Mas Duda

Arumi sedari tadi kelimpungan di depan rumah. Dia sangat mencemaskan anaknya yang belum pulang dari sekolahnya. Arumi sudah pergi ke sekolahan Naya, tapi kelas di sana sudah sepi. Arumi berharap kalau Naya sudah pulang ke rumah dan kebetulan tidak berpapasan dengan anaknya di jalan. Namun, ketika Arumi balik lagi ke runah tetap saja tidak ada siapapun di rumah.

Kecemasannya memuncak ketika mengingat kelakuan Cipta kemarin. Wanita itu takut jika Naya dibawa kabur oleh suaminya. Dia takut kalau Naya berpindah tangan ke orang yang salah. Arumi mondar-mandir di depan rumahnya dengan kecemasan yang amat dahsyat. Pikirannya buntu harus cari Naya kemana lagi.

"Kamu di mana, Nak." Air matanya tumpah mengingat ketakutan terbesarnya.

Sekitar sepuluh menit kemudian, sebuah mobil sedan terparkir di pekarangan rumahnya. Seorang laki-laki turun dari mobil sedan hitam. Dia lalu membukakan pintu mobil belakang.

Arumi yang mengamati mobil itu dari depan rumahnya terkejut melihat siapa yang muncul dari kemudi belakang. Naya berlari menuju ke arah Arumi.

"Mama," teriaknya kegirangan saat sudah meraih tubuh Arumi.

"Sayang, kamu tidak apa-apa." Arumi meraba segala tubuh Naya dengan panik untuk memastikan anak semata wayangnya baik-baik saja.

"Mama, Naya enggak apa-apa kok. Naya habis diajak jalan-jalan sama om baik." Naya berusaha menghilangkan kepanikan mamanya.

Eric berjalan mendekat ke arah ibu dan anak itu. Dia merasa bersalah karena sudah mengajak anak orang tanpa meminta izin terlebih dahulu ke orangtuanya.

"Kamu masuk ke kamar dulu, Nak. Terus ganti baju." Perintah Arumi dijalankan oleh Naya.

Gadis kecil itu masuk ke dalam kamar dan berganti baju. Sedangkan, Arumi masih berhadapan dengan Eric di depan rumah.

"Maaf, saya ajak Naya enggak izin ke kamu dulu." Eric merasa bersalah karena sudah membuat perempuan di depannya khawatir.

"Lain kali, jangan melakukan hal ini lagi. Kamu kemarin tahukan, gimana kelakuan bapak Naya. Saya takut kalau Naya beneran dibawa lari olehnya."

Kecemasan Arumi membuat Eric tambah merasa bersalah.

"Sekali lagi, maafin saya." Eric menyesali perbuatannya.

Sepulang sekolah, Naya dibawa Eric jalan-jalan mengelilingi kota. Talita ingin bermain dengan Naya. Pekerjaan Eric juga harus tertunda demi memenuhi keinginan anaknya. Awalnya Eric hanya ingin membawa Naya sebentar, tapi Talita tidak puas dengan jam mainnya yang sekejap.

Ada sebuah keheningan yang cukup lama di antara keduanya.

"Soal hutang kamu," ujar Eric menggantung.

Mata Arumi melirik ke arahnya. Dia sampai lupa bahwa lelaki dihadapannya inilah yang menyelamatkan dirinya dari jeratan hutang tak manusiawi. Arumi mulai takut kalau-kalau lelaki dihadapannya ini akan menagih hutangnya di hari ini.

"saya meminjamkan uang untuk kamu. Saya menggunakan uang perusahaan. Dan sekarang, kondisi keuangan kantor saya sedang mengalami defisit. Saya punya penawaran khusus untuk kamu." Nada bicara Eric sangat meyakinkan Arumi.

"Apa itu?" tanya Arumi.

"Saya mungkin tidak bisa membayar gaji pengasuh anak saya nanti. Jadi, saya tawarkan kamu untuk menjadi pengasuh anak saya. Kalau kamu menerima tawarannya, saya anggap hutang kamu lunas," terangnya.

"Tapi, Naya masih membutuhkan saya." Arumi tidak bisa meninggalkan Naya di rumah sendirian. Calon majikannya tidak mungkin mengizinkan Naya ikut bekerja karena dia dibayar untuk menjaga anaknya.

"Saya tidak butuh jawaban sekarang. Besok saya ke sini lagi untuk meminta jawaban kamu." Ada sedikit jeda untuk Arumi bernapas.

"Atau kamu siapkan uang setengah dari hutang kamu ke saya."

Riak wajah Arumi terkejut. Lelaki dihadapannya bahkan lebih dari lintah darat.

"Saya permisi dulu." Eric pergi meninggalkan Arumi yang masih terdiam.

Arumi kini sudah terjerat hutang dengan bos besar pemilik Giant Company. Dia tidak bisa memilih dua tawaran dari lelaki yang dia belum tahu namanya. Lagi-lagi hidup Arumi tidak tenang karena ulah suaminya.

Soal defisit di perusahaannya. Eric hanya membual belaka. Lelaki itu tidak punya cara lain untuk mencari pengasuh kedua anaknya. Mungkin, dengan tawaran seperti tadi, perempuan itu akan merasa tertekan dan akan memilih menjadi pengasuh anaknya.

Naya sudah berganti baju dan sedang bermain boneka dan masak-masakan di ruang tv yang menyatu dengan ruang tamu. Rumah itu hanya memiliki dua kamar saja. Dapurnya juga hanya beberapa petak saja.

"Mama, om baik sudah pulang?" tanya Naya yang menyadari kehadiran Arumi dari arah depan.

"Iya, sayang." Arumi mendekat ke arah Naya untuk ikut bergabung dengan anaknya.

"Oh iya sayang. Emm, om baik itu namanya siapa?" tanya Arumi.

"Om baik itu, namanya om Eric." Naya menghentikan aktivitasnya sejenak.

"Anaknya satu kelas sama Naya. Namanya Raka sama Talita. Mereka anak kembar," terang Naya.

"Makasih infonya yah. Naya, lain kali kalau mau main sama mereka harus bilang dulu ke mama ya." Arumi mengambil boneka barbie yang ada di lantai.

"Maafin Naya, Ma." Naya menatap Arumi iba.

"Iya, mama maafin, tapi lain kali jangan diulangi lagi ya." Pesan dari Arumi, Naya mengangguk.

Ibu dan anak itu bermain bersama sebelum Arumi menyiapkan makan siang untuk mereka. Keluarga kecil itu hidup dalam kesederhanaan.

Pekerjaan paruh waktunya di salah satu rumah sakit tidak akan bisa menebus hutang lelaki tadi dalam waktu sebulan dua bulan. Bekerja sebagai cleaning servis tidak memiliki gajih yang cukup. Belum lagi gaji Arumi hanya mengandalkan UMR saja, tanpa ada bonus. Lulusan sebagai sarjana pendidikan tidak bisa membuat dirinya terjun ke dunia pendidik. Warga terlanjur men-judge dirinya wanita nakal karena dia telah hamil di luar nikah. Ijazah PGSD yang dia miliki tidak berguna di tempat tinggalnya. Ingin merantau pun harus berpikir ulang. Dia yang sudah tinggal di ibu kota saja susah cari pekerjaan, apalagi nanti kalau dia tinggal di daerah.

Menjadi buruh cuci di sela-sela pekerjaan paruh waktunya menjadi jalan pintas Arumi demi mencukupi sesuap nasi. Gaji dari rumah sakit dia gunakan untuk membayar biaya sekolah Naya dan dia tabung untuk membayar bunga hutang suaminya. Sekarang, dia dibuat kepikiran lagi karena hutang yang besok harus dia bayar. Hutang di bank juga memerlukan prosedur jika ingin meminjam uang sebanyak itu.

"Naya di sini dulu yah." Arumi sudah berganti pakaian kerja.

Naya duduk di kursi ruang ganti pekerja cleaning servis. Dia memegang buku cerita anak sebagai hiburan kalau nanti Arumi bertugas. Sore ini, Arumi mendapat jatah kerja dari pukul empat sore sampai pukul sepuluh malam. Naya akan tidur di ruang ganti dan akan dibangunkan saat pulang nanti. Hal itu biasa dilakukan oleh keluarga kecil itu saat bapak Arumi kerja sampai malam juga. Sekarang, sepertinya Arumi harus membawa Naya ke tempat pekerjaannya terus karena tidak ada lagi yang akan menjaga Naya nanti di rumah.

Besok, Arumi harus mendapat uang sebesar 25 juta. Kalau tidak dia akan menjadi pengasuh anak-anak Eric entah sampai kapan. Apakah sampai hutang itu lunas atau sampai Eric ingin memecatnya.

Hari berganti. Arumi menjemput Naya pulang sekolah setelah menyetrika pakaian tetangganya. Jemuran di depan rumahnya juga menumpuk. Arumi takut kalau Naya pergi dengan Eric lagi seperti kemarin. Jadi, Arumi sempat menunggu Naya sebelum jam kelasnya berakhir.

Sorenya, Arumi kembali mengajak Naya pergi bekerja di rumah sakit. Kali ini, Naya harus membawa buku tugasnya karena ada pekerjaan rumah yang harus dia selesaikan.

"Mama tinggal dulu ya. Kamu tunggu sini sampai mama selesai." Arumi menata tempat untuk Naya.

Arumi menyediakan tempat tidur untuk Naya dengan beralas jaket tebal miliknya. Setelah Naya selesai belajar, tas biru langit milik anaknya bisa buat bantal.

Bekerja keras seperti ini harus Arumi geluti demi uang receh. Mendaftarkan diri sebagai pengajar sudah dia hapus dari bucket list hidupnya. Biarkan ijazah pendidikannya terkubur oleh debu di lemarinya. Asalkan dia bisa mendapat sesuap nasi, perempuan itu sudah bersyukur dari pada menanggung malu karena ditolak terus menerus mendaftar sebagai guru honorer.

"MBA ARUMI! MBA ARUMI!" teriak salah satu junior Arumi dari bangsal menuju ke taman rumah sakit.

"Kenapa, Lan? Kok sampai lari-lari segala?" tanya Arumi yang masih membersihkan taman rumah sakit.

Perempuan yang tadi berlari tergesa-gesa. Dia setengah membungkuk untuk mengambil napasnya.

"Itu, Mba. Ada yang cari kamu. Dia sedang menuju ke sini." Napas Lana masih tersenggal.

"Siapa yang cari aku?" ujar Arumi sambil berpikir keras.

"Saya yang cari kamu." Suara yang tidak asing lagi bagi Arumi menggema di telinganya.

"Eric," pekik Arumi.

"Gimana tawaran saya? 25 juta atau bekerja gratis di rumah saya?"

Arumi belum menyiapkan jawaban untuk itu semua. Andai lelaki yang ada di depannya sekarang memberi waktu satu hari lagi untuknya. Pasti Arumi akan memikirkan cara lain untuk melunasi hutang kepadanya.

Jual ginjal. Arumi bekerja di rumah sakit. Dia bisa bertanya-tanya ke penghuni rumah sakit tentang prosedur menjual organ dalamnya. Bekerja tanpa dibayar akan lebih susah nantinya. Dari mana uang sekolah Naya nanti?

Up-nya masih suka-suka author. Maaf yah🙏🏻.

Klik profil authir yuk, baca cerita lainnya.

Terpopuler

Comments

HARTIN MARLIN

HARTIN MARLIN

👍👍👍👍

2023-03-14

0

Lilik Lailatul Maghfirah

Lilik Lailatul Maghfirah

oke

2021-06-20

0

Denog'e Kagoll Asmoro

Denog'e Kagoll Asmoro

Lanjut

2021-05-08

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!