Dua tahun kemudian.
Anna menyuci wajahnya berulang kali mmenghilangkan rasa kantuk yang teramat sangat, ia mematut bayangan dirinya didepan cermin ,wajahnya kunyuhnya mengisyaratkan betapa lelah tubuhnya. Semalaman Anna tidak tidur sama sekali karena sangat sibuk melayani pasien memesan kamar dan mengantar pasien yang rawat inap belum lagi ia jugadimintah untuk membuat laporan yang harus ia serahkan pagi ini. Kakinya terasa
sangat pegal karena terus mondar-mandir sepanjang malam.
Lorong rumah sakit belum terlalu ramai karena hari yang masih pagi, Anna menyeret langkahnya yang terasa begitu berat karena tubuhnya sangat letih seakan tidak memiliki tenaga lagi, rasanya ia sudah tak sabar ingin cepat sampai di rumah membaringkan
tubuhnya diatas kasur.
Anna segera menuju halte bus yang berada disebrang jalan rumah sakit, kemarin ia berangkat bekerja tidak menggunakan sepeda karena hari hujan, dan itu juga menguntungkannya buatnya sekarang karena jika pulang harus mendayung sepeda sungguh rasanya ia tidak kuat lagi. Halte masih sepi hanya ada beberapa orang saja yang tampak menunggu disana, Anna menyandarkan tubuhnya ditiang besi sambil mengedarkan pandangannya sekelilingnya. Matanya terhenti pada semua mobil sport yang masuk ke gerbang rumah sakit, Anna mengikuti arah mobil itu karena sebelumnya tidak pernah melihat pasien datang berobat memakai kendaraan seperti itu. Tapi sepertinya Anna harus menahan rasa penasarannya karena bus yang sedang ia tunggu keburuh datang.
Anna mengintip lewat jendela bus menatap pagi kota praha yang begitu indah karena cuaca yang sangat cerah, jarak rumah sakit dan apartemennya tidak terlalu jauh hanya berjarak tiga kilo meter saja karena itu ia lebih
memilih untuk naik sepeda saja.
Anna turun di halte tepat di depan apartemennya dengan langkah gontai ia berjalan karena tubuhnya benar-benar butuh istirahat sekarang, matanya sudah sangat berat. Ia mengambil kunci apartemennya dari
dalam saku tasnya, Anna membuka pintunya dan menutupnya kembali dan tak lupa
menguncinya. Ia melemparkan tasnya keatas sofa lalu menghempaskan tubuhnya ke
tempat tidur, dan tak butuh waktu lama terdengar napas Anna yang mulai teratur
menandakan ia sudah tertidur lelap.
****
Menjelang waktu zuhur Anna pun terbangun karena kelaparan. Ia belum makan apa pun sejak pagi, ia menggosok-gosok matanya yang masih berat sebenarnya ia masih malas untuk bangun tapi waktu sholat tidak mungkin ia lewatkan dan perutnya juga harus segera diisi. Anna beranjak ke dapur untuk
mencari makanan untuk mengganjal perutnya tapi saat ia membuka lemari es ia
tidak menemukan sesuatu yang dapat dimakan, kulkasnya kosong karena lupa
seharusnya sudah berbelanja sejak kemarin.
Ia mengambil gelas di atas rak dan mengisinya dengan air putih hingga penuh lalu meneguknya sampai tak bersisa, setidaknya itu bisa menahan perutnya sampai ia selesai mandi dan sholat. Ia pun kembali ke kamar mengambil handuk untuk mandi tidak mungkin ia keluar dengan keadaan kusut masai seperti itu. Setelah selasai mandi dan sholat zuhur ia pun mengganti
pakaiannya. Anna mengambil celana panjang hitam dan baju kemeja polos berwarna
mint. Rambut panjangnya ia biarkan tergerai, tak lupa ia memoleskan bedak wajahnya dengan tipis dan mengolesi bibirnya yang sudah berwaran merah muda dengan lipblam agar tetap lembap.
Anna mendayung sepedanya menuju mini market terdekat dengan tempat tinggalnya, setelah bersepeda sekita lima menit ia pun sampai, Anna segera memarkir sepedanya. Baru saja ia melangkah perutnyaa berbunyi kembali memberi tanda kalau ia minta segera diisi, Anna mengedarkan pandanganya
sekelilingnya sambil mengusap—usap perutnya yang datar, pandangannya terhenti
pada sebuah toko makanan khas turkih yang terletak disebrang jalan, dan tanpa berpikir lagi ia membelokkan langkahnya kesana, menundah dulu belanjanya.
Mata Anna berbinar menatap makanan didepannya rasa laparnya bertambah sepuluh kali lipat saat mencium aroma gurih dari dari makannnya, tanpa menunggu lagi ia langsung menyantap makanan itu dengan sangat lahap, dan tidak butuh lama satu porsi kebab telah berpindah kedalam perutnya, Anna
meneguk air putih didepannya hingga tak bersisa. Anna mengusap perutnya yang
sudah kenyang ia menyandarkan sedikit tubuhnya karena perutnya terasa sesak.
Setelah meresa nyaman Anna pun segera membayar makannya dan kembali ke mini
market tempat ia memarkirkan sepedanya tadi.
Anna mencari bahan makanan yang ia butuhkan untuk beberapa hari ke depan, makanan ringan serta beberapa kaleng minuman. Setelah merasa cukup ia pun segera ke meja kasir untuk membayar semua belanjaannya, tapi saat ia melewati rak susu ia melihat seorang bocah laki-laki berusia sekitar empat tahun sedang memanjat raknya sehingga membuat rak itu bergoyang dan akhirnya terjatuh, tapi untungnya gerakan Anna jauh lebih cepat, ia menarik tubuh bocah itu kedalam pelukannya dan membungkukkan tubuhnya ke lantai satu tanganya ia gunakan untuk melindungi kepalanya, rak itu menimpah punggungnya dan beberap kaleng susu pun ikut menimpahnya, Anna mengernyitkan keningnya menahan rasa nyeri dipunggungnya. Bocah laki-laki dalam pelukannya itu menangis mengkin karena terkejut.
Diujung lorong seoranng wanita terpekik melihat kejadian yang terjadi didepannya wajahnya memucat saat melihat putranya yang hampir tertimpah rak susu tapi untungnya seorang wanita yang lebih dekat dengan posisi putranya menyelamatkan putranya sehingga tubuhnya yang tertimpa oleh rak.
Dengan cepat ia berlari menghampirinya dan berusaha mengangkat rak itu, pegawai mini market pun datang membantunya karena mereka terkejut mendengar suara gaduh dan ikut berlari ke arah sumber kegaduhan.
Wanita itu mengambil anaknya dalam pelukan Anna begitu rak itu terlepas, Anna pun kembali berdiri sambil mengusap punggungnya yang sakit akibat tertimpah rak dan kaleng susu, wanita itu mengendong anaknya dan berusaha menenangkan putranya yang masih menangis.
“Anda baik –baik saja Nona,” tanyannya memperhatikan tubuh Anna.
“Saya baik-baik saja Nyonya, bagaimana dengan putra anda apa dia terluka.” Anna balik bertanya malah mengawatirkan bocah yang baru saja ia selamatkan.
“Anak saya baik-baik, itu semua berkat pertolongan anda Nona, terima kasih.” Ucapnya mengusapa kepala putra dengan lebih lembutb dan sudah tidak menangis lagi.
“Ayo kita ke rumah sakit, kita harus memastikan keadaan anda Nona,” ajaknya yang langsung disambut gelengan kepala oleh Anna.
“Tidak, Nyonya saya baik-baik saja,” tolak Anna lembut.
“Tapi bagaimana kalau tubuh anda ada yang lecet, saya jadi tidak enak hati anda sampai terluka karena sudah menyelamtakan anak saya, saya tidak dapat membayangkan jika anda tidak menolong putra saya,” ucapnya penuh ketulusan.
“Tidak, nyonya anda berlebihan,” ucap Anna tersenyum malu mengusap kepala bocah dalam pelukan ibunya dengan lembut sehingga membuat bocah itu yang menyembunyikan wajahnya di dada ibunya menolehkan wajahnya dan menatap Anna tanpa berkedip.
“Hai, sayang kamu tidak ada yang sakit kan,” Tanya Anna lembut. Bocah itu menggelengkan kepalanya wajahnya yang tampan membuat Anna gemas melihatnya ingin rasanya ia menggigit pipinya yang bulat.
“Bilang terima kasih sama bibinya sayang.”
“Terima kasih bibi,” ucapnya pelan dan kembali menyembunyikan wajahnya di balik bahu ibunya.
“Sama-sama sayang, siapa namamu tampan.” Anna bertanya sambil menyentuh tangannya sehingga ia kembali menatap Anna dengan mata bulat coklatnya.
“Yusuf,” sahutnya dengan suara yang menggemaskan.
“Namanya bagus sekali,” puji Anna sambil mengecup pipi tembem Yusuf sehingga membuat bocah itu tersenyum malu-malu.
Ibunya yang sedari tadi hanya tersenyum melihat interaksi Anna dan anaknya, anaknya
sangat sulit dekat dengan orang yang baru ia kenal tapi saat bersama Anna ia tidak menunjukan penolakan sedikit pun.
“Oh ya perkenalkan nama saya Kayra,” ucapnya mengulurkan tangannya tersenyum ramah.
“Saya Anna,” balas Anna menyambut uluran tangannya dan membalas senyum itu tak kalah ramah.
“Anda yakin tidak mau ke rumah sakit, Anna.”
“Tidak Nyonya Kayra terima kasih saya baik-baik saja.”
“Panggil kakak saja, kalau begitu biar saya antar pulang ya.”
“Tidak Kak, saya tinggal dekat dari sini dan saya juga membawa sepeda,” tolaknya dengan halus. Tapi kayra merasa tidak enak hati Anna selalau menolak tawarannya ia membuka dompetnya dan mengambil sejumlah lalu menyodorkannya kepada Anna.
“Kalau begitu ambilah ini untuk membeli obat.”
“Tidak Kak,” tolak Anna menggelengkan kepalanya dan memundurkan tubuhnya. “ saya ikhlas membantu putra anda.”
Kiara menatap manic Anna yang polos tanpa ada kebohongan disana,” maafkan aku bukan bermaksud seperti itu, baiklah bolehkan aku memintah nomor ponselmu.”
Anna pun menganggukan kepalanya dan memberikan nomor ponselnya kepada Kayra, itu ia pun pamit pulang setelah membayar semua belanjaannya, Kayra hanya menatap kepergian Anna sambil mengusap – usap punggung putra yang mulai rewal.
.
.
.
.
.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Tari Nikinabigh
keyra.... kakak keren kah.....
2021-05-04
0
Rhania lesta
Lanjutttt
2021-04-04
0
Lita Widya Arianti
ceritanya bagus tapi sayang masih ada typo bertebaran
2021-03-20
0