Kuliah pagi sangat lancar. Queensya membungkam mulutnya sendiri saat melihat Yuki yang diganggunya malah berkonsentrasi untuk mengikuti materi kuliah yang disampaikan oleh dosen. Sepertinya gangguan-gangguan gadis itu tak mempan untuk seorang Yuki.
Ancaman Yuki akan membuatnya terkena skors cukup menakutkan untuk Queensya, karena tiga hari kemarin papa dan mamanya memarahi gadis itu, karena melakukan hal yang memalukan. Terlebih lagi hari dimana dia diskors malah bersenang-senang dengan pacarnya.
"Kiki, kamu sepertinya telah memahami benar materi tentang bisnis? Padahal saya dengar kamu bekerja sebagai pembantu di sebuah rumah. Apa benar itu?" tanya Bu Neneng, dosen Managemen Pemasaran.
"Eh, saya hanya mengikuti pembelajaran Ibu saja. Anda menjelaskan dengan baik, jadi saya pun bisa mengikutinya dengan baik, Bu Neneng!" ujar Yuki merendah.
"Oh, bagus sekali, Kiki. Kalo ada hal yang membingungkan, jangan ragu untuk bertanya pada saya. Jangan kasih kendor ya? Lanjutkan semangatmu, oke?"
"Baik, Bu! Terima kasih."
Yuki membungkuk tanda terima kasih pada Bu Neneng, dosennya.
Wanita itu melangkah kembali ke kantornya.
"Kiki, siang ini kamu ada waktu nggak?" tanya Dhea.
"Ada apa, Dhea?"
"Temani aku belanja," pinta gadis polos itu.
"Emmm, jam kuliah selanjutnya kosong. Baiklah, tapi jangan lama-lama ya, Dhea? Aku bisa dimarahi Bu Yayah kalo pulang terlambat!"
Yuki memperhitungkan waktu. Kali ini dia belajar mengatur waktunya. Sejak kecil dia nggak pernah mengatur waktunya sendiri. Hanya asisten yang memperingatkannya untuk makan dan sebagainya. Kali ini dia harus bisa mengatur waktu jika tak ingin dimarah majikan.
"Baiklah, Kiki! Nggak lama kok! Hanya satu jam di supermarket pusat kota! Yuk, buruan!" ajak Dhea.
Kedua gadis itu menaiki sebuah taksi.
"Dhea, maafin aku ya, kamu jadi bayarin aku taksi," ujar Yuki merasa sungkan.
"Kan aku yang minta antar? Jadi ya aku yang bertanggung jawab."
"Nanti kalo aku dapat gaji, aku gantian traktir kamu, ya?" janji Yuki.
"Udah, Kiki. Jangan pikirkan semua itu!" ujar Dhea mengerutkan dahi.
"Aku beruntung punya teman sepertimu, Dhea!"
Kedua gadis itu berbincang asyik di dalam taksi. Taksi telah sampai di mall. Sesampainya di dalam mall, Yuki hanya bisa mengelus sesuatu yang menarik yang dia lihat di sana. Biasanya dia langsung memasukkannya ke trolley atau langsung membawanya ke kasir tanpa melihat harga dan fungsinya. Untuk pembayaran tinggal gesek aja. Namun, kali ini tanpa uang sepeser pun di kantongnya, dia harus menahan keinginannya.
Dalam beberapa menit, keranjang belanja Dhea telah terisi penuh.
"Kiki, kamu mau beli apa? Ambil aja," suruh Dhea.
Yuki menggelengkan kepala.
Aku menyukai barang-barang itu. Namun, entah mengapa kali ini aku nggak berhasrat mengambilnya walau ditawari oleh Dhea. Banyak sekali barang-barang di rumah, dan tak terpakai. Dulu aku membeli sesuatu tanpa berpikir untuk apa. Sekarang, aku tau semua hal harus dipikirkan kegunaannya. Bukan berarti pelit, tapi harus mengatur diri sendiri. Daripada boros, mendingan dialokasikan ke hal yang berguna. Berikan ke orang yang miskin misalnya. Sekarang aku merasakan apa yang dirasakan orang yang tak punya uang sama sekali. Hidupku yang lalu telah banyak menghamburkan uang.
"Ki ... Kiki?" Dhea memandangi temannya itu dengan kuatir.
"Eh, kenapa, Dhea?" Yuki tersadar dari lamunan.
"Kamu mikir apa sih? Aku nggak apa-apa kalo kamu mau sesuatu. Bener Ki, aku ikhlas."
"Eh, iya, Dhea. Aku nggak ingin apa-apa, kok! Tenang aja! Udah kah belanjanya? Yuk, kita ke kasir!" ajak Yuki karena waktunya nggak banyak.
"Bener kamu nggak ingin beli apa-apa?" tanya Dhea meyakinkannya.
Yuki mengangguk lalu mendorong temannya untuk antre di kasir, tak ingin ditawari lagi.
Dia menunggui Dhea agak jauh di depan kasir.
"Non Yuki ...." Suara lirih seseorang mengagetkannya.
"Sumi!" Yuki hampir terpekik saat melihat salah satu asisten di rumahnya yang sering disuruh berbelanja ada di sebelah gadis itu.
Yuki melirik ke arah Dhea. Gadis itu tersenyum ke temannya yang memandangi Sumi dari antrean kasir.
"Non Yuki baik-baik aja, kan?" tanya Sumi. Sumi biasa pergi berbelanja ke mall untuk membeli keperluan rumah majikannya sendiri.
"Baik, Sumi. Papi dan mami baik juga, 'kan?" tanya Yuki karena dia pun telah beberapa hari tak menghubungi orang tuanya karena takut ketahuan identitasnya. Namun, orang tuanya tetap tahu keberadaan Yuki.
"Tuan dan Nyonya sangat sehat. Mereka abis pergi berwisata ke luar negeri," bisik Sumi dengan gembira.
Heran sekali, dia memberi kabar itu gembira sekali, padahal gadis di depannya sedang menderita. Grrr .... Tega kalian semua. Hmm, baiklah, silakan papi dan mami bersenang-senang dulu. Aku nggak akan protes.
"Bagus, Sumi pulanglah dulu! Nanti penyamaranku terbongkar!" usir Yuki pada Sumi karena Dhea sudah akan selesai membayar.
"Iya. Siap, Nona! Kalo ada apa-apa, hubungi 911, bukan Sumi! Hehehe, daagh Nona!" Tangan gadis asisten rumah Yuki melambaikan tangannya.
"Asisten menyebalkan!" desisnya.
"Siapa tadi Ki? Temanmu?" tanya Dhea setelah membayar dan membawa barang-barangnya.
"Bukan, dia pembantu di sebelah rumah majikanku," ujar Kiki.
"Ooh," jawab Dhea.
Yuki menghela napas lega, karena Dhea tak menanyai macam-macam lagi. Mungkin gadis itu berpikir Yuki mengobrol dengan sesama asisten rumah tangga.
Mereka menaiki taksi lagi.
"Makasih ya, Kiki? Aku biasanya sendiri, sekarang aku punya teman untuk berbelanja."
"Iya, aku juga senang kok, bisa menemanimu, Dhea!" ujar Yuki.
Yuki sampai di dekat rumah dan akan turun di depan gang.
"Kiki, ini coklat untukmu."
Dhea menyerahkan sebatang coklat besar dan gelang pink ke Yuki.
"Eh, nggak usah, Dhea!"
"Terimalah! Ini dariku buatmu, sebagai tanda persahabatan kita!" ujarnya tulus.
"Oh, baiklah Dhea! Makasih sekali lagi!" ucap Yuki menerimanya.
Gadis itu turun dari taksi, kemudian malambaikan tangan pada temannya itu. Yuki bergegas berjalan ke rumah Bu Yayah. Untunglah waktunya belum terlambat.
"Siang, Bu Yayah!" sapanya pada wanita yang sedang duduk di dalam toko.
Wanita itu hanya meliriknya kemudian kembali mengipasi wajahnya, menunggu orang datang ke tokonya. Yuki menggelengkan kepala.
Yuki masuk ke kamar, meletakkan tas dan coklat serta gelangnya lalu mengganti pakaian, kemudian dia segera meraih sapu dan membersihkan semua ruangan rumah yang telah berceceran makanan dan minuman kedua anak Bu Yayah, memberesi mainan-mainan yang bertebaran di lantai.
Suasana rumah sepi, sepertinya Wildan dan Aurel sedang tidur siang. Pak Hendra pun belum pulang dari kerja. Rangga pun belum kelihatan di rumah. Yuki segera menyelesaikan pekerjaannya.
Siang itu terasa terik. Setelah menyapu dan mengepel lantai, Yuki mengambil air minum dari lemari es dan meneguknya. Masih banyak pekerjaan lain, mencuci piring yang bertumpuk dan menyuci pakaian.
Setelah semua pekerjaan selesai, Yuki berniat akan mengambil piring untuk makan. Namun, usai melihat jam di dinding, dia menjadi gusar, teringat akan sesuatu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Nur Hidayati Sartika
sepertinya keliarga bu yayah dan babang rangga tau deh siapa kiki🤔🤔🤔
2021-09-22
0
Mom Chelsea
👍
2021-08-22
0
Mom Chelsea
keren
2021-08-22
0