Ruang kuliah terasa tenang tanpa adanya Queensya dan Anggi. Dua pengikutnya pun seperti anak ayam kehilangan induknya saat mereka berdua tidak ada di kampus.
Saat ini kuliah dosen killer sedang berlangsung. Semua mahasiswa ditugasi untuk melakukan presentasi tentang beberapa materi yang telah dibagi untuk setiap mahasiswa. Semua mahasiswa mengikuti materi kuliah dengan tenang.
Tibalah giliran Kiki melakukan presentasi.
"Namamu ... hanya Kiki??" tanya dosen itu tidak percaya dengan absensi.
"Mm ... iya, Pak!"
"Oh, hmm ... baiklah. Silakan presentasi!"
Gadis itu melakukan presentasi dengan sempurna. Bahkan hanya Yuki yang mendapat nilai sempurna, karena tak ada kesalahan sedikit pun dari apa yang dia sampaikan. Dia pun bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan teman-temannya.
"Applaus untuk Kiki!" seru Dosen killer itu.
"Kiki, nanti bawakan modul-modul saya ke kantor, ya!" lanjut dosen yang bernama Pak Frans itu.
"Siap, Pak!" ujar Yuki semangat.
"Huh, dia hanya akan menjadi simpanan dosen itu!" bisik Wenny pada Rachel.
"Hah? Simpanan?? Simpanan apa sih?" ujarnya melengking hingga semua mata tertuju pada kedua gadis itu.
"Apa ribut di sana?? Hey kalian tadi yang presentasinya dapat nilai D!! Bukannya menyimak presentasi teman-teman yang berprestasi, malah bikin ribut!! Diam! Sekali lagi ribut, ulang kuliah materi saya tahun depan!!"
"Aapa?? Tahun depan? Nggak mau lah!" Wenny bersungut-sungut mendengarnya.
"Asyiiikk!! Tahun depan masih diperbolehkan kuliah materi Bapak! Makasih, Pak!" ujar Rachel tersenyum lebar.
Seluruh kelas menjadi riuh, kacau. Mereka menertawakan perkataan Rachel.
"Bagus!! Sekarang nilaimu E, Rachel Hapsari!! Ketemu saya lagi tahun depan!" ujar Pak
Frans galak.
"Makasih, Pak!" jawab Rachel bingung dipelototi oleh Wenny.
"Kamu bodo apa pura-pura nggak tau sih!!" maki Wenny kesal.
"Apa sih, aku kan senang boleh belajar lama di kampus! Kata mama, makin lama aku serius di kampus, makin rajin dan pintar lah aku!" kata Rachel bangga.
"Udah, diem kamu! Terserah, lah!" ujar Wenny kesal.
*
Usai kuliah, Yuki benar-benar membawakan beberapa modul yang tadi dibawa oleh Pak Frans di kelas, ke kantornya.
"Kiki, mulai besok, jika jam kuliah saya, kamu siapkan peralatan dan buku-bukunya, ya? Nanti saya kasih tips," ujar Pak Frans ketika mereka berjalan menuju kantor.
Mendengar kata 'tips', mata Yuki berbinar dan langsung menyetujuinya.
"Siap, Pak!"
"Saya suka mahasiswi pandai sepertimu. Sebenarnya presentasi itu saya adakan untuk mencari pengganti asisten saya. Selama ini, banyak yang tak paham materi kuliah saya. Sulit mendapat mahasiswa sepertimu ini. Berani, pandai dan mengatasi pertanyaan-pertanyaan dengan cerdas! Saya udah terkesan saat pertana melihat penampilan presentasimu," ujar Pak Frans.
"Terima kasih atas kepercayaan Bapak pada saya!" ucap Yuki.
Trus yang penting tips-nya, hahaha.
"Iya, meskipun kamu masih mahasiswi baru, tapi kamu bisa diandalkan. Dah, taruh di rak pojok. Besok saya kasih memo di atas meja untuk modul apa saja yang harus disiapkan. Terima kasih ya, Kiki!"
"Iya, Pak. Saya permisi dulu."
Yuki berjalan melangkah keluar ruangan.
Bruk!!
Dia menabrak seseorang yang sedang berjalan di depan kantor. Seketika dia mendongak, tapi kemudian mendengus melihat siapa yang ada di hadapannya. Gadis itu tidak ingin bertemu lelaki itu lagi, tapi malah entah kenapa dia selalu muncul tiba-tiba.
"Hey, hey, gadis manis! Dari mana kamu??"
Dengan senyum menyeringai dia menghalangi jalan gadis itu.
"Kak Candra! Aku mau lewat! Minggir!" teriak Yuki kesal.
"Tunggu, kamu belum jawab pertanyaanku. Dari mana, Sayang?"
"Dari kantor Pak Frans, udah! Minggir!"
"Nomor ponselmu?" tanya lelaki itu sambil membuka ponselnya.
"Nggak diobral! Minggir, nggak!!" teriak Yuki mendorong lelaki itu hingga membuat celah untuk gadis itu agar bisa melewatinya.
"Gadis yang menarik! Awas ya kalo ntar kamu berbalik mengejarku!"
"Jangan mimpi!" tukas Yuki.
Kurang ajar sekali sih dia itu! Baru jadi kakak semester juga!
Yuki mempercepat langkahnya menuju ke kelas. Dia takut jika lelaki bernama Candra itu mengejarnya karena sifat agresif yang terlihat dari cowok itu.
Sambil terengah-engah, dia masuk ke dalam ruang kuliah. Sambil mengatur napasnya agar tak ada yang tahu dengan apa yang dialaminya barusan, dia duduk kembali di kursi, sebelah Dhea.
"Kamu agak pucat Ki, kenapa?" tanya Dhea.
"Nggak apa-apa, Dhea!"
"Kamu lapar?" tanyanya lagi.
Yuki terpaksa mengangguk. Dhea berpikir sebentar. Mereka memberesi buku-buku, memasukkannya ke dalam tas.
"Hebat kamu, Ki! Mahasiswi baru udah jadi asisten dosen!" ujar Dhea seraya menutup resleting tasnya.
"Belum, baru disuruh membawa ini-itu aja, Dhea!"
"Iya, itu kan namanya asisten dosen!" ujar Dhea menyipitkan mata.
Yuki menghela napas.
"Ki, maaf ya aku tanya sesuatu. Kamu di rumah Bu Yayah itu kerja?" selidik Dhea.
"Iya," jawab Yuki.
"Orang tua kamu di mana? Eh, maaf lho, bukannya aku ingin tau urusan pribadi kamu, tapi sebagai temen, lebih baik kita saling terbuka, 'kan?"
"Orang tuaku berada jauh dari sini. Aku nggak ingin merepotkan mereka dengan memikirkan uang sakuku. Mereka udah bersusah payah membayar uang kuliahku. Jadi ya ... aku berusaha bekerja untuk memperoleh tempat berteduh dan uang saku walau sedikit," jelas Yuki. Ada sedikit dusta dalam penjelasannya. Gadis itu merasa bersalah pada sahabatnya. Namun, dia masih ingin kembali ke rumah. Jadi, dia tidak ingin mengingkari perjanjian dengan papinya.
"Oh, gitu. Salut aku sama kamu. Meski dalam keterbatasan, kamu pandai juga dalam pelajaran! Tadi kamu bilang lapar, kan? Yuk, aku traktir makan di kantin!" ajak Dhea menarik tangan Yuki.
"Eh, Dhea ...."
"Ayoook ...."
Yuki sekalipun belum pernah makan di kantin kampus karena dia belum menerima gaji dari Bu Yayah. Jika nanti waktunya menerima gaji pun, tekadnya hanya akan dia tabung, agar cepat terkumpul uang sejumlah yang diminta ayahnya. Untuk bekal, setiap hari dia membawa makan dari rumah Bu Yayah dengan kotak makannya.
"Kiki, makanan di kantin enak-enak! Kamu belum pernah makan, kan? Kamu bisa memilih sesukamu, ya!" ujar Dhea.
Yuki tau Dhea tidak bermaksud menghinanya. Dia hanya mengira Yuki belum pernah makan makanan enak di kantin. Padahal kalau di rumah, makanan enak setiap hari tersedia sampai Yuki bosan. Kadang dia malah memilih makan dengan tempe goreng dan nasi hangat hingga mami memarahinya.
"Hey! Kiki! Kamu mikirin apa??" tanya Dhea saat mereka tiba di kantin.
Sejujurnya Yuki teringat akan rumah. Namun, Dhea mengira Yuki terharu saat dia mentraktir gadis itu.
"Kiki, aku akan sering-sering mengajakmu ke kantin. Aku janji!" ujar Dhea mengerlingkan matanya.
Yuki tersenyum.
Dhea, kamu mengira aku nggak pernah makan di kantin seperti ini sampai mau mentraktirku segala, baiknya kamu ....
"Makasih ya, Dhea!"
"Ah, bukan apa-apa. Yuk, kita ambil makan!"
Mereka berjalan ke display masakan, mengambil piring kemudian mengisinya dengan nasi dan berbagai sayur pilihan.
Yuki belajar untuk merendah dari orang lain, meski dia pernah makan masakan jenis apapun dan dari berbagai negara yang mungkin belum pernah dirasakan oleh Dhea yang mengira lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Ilham
sabar ki hasilnya nanti kau akan merasakanya dan tau mana teman mana lawan
2021-09-14
0
Mendhux endhux
źz
2021-08-28
0
ibune Aldo
semoga bisa dapat sahabat yang benar " tanpa pamrih
2021-05-29
1