Mas Duda

Mulutnya terus mengunyah. Baru tahu kalau masakan janda beranak satu itu sangant delicious alias top--markotop. Yang tadinya mulut Eric meremehkan makanan buatan pengasuh anaknya, kini tidak berhenti mengunyah potongan makanan berbentuk hati.

"Ayah lapar. Jadi, ayah habiskan."

Mohon untuk orang yang mendewakan gengsi harus sadar. Gengsian itu tidak baik.

Pembantu dan pengasuh yang menyaksikan bos besarnya menghabiskan jatah cemilan anak-anak hanya bisa diam tanpa protes. POTONG GAJI. Arumi tidak peduli dengan potong gaji, dia bekerja di sini tanpa digaji.

"Maaf pak, itu makanan buat anak-anak." Arumi yang yang enggan bekerja dua kali mengeghentikan aksi ngunyah-mengunyah majikannya.

"Siapa bilang? Makanan ini ini untuk seluruh kalangan usia."

Kalau tadi mulutnya tidak ngomong itu makanan tidak baik tidak akan masalah. Masalahnya, sebelum dia menerima suapan dari Talita, lelaki itu sudah meremehkannya.

"Maksud saya, itu makanan untuk lauk makan siang anak-anak."

Cemilan yang bisa dijadikan lauk. Anak-anak biasanya menyukai makanan itu.

"Oh. Bilang dong dari tadi." Eric mendorong piring berisi sisa nugget supaya menjauh dari dirinya.

Hanya tersisa tiga biji. Satu untuk Raka, satu untuk Talita, dan satu untuk Naya. Dengan ukuran makanan kecil itu, mana cukup untuk lauk ketiganya.

"Ayah," seru Raka yang sedari tadi diam saja.

"Bisa goreng lagi bukan?" Eric menampilkan WATADOS--wajah tanpa dosa.

Goreng lagi dari Hongkong. Nugget yang dibuat oleh Arumi hanya itu saja. Kalaupun, buat lagi, maka akan memakan waktu banyak lagi.

"Tidak ada stok lagi."

Makan siang menggunakan nasi goreng memang tidak umum di negeri Zamrud Khatulistiwa. Makanan ini biasa dikonsumsi untuk sarapan atau makan malam yang dibeli di pinggir jalan.

"Bos enggak protes." Arumi setengah berbisik ke mba Ovi.

"Katanya engak apa-apa. Ini salah dia."

Uang melimpah kenapa tidak memesan makanan cepat saji atau makan di luar saja. Anak cuma dua dan masih duduk dibangku SD, biaya hidup belum terlalu tinggi jika tidak menuruti gengsi. Berbeda dengan nanti kalau anak-anaknya sudah mengerti fashion sendiri. Biaya sekolah juga akan melonjak dan biaya hidup akan semakin membengkak.

"Bos, duda sejak kapan?" Gosip-menggosip sering terjadi di antara kaum hawa. Awalnya sekadar ingin tahu, lama-lama digosok semakin sip.

"Katanya, sejak si kembar lahir." Mbak Ovi mencuci perlatan bekas masak.

Arumi mengawasi pergerakan anak-anak yang sedang makan di ruang makan. Naya ikut bergabung di sana berkat permintaan Talita. Terlihat sangat kontras memang jika Naya berada di sana. Holang kaya dan holang menengah ke bawah jika bersandingan akan terlihat perbedaannya.

"Duren sawit, jadi banyak yang ngincar."

Duren sawit di sini merupakan singkatan dari duda keren sarang duit. Siapa yang tidak mengincar manusia blasteran Jakarta--Bandung Sebenarnya banyak yang baris mengantri, tetapi Eric masih enggan memiliki pengganti istrinya.

"Ngincar hartanya," celetuk Arumi.

Terdengar seperti perempuan matre. Namun, Arumi hanya bergurau saja dengan mbak Ovi yang baru dia kenal beberapa hari lalu. Mereka satu server dalam segala hal. Setidaknya, ada pengganti Lana di tempat kerja barunya.

"Jangan gosip terus. Urus anak-anak." Bagaikan cenanyang Eric ternyata sudah ada di belakang Arumi.

Sontak netra mata Arumi dan mbak Opie langsung bertemu. Mereka seakan melakukan telepati 'kenapa bisa di sini?'

Meja makan sudah bersih mengkilap. Anak-anak sedang main di taman. Arumi menjaga dan mengawasinya. Raka dan Naya berlarian saling mengejar. Baru pertama ini, gigi rapih Raka terlihat karena tawanya.

"Raka, udah. Naya cape lari-lari." Naya seakan minta ampun ke Raka yang tidak berhenti mengejarnya.

Naya menghancurkan menara dari gelas plastik yang disusun oleh Raka. Tiupan kencang dari mulut mungil Naya mampu memporak-porandakan menara itu.

"Makanya, jangan nakal." Napasnya terdengar tergesa-gesa.

Naya tepar di tepi lantai. Raka berdiri di sampingnya.

"Main, petak umpat yok." Talita yang sudah bosan main salon-salonan menuju ke arah Naya dan Raka.

"Kamu yang jaga." Tanpa meminta persetujuan dari Talita. Raka menunjuk dirinya sebagai penjaga.

Hitungan 1 2 3 terdengar di halaman. Naya dan Raka mencari tempat untuk bersembunyi. Berbuat curang dalam permainan bukankah hal wajar.

"Mama, kakak dimana?" Talita meminta Arumi untuk menujukkan keberadaan Raka. Hitungan kesepuluh artinya, Talita harus sudah mencari keberadaan pemain yang bersembunyi.

"Di balik pintu," bisik Arumi.

Dengan semangat 45' Talita pergi ke ruang depan dan membuka daun pintu yang menutupi jendela.

Darrrr.

Ketika Talita membuka daun pintunya, Raka mendorong pintu dengan kencang. Sontak, kening Talita memerah karena terbentur pintu. Tangisnya pecah sampai membuat Eric berlari menuju ke ruangan tamu.

Arumi siap-siap kena omelan dari bosnya. Bukannya memeluk Eric, Talita justru mencari pelukan ternyamannya. Arumi mendekap tubuh Talita yang tengah menangis kejer kesakitan. Naya menghampiri mama dan temannya yang tengah menangis.

"Bawa Talita ke Rumah sakit." Selalu berlebihan.

"Digosok pakai minyak kayu putih juga bisa reda." Arumi berhenti meniup kening Talita yang memerah.

"Mba, ambilin minyak kayu putih di kamar Raka." Perintah Arumi segera mba Opie laksanakan.

Panik. Semuanya yang di situ panik mendengar tangis Talita seperti orang yang benar-benar kesakitan.

Malam ini, Talita meminta Arumi menemani tidur di kamar Eric. Warna merah di dahinya sudah memudar. Jika disentuh memang masih agak terasa.

Dengan ragu, Arumi menaiki singgasana bos besarnya. Malam ini Talita tidak mau tidur di kamarnya sendiri. Kamar Raka dan Talita masih satu ruangan, hanya berbeda ranjang saja.

"Sus, temenin Talita sampai tidur ya," pinta Talita.

"Iya." Arumi mengangguk.

Butuh waktu sekitar dua puluh lima menit mengantarkan Talita menuju alam mimpinya. Dengan pergerakan hati-hati, Arumi bangkit dari kasur bosnya. Beruntung pintu kamarnya tidak ditutup rapat, jadi Arumi bisa melewatinya dengan mudah.

"Asataga." Saat Arumi membalikkan tubuhnya. Eric sudah ada di depannya.

Bosnya belum memarahi pengasuhnya akan kejadian ini. Emosinya harus dia tahan di depan anak-anaknya.

Ruang introgasi yang hening dan sepi. Di ruang tv yang Arumi menunduk menyiapkan mental baja. Eric tengah menarik napas panjang untuk mengeluarkan segala amarahnya.

"Kamu sudah mencelakai anak saya. Kamu tahukan apa konsekuensinya?"

"Mohon jangan pecat saya. Hutang saya masih banyak ke bos." Memasang wajah iba.

"Bagaimana bisa saya percaya sama kamu lagi?"

Tidak ada pemakluman kalau anak kecil wajar saja kalau terluka saat main. Luka anaknya harus ditanggung pengasuhnya.

"Saya akan menjaga anak bos dengan lebih hati-hati lagi."

Balik kerja ke tempatnya dulu tidak mungkin, pasti sudah ada petugas yang menggantikannya. Ini alasan Arumi menolak untuk dipecat.

"Kita lihat besok. Apakah Talita dan Raka masih nyaman sama kamu atau tidak."

Ketidaknyamanan akan membuat Talita dan Raka memiliki ide gila untuk mengusir pengasuhnya. Nasib Arumi akan mendekati nasib sus Ina. Tes ospek dari anak-anaknya langsung.

Terpopuler

Comments

Gustein Arifin👑

Gustein Arifin👑

bner gosip digosok makin sipp🤣🤣🤣

2022-09-26

0

Asfar

Asfar

pagi esok yg dicari raka & talita ttunya mama arumi....mas Eric pasti kaget dong

2022-01-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!