Sore itu semakin membuat suasana romantis makin terasa di dalam mobil tua Pak Hendra. Wajah Yuki terasa hangat mendengar pertanyaan Rangga.
"Belum," jawab Yuki cepat.
"Ah, berarti belum pernah pacaran ya?" ujar Rangga.
Gadis itu mengangguk bersemangat. Entah Rangga melihat atau tidak. Dia tetap menganggukkan kepala.
Berpacaran yang sesungguhnya belum pernah! Cuma pernah punya pacar tiga hari doang! Batin Yuki.
"Nggak tau juga ya rasanya dijodohin?" ucap Rangga kemudian.
Jleb!
"Mas Rangga dijodohin?" tanya Yuki perlahan, meyakinkan kalimat Rangga tadi.
Lelaki itu mengangguk.
Makin jleb!!
Hati Yuki rasanya tertusuk semak belukar, agak sakit. Namun, untunglah dia masih sebatas naksir pada Rangga, belum benar-benar jadian. Jadi, nggak terlalu sakit menyayat hati.
"Ooh," hanya itu saja yang keluar dari mulut gadis itu. Kesempatannya hanya sekian persen untuk mendekati Rangga yang baik, tak suka membeda-bedakan status, cakep, tapi ... sayang, udah dijodohkan.
"Udah nggak jaman Siti Nurbaya, tapi orang tuaku masih aja mau menjodohkanku. Aneh!" ujar Rangga lirih seperti berbicara pada diri sendiri.
"Mm ... Mas Rangga udah ketemu orangnya?" tanya Yuki.
"Orangnya ... siapa maksudmu?"
"Cewek yang dijodohin sama Mas Rangga itu," jelas Yuki.
"Belum juga, tapi enakan cari jodoh sendiri, kan?" Lelaki itu kembali mengangkat alisnya, mengerlingkan mata ke arah Yuki.
Wajah gadis itu kembali merona.
E-eh, dia itu jodoh orang! Ngapain aku malu ya? Sial.
Yuki memalingkan wajah ke samping, melihat ke jalanan, tapi pikirannya melayang-layang. Seneng, tapi juga sedih. Sepertinya harapan kecil untuk mendapatkannya.
"Orang tuaku hanya memikirkan kelangsungan hubungan bisnis mereka. Aku dan anak dari partner bisnisnya lah yang jadi pengikat," ujarnya sambil tertawa.
"Kapan kalian akan bertunangan? Eh, maaf Mas Rangga kalo pertanyaanku terlalu dalam."
"Nggak apa-apa. Sepertinya pertunangan itu dilangsungkan setelah aku lulus kuliah. Dua tahun lagi."
"Mas Rangga, kuliah transfer dimana?" tanya Yuki.
"Di universitas elite," jawabnya.
Oh, tempat kuliahnya si Brengse*k Putra.
"Kenapa?" tanya Rangga melihat Yuki langsung terdiam.
"Emm, nggak apa-apa, Mas."
Mereka melanjutkan perjalanan pulang masih dengan pemikiran masing-masing.
Mobil telah sampai di pelataran rumah Pak Hendra. Yuki dan Rangga turun dari mobil, lalu masuk ke rumah.
"Gimana, dapet obat dari dokter?" sambut Bu Yayah di ruang tamu.
"Iya, dapet Bi."
"Diminum teratur obatnya, gara-gara sambalnya kepedesan ya??" tanya Bu Yayah lagi.
"Bi, aku mau ke kamar dulu. Mau istirahat."
Bukan cuma kepedesan, tapi juga kebanyakan!
"Oh, ya. Semoga cepat sembuh, ya?"
"Makasih, Bi."
Rangga segera masuk ke kamar sebelum ada lagi obrolan bibinya.
"Ki, kamu beresin dulu dapur! Cucian kering juga belum disetrika!" perintah Bu Yayah dari dalam toko.
"Iya, Bu!"
Sore itu hingga malam, Yuki mengerjakan pekerjaan sampai selesai. Tak terasa waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Gelak tawa terdengar dari ruang televisi. Pak Hendra dan Bu Yayah masih saja berada di depan televisi, sementara anak-anak mereka pasti sudah memejamkan mata di dalam kamar mereka.
Yuki menguap sebentar, merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa sangat lelah. Dia melangkah ke kamar mandi, mencuci muka dan menggosok giginya, lalu masuk ke kamar. Sebelum itu, dia melirik kamar Rangga. Masih tertutup rapat. Lelaki itu belum keluar dari kamar sejak tadi sore pulang dari dokter.
Ah, semoga segera sembuh Mas Rangga.
Gadis itu masuk ke kamarnya yang sempit. Pertama kali dia masuk ke kamar itu, matanya tak bisa terpejam. Kasurnya jauh tak seempuk kasur rumahnya. Namun, setelah beberapa hari, ternyata dia bisa tidur dengan lelap juga di dalam kamar itu, karena terlalu letih bekerja setiap hari.
Yuki merebahkan tubuhnya di kasur. Pikirannya kembali ke obrolan dengan Rangga tadi sore. Tentang perjodohan.
"Mas Rangga yang sederhana, meski dari keluarga kaya, ternyata harus menerima kalo dia dijodohkan. Orang tuanya seperti apa, ya? Pasti galak. Mas Rangga aja sampe mau menuruti kemauan orang tuanya," gumamnya.
Sayup-sayup suara tawa Pak Hendra menghilang berganti dengan mimpi Yuki.
*
Suara ayam berkokok membangunkan Yuki. Dia bergegas melipat selimutnya. Hal yang tak pernah dia lakukan di rumah. Segala sesuatunya telah ada yang melayani. Namun, di sini kebalikannya. Dia harus melakukannya untuk sendiri, ditambah melakukan sesuatu untuk orang lain.
Yuki segera melangkah ke dapur. Menggoreng ayam ungkep yang telah dibumbuinya semalam menurut resep Bu Yayah. Wanita itu sekarang menyiapkan tulisan resepnya beserta bahan-bahan yang harus dimasak oleh Yuki.
Sarapan telah siap. Beberapa hari, Yuki yang cerdas telah menghafal berbagai kegiatan di rumah dan kebiasaan orang rumah.
Meja makan penuh dengan orang-orang rumah. Yuki sebentar-sebentar melirik pada Rangga.
Cakep sekali, pakai hem warna putih, dengan celana jeans belel, dan kacamata hitam di kepalanya.
"Bu Yayah, saya mau berangkat kuliah dulu," pamit Yuki pada majikannya.
"Ya, hati-hati."
"Bareng aku aja," tawar Rangga.
"Nggak usah, Mas. Makasih. Deket juga," tolak Yuki halus.
Gadis itu berjalan cepat. Hari ini dia harus menyiapkan modul dan peralatan mata kuliah Pak Frans di ruang kuliah semester lima.
Rangga memperhatikan gadis itu.
Mandiri juga ternyata.
"Sana berangkat! Pake sepeda motor Om ya sementara. Besok mobil barumu tiba seminggu lagi," ujar Pak Hendra membuyarkan lamunan Rangga.
"Eh, iya Om."
"Nih kuncinya!"
Pak Hendra menyerahkan kunci ke tangan Rangga. Lelaki itu bergegas berpamitan pada Pak Hendra, memakai helm-nya lalu menyalakan mesin sepeda motor dan melaju pergi ke kampus.
*
"Kiki!"
Panggil seorang gadis yang selalu memakai bajunya rapi. Dhea.
"Hai, Dhea. Aku mau ke ruangan Pak Frans untuk menyiapkan modul dan laptopnya di ruang kuliah semester lima," ujarnya cepat.
Pak Frans orang yang tepat waktu. Yuki berusaha menyediakan semua kebutuhan perkuliahan Pak Frans sebelum beliau masuk ke kelas.
"Oh, ya. Sini aku bantu bawakan tasmu, Kiki! Duduk di sebelahku seperti biasa, ya?" tawar Dhea.
"Ah, Dhea, kamu baik sekali. Makasih, ya?"
"Semangat, Kiki!"
Yuki menyerahkan tasnya ke sahabatnya itu, lalu melanjutkan langkah ke kantor Pak Frans. Dia mengambil beberapa buku besar yang ditulis dalam notes Pak Frans, lalu membawa semua buku dan laptop ke ruang kuliah semester lima, menghubungkannya dengan projector.
Setelah beres, dia kembali ke ruang kuliahnya sendiri.
"Oh, sekarang jadi asisten dosen apa simpanan dosen?" tanya seseorang yang sangat dihafal suaranya oleh Yuki.
"Kamu udah bebas dari skorsing? Mau lagi?" tanya Yuki.
"Cih, baru jadi asisten dosen udah berlagak!" seru Queensya sinis.
"Akhirnya kamu juga yang jawab kan kalo aku asisten dosen? Bukan simpanan dosen??"
Yuki melotot pada Queensya yang sewot karena kalah kalimat.
Yuki berjalan melewatinya, lalu masuk ke kelas, duduk di sebelah Dhea.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Zakia Mhera
pasti yang di jodohkan oleh orang tua nya Rangga itu yuki
2022-10-18
1
Charlie Saree
enak dibaca ceritanya, natural 👍
2022-05-18
0
Oi Min
Jangan2 nnti Quensya naksir Rangga jga
2022-03-02
0