Mas Duda

Pertempuran belum berakhir. Arumi dibuat naik pitam oleh bosnya kembali. Sumbu bom yang dipasang di kepala seakan ingin meledak dalam hitungan detik.

"Itu salah kamu sendiri Arumi. Kamu yang blok nomor saya, jadi saya tidak bisa kabarin kamu kalau anak-anak sudah saya jemput."

Telinga kanan kirinya mengeluarkan cabe merah bercampur api. Bom di kepalanya sudah meledak setelah melihat bosnya yang tengah duduk santai di sofa ruang tamu.

Perempuan selalu benar. Tidak, yang betul adalah kampret selalu benar.

"Iya, saya yang salah. Perempuan memang selalu salah."

"Itu hukum mutlak Arumi."

Guling-guling sampai jadi kambing gulingpun bosnya tidak akan merubah status Arumi menjadi benar. Uang recehnya harus keluar untuk membayar ojek daring bolak-balik dari rumah ke sekolah anak-anak dan kembali ke rumah lagi. Bos kupretnya lebih tidak mau rugi. Karena saya yang bawa pulang anak-anak, jadi uang ojek tidak perlu saya ganti.

"Mama, tadi malam mama tidur sama ayah? Kok mama sama ayah enggak di rumah?" Jawabannya karena mereka bulan madu. Salah, bulan racun. Arumi sudah diracun dengan alkohol sampai kobam oleh ayah anak-anak.

"Tanya sama ayah kamu ya, Ta. Soalnya, mama tadi malam mendadak amnesia." Beruntung yang keluar dari ruang tengah hanya Talita.

"Amnesia itu apa ayah?"

Eric melirik Arumi kemudian. "Artinya." Tangan Eric berada di depan keningnya dan melukis garis miring dengan jari telunjuknya "Gila."

Blutuk blutuk blutuk. Bunyi otak mendidih di kepala Arumi. Bosnya sarap memberi jawaban nyeleneh. Bintang kerlap-kerlip, langit terang benderang. Kulo santet jabang bayi Eric Andreas.

Resign seandainya dapat dia tempuh. Masalahnya jika Arumi kabur atau berhenti secara sepihak, maka jalur hukum akan berjalan. Sama dengan membawa kabur uang orang lain. Sama dengan Arumi penipu. Sama dengan Arumi penjahat. Berlapis sudah pasal yang akan dijerat olehnya jika berani keluar dari rumah itu.

"Saya ke kantor dulu."

Tanpa rasa bersalah Eric pergi setelah memberi kecupan kecil di kening putrinya.

Santet mendapat musibah. Dubrak, muncul berita di tv. Seorang pengusaha besar mengalami kecelakaan tunggal menabrak trotoar diakibatkan santet yang menyerang.

"Pak, jangan mati dulu. Hutang saya belum lunas, memangnya pak bos rela uangnya terbuang sia-sia?"

Dengan setengah sekarat Eric menggenggam tangan Arumi akan ketidakikhlasannya uang miliknya yang diberikan secara cuma-cuma ke Arumi.

"Tidak Arumi, Saya tidak jadi mati karena hutang kamu masih banyak sama saya."

Kecelakaan bukan musibah yang menguntungkan untuk Arumi. Segera dihempas imajinasi liarnya. Mau menyumpahi tidak punya jodoh lagi, realitanya Eric adalah si kampret yang bakal membuat wanita klpek-klepekckarena tampang dan hartanya, meski nanti wanita itu akan mundur alon-alon karena sifatnya.

"Bye-bye." Talita melambaikan tangan ke Eric.

Fiuhhh. Kudu itu harus, harus itu wajib. Alias wajib sabar sampai wajah Adudu berubah persegi lima.

Entah dengan jampi-jampi apa sampai anak-anak tidak bertanya hal aneh-aneh lagi ke Arumi. Segala sesuatu pasti ada hikmahnya. Memblokir nomor Eric ada hikmahnya, pertama; Arumi tidak menjemput anak-anak, meskipun harus buntung. Kedua; Tidak ada pertanyaan aneh. Ketiga; Mungkin Eric sudah menjelaskan dengan cara dia sendiri supaya tidak bertanya apapun ke Arumi tentang kejadian semalam. Keempat; setiap ada kesenangan pasti kesusahan. Bonus aneh-nya di BA--TAL-KAN. Kelima; dan setiap kesusahan pasti ada kesenangan, Arumi bisa menagih bonus drama semalam nantinya.

Bermain mandi bola. Bukan sekadar bolanya saja yang nyemplung ke kolam renang plastik, tapi ada air yang terisi di dalamnya. Matahari sudah sedikit malu menampakkan diri, tapi dia masih ingin tetap eksis di langit sana. Alhasil, hanya paparan cahayanya saja yang ditampakan, panasnya sudah meredup berganti angin sore.

Basah-basahan. Tidak anak-anak, tidak Arumi semua basah. Pelakunya tidak lain dan tidak bukan adalah Talita dan Raka. "Mama, harus basah juga."

Ikan teri pakai saos. Iri bilang bos. Pantun andalan bocil yang gila game online. Memang tidak nyambung, tapi kalau Arumi tidak ikut basah, anak-anak iri.

Kalau tidak lembur Eric balik sore, kalau lembur balik malam. Arumi berharap bosnya hari ini lembur karena dia tidak ingin didamprat akibat anaknya yang masih bermain air. Sudah sore, tapi anak-anak masih betah dengan air.

"Ini sudah jam berapa Arumi."

Air mandi yang ada di kolam buatan tidak sedingin suasana sore sekarang. Tiba-tiba Arumi seakan pindah ke kutub utara dan membayangkan kalau anak-anak yang tengah bermain air adalah pinguin yang tengah berenang di dasar laut. Dan suara itu ibarat beruang kutub.

"Jam lima lebih pak."

"Ha!" Jelas Arumi terkejut ketika otaknya telah kembali ke Indonesia.

"Kamu tahu masuk anginkan?"

Efek masuk angin itu muntah-muntah, kadang tubuhnya panas, kadang suka kentut-kentut.

"Tahulah pak, tapi anak-anak tidak sedang bermain angin. Mereka sekarang mainnya air, jadi..."

"Saya tidak tahu dosen macam apa yang meloloskan kamu dari skripsi. Padahal otaknya kosong."

"Dasar cabe, kaku. Beruang," umpat Arumi tidak sampai ke telinga anak-anak.

"Saya memang ber-uang."

Mengapa kau benar dan aku selalu salah.

Bukan hanya anak-anak yang kedinginan, Arumi juga merasakan dingin karena bajunya juga ikut basah. Tidak boleh tumbang sebelum berperang. Prinsip bertahan hidup dari serangan musuh.

Setelah menutup pintu kamar anak-anak. Hidung Arumi terasa gatal.

Hacuuhh. Anggap saja itu suara bersin Arumi. Hidungnya terasa ada sesuatu yang lewat di dalamnya, semacam butiran debu yang mencari tempat tinggal.

"Arumi, lusa ikut saya ke Bandung."

Tanpa ada petir--halilintar suara Eric menggema di dalam gendang telinga Arumi.

Hacuuhh. Sekali lagi, Arumi bersin.

"Kamu masuk angin?" tanya Eric mendekat.

"Enggak. Ini gara-gara alergi kampret." Arumi mengusp-usap hidungnya.

"Jangan mancing emosi saya." Suara Eric mampu membuat suasan menjadi kutub utara.

"Lusa ikut saya ke Bandung," ucapnya lagi karena dia takut kalau pengasuhnya tidak mendengarnya.

"Ngapain?"

"Ke rumah orangtua saya."

Arumi hanya mengangguk saja tanpa protes. Aura hitam pekat di sekeliling Eric begitu ketara. Jangan protes jika masih ingin hidup.

"Iya, pak."

Seakan mengemban masalah berat, Eric kali ini tidak ingin berdebat. Kepalanya sudah mau pecah sebelum dia pulang ke rumah. Kalau Arumi mendebatnya bisa berceceran isi kepala Eric karena tambah stres menghadapi Arumi yang super menyebalkan.

"Ovi juga diajak, biar kamu tidak stres sendirian mengurus anak-anak di Bandung."

Arumi yang akan berlalu mendadak berhenti dan mendengarkan titah atasannya.

"Iya, pak."

Napasnya keluar dengan tenang. Dia sudah tidak terkukung di dalam aura pekat bosnya yang sangat menakutkan. Arumi lebih memilih mulut bosnya yang persis emak-emak nyelekit, ketimbang dingin seperti beruang kutub hitam yang menakutkan.

Perempuan itu memang tidak tahu apa yang menyebabkan bosnya berubah seperti itu. Namun, dia bisa menangkap jelas kalau bosnya sedang memiliki masalah. Entah itu masalah kantor atau Arumi yang sempat ngatain bosnya dengan kata kampret. Siap-siap tidak bisa tidur tenang saat bos dalam badmood.

Ayo like dan vote biar author tambah semangat.😍🥰

Terpopuler

Comments

Asfar

Asfar

ini bukan anak2 lg yg nakal...ayahnya yg mulai nakal ...suka berdebat ngak jelas sama arumi....

2022-01-25

0

novita setya

novita setya

🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣

2021-11-23

0

Suminem

Suminem

ikan teri pakai helm
ini iri bikin ehemz

2021-06-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!