik pintu. Gadis itu berdiri menempel, membelakangi pintu. Masih menunggu dengan was-was.
Lima menit. Tak ada reaksi negatif.
"Kikiiiii!!!"
"Duh!"
Wajah Yuki pias, pucat. Pasti komplain, nggak enak!
"Kiki! Ambilkan air minum! Kamu gimana sih! Sampai kelupaan nyediain air putih!"
Yuki bernapas lega.
"Ah, iya Buuuu!"
Syukurlah mereka nggak komplain masakanku!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Rianti Dumai
hadeee,,,😂😂kocaxx banget debat buk Yayah dgn Kiki,,,auto bikin ngakak,,,🤣🤣🤣
2023-12-18
1
Charlie Saree
wkwkwk seruuuu😂😂😂
2022-05-18
0
Sumi Hariani
Yes,.....Berhasil,....Berhasil,.....Berhasil ( Baca nya Vesi Film Animasi Dora )
2022-04-15
0