Ren berjalan memasuki kelab malam Starlit. Kedatangannya bak seorang artis yang tengah berjalan di red carpet—selalu mengundang perhatian orang-orang sekitar. Wajah tampan, tatapan indah, senyum menawan, dan gaya yang maskulin menyatu sempurna dalam dirinya. Tidak heran jika dia dijuluki raja host dan mempunyai tarif termahal.
"Apakah kau sudah lama menunggu?" tanya Ren pada seorang wanita berpenampilan seksi bernama Maki.
"Lumayan," ucapnya sambil bergelayut manja di lengan Ren begitu pria itu duduk di sisinya.
"Gomen ne." Ren menuangkan bir ke dalam gelas Maki, tetapi wanita itu langsung menahan tangannya.
"Aku sedang tak ingin minum," ujarnya sambil mengelus perut.
Ren mengangkat kedua alisnya sambil menatap perut Maki. Wanita itu tersenyum ke arahnya, lalu berbisik, "Ini adalah aset berharga yang akan kugunakan untuk memeras CEO itu."
Ren tersenyum lebar, lalu balik berbisik, "Apa kau mau kuberi saran agar tujuanmu berjalan lancar?"
Maki mengangguk cepat.
Ren kembali berbisik, "Katakan hal itu padanya saat kau dengannya menghadiri acara besar. Jangan lupa tempelkan alat perekam di tubuhmu untuk berjaga-jaga apabila dia menyangkal atau tak ingin bertanggung jawab."
Ren menjauhkan wajahnya setelah berbisik. Ia melempar senyum jahat ke arah Maki. Mereka saling melempar tatapan dan senyuman licik, sepertinya dia menyetujui usulan Ren.
"Ide yang bagus! Aku berniat mengatakannya saat acara pesta pernikahan rekan artis di kapal pesiar."
"Jangan lupa berikan aku sebagian hasilnya jika kau berhasil." Ren mengangkat gelas birnya lalu mulai meneguk hingga tak tersisa.
"Kurasa kita punya hobi yang sama. Kita sama-sama pecinta uang, bukan?" Maki kembali melempar senyum ke arah Ren.
Ren meletakkan gelas birnya yang telah kosong. "Kita tidak sama. Kau masih manusia, sementara aku adalah iblis," ucapnya sambil memicingkan mata.
Maki tertawa besar mendengar perkataan Ren. Dia membuka pin ponselnya ketika ada sebuah pesan masuk. Tak lama kemudian, dia meminta Ren untuk menunggunya sebentar karena dia akan menemui sahabatnya di lantai bawah.
Selepas kepergian Maki, senyum Ren berangsur-angsur menghilang dan matanya langsung tertuju pada ponsel wanita itu yang tergeletak begitu saja di atas meja. Ren langsung mengambil ponsel itu dan membuka pin yang baru saja diketahuinya ketika wanita itu membuka ponselnya. Ia menuju menu video. Ada beberapa kumpulan video amatir yang menampilkan adegan tak senonoh seorang gadis bersama beberapa pria.
Gadis di video itu adalah Emi. Wanita bernama Maki yang baru saja berbicara dengan Ren adalah kakak sepupu Emi. Dialah wanita culas yang telah menghancurkan hidup Emi, serta membakar segala mimpi-mimpi gadis yang baru berusia sembilan belas tahun itu.
Video amatir itu dia gunakan untuk menjerat Emi agar gadis itu mau menuruti segala keinginannya, termasuk melayani para sutradara dan produser film yang nakal. Keuntungan yang wanita itu dapatkan tentunya adalah sebuah peran dalam film, walaupun harus menjual tubuh adik sepupunya sendiri.
Tanpa keraguan, Ren langsung menekan tombol "Delete" untuk menghilangkan seluruh video yang selama ini mencekik kehidupan Emi.
Di lantai bawah bar, seorang wanita berusia empat puluh delapan tahun tengah bersungut-sungut dan komplain pada manajer bar tersebut. Dia adalah Nyonya Suzu Ikeda, seorang janda kaya raya sekaligus pemilik beberapa Mall yang ada di Jepang. Di usianya yang hampir mencapai lima puluh tahun, dia masih terlihat seperti gadis berusia dua puluh tahunan.
"Aku tidak ingin mereka, aku hanya ingin Ren," celotehnya sambil menunjuk beberapa host berusia dua puluhan yang berkumpul di mejanya.
"Summimasen, Ren-san tengah melayani pelanggan lain yang lebih dulu mem-booking-nya, Anda bisa memilih host yang lain. Mereka juga adalah host terbaik yang kami miliki."
"Tidak mau!" Wanita itu bersedekap sambil melengos.
"Kami akan menghibur Anda, Nyonya." Salah satu host berdiri di sisinya hendak memegang pundak wanita itu, tetapi langsung di tepis dengan kasar.
"Aku bilang, aku hanya ingin Ren!" teriaknya kesal sehingga beberapa host itu langsung melangkah mundur.
"Ada apa?"
Suzu Ikeda langsung berbalik ketika mendengar suara Ren.
"Ren!" Matanya berbinar cerah melihat Ren berjalan ke arahnya.
Ren menghampirinya dengan tatapan menggoda, mengambil tangan wanita itu dan mendaratkan kecupan di punggung tangannya. Hati Suzu yang tadinya kesal, langsung meleleh diperlakukan romantis oleh host kesayangannya.
"Ren, kupikir kau tak mau menemuiku lagi karena aku membelikan kau rumah, bukan apartemen seperti yang kau minta," ucap Suzu dengan raut merajuk.
"Mana mungkin aku akan melakukan itu." Ren tersenyum manis ke arah wanita itu. Ya, Suzu adalah salah satu dari sekian banyak wanita yang menjadi sumber uang Ren. Wanita itu yang membelikan Ren rumah baru. Tadinya, Ren meminta dibelikan apartemen, tetapi mendapat mainan baru di sekitar rumahnya, ia mengurungkan niatnya untuk mengganti rumah tersebut menjadi apartemen.
"Suzu-san, apa kau diundang ke pesta selebritis besar yang akan dilaksanakan di kapal pesiar?" tanya Ren sambil menuangkan sebotol anggur terbaik yang kelab itu miliki.
"Tentu saja. Pasangan itu adalah artis endorsku."
"Kalau begitu, bolehkah aku ikut denganmu?" Ren menyodorkan gelas berisi anggur yang baru saja ia tuang ke arah Suzu.
Suzu terkejut, ini pertama kalinya Ren berinisiatif menawarkan diri menjadi pasangannya di tempat umum. Lelaki bertaraf mahal itu enggan menerima job sebagai pacar sewaan seperti yang dilakukan host atau hostest lainnya.
"Benarkah kau ingin ikut denganku?" tanya Suzu tak percaya.
"Iya, aku tertarik untuk menghadiri pesta pernikahan golongan atas." Ren tersenyum, lalu menampilkan raut manja seperti seorang anak lelaki yang tengah membujuk ibunya agar dibelikan mainan.
"Baiklah. Aku senang mendengarnya!" Kata Suzu tak kalah senang karena dia akan pergi bersama Ren pada acara besok malam.
Ren memalingkan wajahnya membelakangi Suzu hanya untuk sekadar tersenyum licik karena satu langkah rencananya berhasil.
Di waktu yang sama, Jun menanyakan perkembangan hubungan antara Shohei dan adiknya ketika pria pemalu itu meneleponnya. Sayangnya, hingga kini shohei belum melakukan kedekatan yang intens. Ia bahkan belum pernah menelepon Sachi karena gugup dan bingung harus bicara apa.
Jun mengajari Shohei tentang apa yang harus pria itu katakan ketika hendak menelepon Sachi.
"Yang pertama kau harus menanyakan apa yang sedang dia lakukan, kemudian tanyakan hobinya, tanyakan hal-hal yang dia senangi seperti siapa tokoh idolanya, sesekali berikan pujian padanya atau beberapa kalimat gombalan, dan terakhir jangan lupa tanyakan tempat yang ingin ia kunjungi. Begitu dia mengatakan suatu tempat, kau langsung mengajaknya ke tempat itu Minggu nanti ...."
"Tunggu ... tunggu ... bisakah kau tidak terlalu cepat berkata?" Shohei memotong perkataan Jun dari balik telepon.
"Eh?" Jun merasa heran.
"Ano ... aku sedang mencatat seluruh saranmu," ucap Shohei sambil memegang bolpoin, di depannya ada secarik kertas yang bertuliskan sederet ucapan Jun barusan.
Jun menahan tawanya. "Kau benar-benar pria polos, seharusnya kau bisa berinisiatif sendiri tanpa aku ajarkan." ucapnya terheran-heran.
Setelah menelepon Jun, Shohei memberanikan diri untuk menelepon Sachi. Dia tampak menarik napas panjang sebelum menekan tombol panggilan. Saat jempolnya hampir menyentuh tombol, dia kembali mengurungkan niatnya.
Shohei berdehem sejenak untuk menetralkan suaramya. "Ehem ... Hai Megumi-chan, ini aku, Shohei Yamazaki," ucapnya di depan dinding sekedar berlatih bicara. Dia menggelengkan kepalanya dengan cepat karena merasa sapaannya salah. Lalu kembali berlatih bicara di depan dinding, "Konbanwa Megumi-chan, aku Shohei. A–apa yang sedang ka–kau lakukan?"
Shohei kembali menggelengkan kepala karena menurutnya latihannya barusan terlalu gugup. Pria itu terus bermonolog di depan dinding hanya untuk sekadar berlatih kata-kata yang harus ia ucapkan ketika menelepon Sachi.
Merasa latihannya telah baik, Shohei pun memberanikan diri menelepon Sachi.
DEG
DEG
DEG
Jantungnya berdetak tak karuan seolah hendak meloncat keluar. Ia bernapas pendek-pendek dan mengeluarkan keringat dingin.
"Moshi-moshi ...."
Mata Shohei terbuka lebar saat suara indah milik Sachi menyapa pendengarannya. Ia merasa jantungnya makin berdentum kencang. Pria itu memejamkan matanya dalam-dalam, meletakkan ponselnya di atas meja, lalu berlari ke arah balkon kamarnya.
"Yuhuiii!" Dia berteriak sekencang-kencangnya di udara karena senang sekaligus melepas rasa gugupnya.
Sementara, Sachi mengerutkan keningnya saat nomor yang tak dikenalinya itu tidak merespon apapun. Sekian kali menyapa pemilik nomor telepon itu, tetapi tak kunjung ada jawaban.
Shohei mengepalkan tangan kanannya ke atas untuk menyemangati dirinya sendiri. Dia mengembuskan napas beratnya, lalu kembali ke tempat di mana dia duduk. Saat ia hendak mengambil ponselnya, matanya membeliak karena Sachi telah mengakhiri telepon.
Dengan segera, Shohei kembali Melakukan panggilan. Sayangnya, nomor tersebut sudah tidak aktif karena Sachi telah mengisi baterai ponselnya dan tidur.
.
.
.
Jun dan Shohei
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Hearty 💕
Dijawab atuh malahan jingkrak-jingkrak
2024-08-09
0
Hearty 💕
😂😂😂😂😂 belum sempat kecatat bos
2024-08-09
0
Hearty 💕
Belum terbayar juga ciuman
2024-08-09
1