Mas Duda

"Bawa Cipta ke pusat gudang," titah Eric sebelum meninggalkan Rai.

Pusat gudang GIANT Company terletak disalah satu pinggiran kota ini yang jarang dijamah manusia. Di sana sepi, hanya ada beberapa penjaga yang ditugaskan.

Tangan suci Eric tidak mungkin menjamah pusaran kejahatan. Sekalipun, ada salah satu karyawannya bertindak jahat; seperti koruptor. Biar harta dan bawahan yang mampu dipercaya yang bertindak menyeret ke pengadilan untuk para karyawan curang.

Rai yang bertindak sebagai asisten pribadi sekaligus sekretarisnya membawa Eric ke tempat pertemuan gelap mereka. Letak gudang yang jauh dari pemukiman bukan tanpa alasan. Truk-truk yang keluar masuk dari gedung itu tidak satu dua, melainkan puluhan. Kalau tempat itu terletak di dekat pemukiman maka, akan mengganggu warga sekitar.

Layaknya difilm action. Seorang lelaki tengah duduk tepat di atas kursi yang terletak di belakang properti yang tidak layak jual. Tangannya terikat, kakinya terikat dengan kursi, mulutnya tersumpal kain kumuh, dan kepalanya tertutup kain tebal yang mampu menutupi seluruh bagian kepala.

"Kalian benar-benar menakutkan. Baru beberapa hari saja, sudah bisa nangkap dia," kicau Eric yang tengah mengamati manusia yang kepalanya tertutup kain hitam.

Menangkap Cipta bagaikan menangkap belut yang licin di genangan air. Namun, deki mendapat untung dua kali lipat, para lintah darat sudah membawa Cipta kehadapan Eric.

"Lepaskan semua ikatan yang ada di tubuh dia," titah Eric.

"Tapi, bos. Dia bakal kabur kalau dilepas," sanggah salah satu lintah darat yang berotot dan bertato.

"Dia tidak akan kabur. Toh, kalian bekerja sama bukan?"

Siapa yang tidak curiga jika para rentenir itu dengan mudah mendapatkan Cipta. Menurut hasil pengamatan Rai, semuanya terlalu cepat. Pasti ada permainan dari dua kubu untuk mendapat lembaran rupiah yang membuat setiap orang melotot dan bertindak nekat.

"Mereka sepertinya bekerja sama demi uang." Hasil analisa Rai sebelum menuju tempat yang sedikit lembab ini.

Orang-orang yang tidak bisa diandalkan itu terlihat kaget ketika mendengar pernyataan Eric. Mereka seakan mengiyakan apa yang terjadi. Imbalan besar yang dijanjikan Eric menggiurkan mereka, bekerja sama bukan hal buruk dalam mendapatkan imbalan tersebut asal kertas jutaan itu tidak melayang.

"Jangan salah paham bos," elak pemilik tubuh gempal.

"Tenang. Uang kalian akan tetap cair, meskipun dengan cara licik sekalipun."

Sekalipun musuh bebuyutan sampai keakar-akarnya. Uang bisa menyatukan kedua kubu yang saling bergesekan satu sama lain, meskipun pada ujungnya tetap menjunjung tinggi bendera permusuhan.

"Jangan ganggu mantan istri kamu, jika tidak ingin membusuk di penjara." Lipatan jasnya dia rapihkan.

"Kenapa? Kamu pacar dia?"

Dengan menyunggingkan senyum iblisnya Eric berdecak, "hutang kamu sudah saya bayar. Jadi, jangan pernah muncul di depan calon istri saya."

Pria itu hanya mengucapkan kalimat bualan saja. Langkahnya tegap meninggalkan gudang yang jarang dia jamah. Hanya sesekali saja Eric mengecek tempat itu untuk memastikan apakah tempatnya bebas dari tikus berkepala hitam atau tidak.

Rentenir bernyali kamvret itu menciut seakan takut pundi-pundi yang dia idamkan hangus ludes setelah tercium akal busuknya. Tidak ada orang yang seteliti Rai. Lelaki berumur 29 tahun itu masih bujangan sampai detik ini. Dia tidak pernah tahu mana hari minggu mana hari valentin. Yang dia tahu hanya hari kerja, kerja dan kerja. Mendapatkan bos seperti Eric semacam paket 2 in one. Kutukan dan cobaan.

Jangan pernah melewatkan satu panggilan sekalipun, meski kamu sedang manarik napas untuk mengeluarkan ampas makanan alias BAB atau kamu bakal kena potong gaji. Hidup di kota metropolitan memakan biaya banyak. Tidak ada yang gratis sekalipun anda menumpang di rumah saudara. Air galon kamu harus ikut iuran jika kamu tidak mau jadi bahan gosip ibu-ibu yang tengah berbelanja sayur keliling.

Koper berisi uang puluhan juta sudah berpindah alih. Uang itu sebelumnya sudah disiapkan oleh Eric.

Kaca mata hitamnya bertengger di atas hidung lancip nan mancungnya. Rambut klimisnya mampu membuat lalat terpeleset jika hinggap di atasnya. Tangannya bertengger di depan dada bidangnya. Sesekali melirik arah jarum jam di tangannya.

"Ayah nunggu lama?"

Talita, Raka, dan Naya berjejer di depan Eric yang dari lima belas menit lalu sudah menunggu. Dia hanya memastikan kalau Arumi calon pengasuh anaknya bisa diandalkan omongannya. Naya sebagai jaminan. Otak dan tak-tik Eric layaknya raja preman tempo dulu. Dia lebih menyeramkan dari musuh Cipta.

"Enggak. Ayo masuk dan ke rumah Naya." Layaknya bebek di sawah. Eric menunggu ketiga anak itu berbaris masuk ke dalam mobil. Raka enggan duduk berdampingan dengan ayahnya kali ini.

Kebutuhan Naya sudah tertata rapih di dalam tas besar berwarna hitam. Mungkin, orang mengira dia akan pindah tempat atau orang mudik lebaran yang enggan balik ke kota lagi.

Arumi sudah siap menjadi budak di rumah Eric. Budak? Istilah itu yang cocok untuk pekerjaan Arumi yang tanpa mendapat imbalan. Uang hutang hanya kedok belaka untuk kelas elit. Selebihnya, orang kaya akan memanfaatkan kelemahan kaum rendahan seperti Arumi.

"Mama mau kemana?"

Pertanyaan polos itu terjawab setelah Arumi dan Naya menginjakan kaki di halaman rumah Eric. Arumi sudah siap menerima segala peraturan yang ada di rumah ini.

Pertama; Jangan membawa makhluk apapun ke rumah besar ini. Karena Eric bakal membawa pawang jika ada yang berani membawa seonggok manusia atau benda lainnya.

Sebagai pebisnis musuh akan menyelundup lewat jalur manapun. Sepiteng juga tidak luput dari pengawasan mata elang Eric.

Kamar yang hanya memiliki luas beberapa petak menjadi tempat tinggal Arumi dan Naya. Di sana mereka harus muat untuk tidur dan meletakkan barang-barang pribadi.

kedua; urus segala kebutuhan anak dan jangan sampai ada yang lecet sedikitpun di tubuh Raka dan Talita.

Kalau kedua anaknya terluka, CCTV bisa menjelaskan semuanya. Dari segala sudut rumah sudah terpasang CCTV yang lebih canggih di segala sudut rumah, kecuali kamar-kamar pribadi dan kamar mandi. Eric bisa mendengar percakapan penghuni rumah.

"Naya boleh main sama mereka di rumah?" Situasi dan kondisi mampu menjelaskan secara alamiah ke Naya.

Dia sudah hapal betul bagaimana posisi orangtuanya di rumah besar ini. Kalau bukan jadi pembantu, pasti Naya bisa menginjakan kakinya di atas sofa dan kasur empuk seperti dia bermain trampolin ketika pasar malam tiba di jalanan.

"Boleh. Asal tahu mana jam belajar dan jam main." Eric melipat kemejanya beberapa tekukan saja.

...----------------...

Sampai detik ini masih aman-aman saja ketika Eric mengamati sudut rumahnya melalui layar komputer. Kedua anaknya sedang bermain asyik dengan pengasuh baru. Sampai ada hal yang menganjal di mata Eric.

Baru bekerja satu jam saja, Eric langsung meninggalkan tempat kerjanya. Kacung yang menyiapkan mobil kudu siap kemanapun dia pergi. Rai orang yang paling menderita akan kepergian langkah bosnya.

"Lima menit lagi rapat," lirihnya ketika tidak berhasil menghentikan langkah bosnya.

Rai selalu menjadi orang terepot nomor satu di kantor. Pembatalan rapat secara sepihak akan membuat pamor dan harga diri perusaan jatuh. Orang yang membatalkan sesuatu dalam sepihak, berarti dia orang yang akan dicap pembohong seumur hidup. Dan, pembohong tidak layak mengemban kepercayaan.

Terpopuler

Comments

mutia

mutia

lanjottt

2021-05-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!