Metamorfosa

Waktu sudah menunjukkan pukul 23:30.

Tapi Suzy masih menggeliat-geliut di bawah selimut, tak berhasil menemukan posisi yang nyaman. Matanya tak kunjung terpejam dan tak bisa dipaksa tidur.

Semakin dipaksa, matanya terasa semakin perih.

Pagi-pagi sekali Suzy sudah harus bangun mempersiapkan buku-buku dan seragamnya.

Belum lagi ia juga harus menyiapkan sarapan dan juga bekal untuk di perkebunan.

Lalu siang harinya akan menjadi hari pertama ia masuk sekolah sebagai siswi SMU.

Apakah aku terlalu senang? Suzy bertanya-tanya di dalam hatinya.

Lalu dengan kesal ia akhirnya menendang selimutnya dan beranjak dari tempat tidurnya. Sebaiknya sekarang saja menyiapkan buku-buku dan seragam sekolahnya, pikir Suzy

"Teteh?!" Suzy mendengar ibunya memanggilnya dari kamar sebelah.

"Iya, Ma!" Suzy menjawab ibunya.

Ibunya tidak mengatakan apa-apa lagi. Terdengar suara berderit dari tempat tidur ibunya, kemudian hening.

Tak lama kemudian ia mendengar napas ibunya mulai teratur.

Selesai menyiapkan kebutuhan sekolahnya, Suzy melangkah keluar kamarnya dan berjalan menuju dapur untuk memanaskan air dan menyeduh secangkir teh.

Lalu kembali ke dalam kamarnya dan memekik tertahan. Sebelah tangannya tertangkup menutupi mulutnya yang ternganga.

Pria berambut sepinggang yang ditemuinya di hutan, sedang duduk bertengger di jendela kamarnya. Sebelah kakinya terlipat di depan dagunya sementara kaki lainnya terlipat ke samping. Kedua tangannya tertaut di depan dagunya bertopang lutut.

Suzy membeku di ambang pintu. Apa aku lupa mengunci jendela? Ia bertanya dalam hati. Seingatku tidak, batinnya.

Pria itu menoleh ke arah Suzy kemudian tersenyum. Sejumput rambutnya melecut tertiup angin dan menampar pipinya yang bercahaya.

Apa hanya perasaanku saja wajahnya bercahaya, pikir Suzy.

Ia masih tergagap ketika kakinya perlahan melangkah ke dalam kamarnya. "Kakang ngapain di sini?" Suzy berbisik. Tak tahu lagi harus memanggilnya apa.

Ia berjinjit sepelan mungkin. Khawatir ibunya kembali terbangun mendengar suaranya. Tapi lantai bambu di bawah kakinya tetap berderit saat diinjak.

Pria itu kembali tersenyum, tapi tak mengatakan apa-apa.

Suzy menyodorkan cangkir teh di tangannya dan menawarkannya pada pria itu.

Suzy sudah tahu pria itu bukan manusia. Tapi ia sungguh tidak tahu harus bersikap seperti apa untuk menunjukkan ramah-tamah. Ia bahkan tak yakin apakah ia merasa takut. Yang ia tahu, perasaannya saat ini jauh lebih buruk daripada rasa takut.

Ia mengagumi makhluk ini!

Itu terlihat cukup jelas dari caranya menentukan sikap, selalu gugup dan salah tingkah setiap kali ia berhadapan dengan pria itu.

Pria itu kembali menoleh ke arah Suzy dan menatap cangkir di tangan Suzy.

Apa dia juga minum teh? Suzy tak yakin.

Tapi pria itu mengambilnya juga dari tangan Suzy kemudian menghirupnya sedikit. Entah apakah ia betul-betul menikmatinya atau tidak. Tapi senyumnya menunjukkan bahwa ia menyukai sikap gadis di depannya. Seperti seorang kekasih yang merasa tersentuh oleh perhatian gadisnya ia menatap Suzy dengan mata berbinar-binar ketika ia mengembalikan cangkir teh itu ke tangan Suzy.

Suzy menerima cangkir teh itu kemudian melongok keluar jendela. Masih salah tingkah.

Sebenarnya Suzy ingin mengajaknya berbincang-bincang. Tapi selain karena salah tingkah, ia juga khawatir suaranya akan membangunkan ibunya di kamar sebelah.

Pria berambut sepinggang itu mengamati wajah Suzy dari samping sambil tersenyum. Lalu menyentuh rambut Suzy dengan buku jarinya.

Suzy menoleh ke arah pria itu seraya memicingkan mata.

Pria itu kembali tersenyum. Seperti sedang mencoba menggodanya.

Suzy menelan ludah. Perasaan hangat tiba-tiba menyelinap di sela-sela hatinya. Ada secercah rona merah mulai merebak di pipinya.

"Tidurlah, Nyai!" Pria itu berbisik seraya mendekatkan wajahnya ke wajah Suzy.

Suzy tersenyum kikuk. Kemudian mengangguk pelan dan masih salah tingkah.

Setelah berkata demikian pria itu mengusap-usap pipi Suzy dengan buku jarinya. Lalu melompat turun dari jendela. Kemudian melesat ke dalam hutan.

Bersamaan dengan itu jendela kamar Suzy kembali menutup.

Suzy terperanjat. Ditatapnya jendela itu dengan mata terbelalak.

Jendelanya tahu-tahu sudah terkunci lagi.

Benar, katanya dalam hati. Aku memang sudah mengunci jendelanya tadi.

Pagi harinya, di perkebunan Suzy terlihat pucat dan lebih banyak diam.

Ia merasakan perutnya seperti sedang ditusuk-tusuk.

"Kau habis begadang semalam, ya?" Agustin melihat lingkaran gelap di seputar mata sahabatnya. "Kau pasti terlalu senang?" Dalam hati, Agustin sebenarnya masih khawatir kondisi Suzy belum pulih total.

Hari itu Ais juga tidak datang ke perkebunan karena kondisi tubuhnya masih lemah setelah kerasukan kemarin.

Suzy kelihatannya juga belum begitu sehat, pikir Agustin.

Suzy diam saja. Entahlah, katanya dalam hati. Suzy masih belum yakin apakah ia harus menceritakan pengamalannya tadi malam kepada Agustin.

Ia terbiasa menceritakan hampir semua hal kepada Ais dan Agustin. Kecuali masalah-masalah yang menyangkut rahasia perempuan. Bagian yang satu ini, Suzy biasanya berbagi cerita dengan Dini.

Tapi mengenai pria misterius berambut sepinggang, ia tak tahu kepada siapa ia harus menceritakannya. Tak seorang pun akan percaya, batinnya.

"Kau sudah jadi anak SMU sekarang," kata Agustin sambil nyengir usil. "Dan kau baru gajian!" Ia menambahkan.

Suzy mengerutkan dahi. "Gajian?"

"Kau belum dapat gaji?" Agustin bertanya.

Suzy menggeleng tak yakin. "Memangnya kita sudah gajian?" Suzy balas bertanya.

Agustin menurunkan arit di tangannya kemudian berpikir sejenak. "Aku lupa bilang, lonceng tiga belas berbunyi waktu kau pingsan di halaman belakang sekolah," kata Agustin. Kemudian menoleh ke arah Suzy untuk mencari tahu apakah Suzy sudah mengingat semuanya.

Suzy mengayunkan aritnya, memangkas semak-semak di depan mereka. Tapi gadis itu tak mengatakan apa-apa. Raut wajahnya menggambarkan bahwa ia tengah berpikir keras.

Pada tahun 1943, ada sebuah peraturan yang menetapkan bahwa kapan pun mereka mendengar lonceng berbunyi tiga belas kali, setiap pekerja harus berkumpul di rumah Van Til untuk mendapatkan sendiri upahnya. Jika tidak, mereka takkan pernah menerima upahnya.

Tapi pada tahun 2000 peraturan terakhirnya sudah diubah. Jika mereka tidak datang, mandor mereka akan mewakilinya.

Lalu kenapa aku tidak menerima upahku? Suzy bertanya-tanya dalam hati. Barangkali Mandor Asyur hanya lupa, ia mencoba berpikir positif. "Waktu gajian kau ambil di Gedong apa di Mandor?" Suzy bertanya pada Agustin.

Gedong adalah istilah penduduk setempat untuk menyebutkan Rumah Van Til. Tapi secara umum, Gedong adalah kata dalam bahasa Sunda yang berarti Gedung.

"Aku ambil di Gedong," jawab Agustin seraya mengalihkan perhatiannya kembali pada pekerjaannya memangkas semak-semak. "Waktu Ais kerasukan, di Gedong lagi ada bazar," cerita Agustin tanpa mengalihkan perhatiannya dari semak-semak di depan mereka. "Itu sebabnya aku bertanya apakah bazarnya pindah ke rumahmu."

Pantas saja banyak sekali orang yang datang ke rumahku, pikir Suzy.

Setiap hari gajian, di pekarangan depan rumah Van Til selalu ada bazar atau pasar malam jika waktunya bertepatan pada malam hari. Itu sudah menjadi semacam tradisi atau pesta rakyat perkebunan, karena hanya pada saat gajian semua penduduk bisa berkumpul.

Tapi jika hari gajian jatuh pada hari Sabtu, bazar biasanya dibuka sampai hari Minggu.

Hari itu adalah hari di mana jam kerja perkebunan lebih lama dari biasanya. Jadi, Suzy dan Agustin membutuhkan kecepatan ekstra untuk bisa sampai di sekolah tepat waktu.

Agustin mulai khawatir apakah Suzy bisa melewatinya. Ini adalah hari pertamanya menjadi siswi SMU. Dia bukan lagi anak setan sekarang, pikir Agustin usil. Kondisi fisik dan emosionalnya pasti akan berbeda.

Terpopuler

Comments

dyz_be

dyz_be

Kakang & Nyai 😉😉

2022-07-13

1

Kleber Yanez

Kleber Yanez

kayak amfibi 😂

2021-11-07

0

Bebi Kay

Bebi Kay

oh, Suzy jg anak setan?
🤣🤣🤣

2021-09-20

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Satu Sampai Sepuluh
3 Lonceng Ke-13
4 Ladang Van Til
5 Kita Terjebak, Ada Ide?
6 Kita Adalah Tim Yang Hebat!
7 Siapa Mereka?
8 Siapa Lagi Yang Bisa Diandalkan Sekarang?
9 Gardu Lonceng
10 Akhir Ritual Api Unggun
11 Anak Teror
12 Sebenarnya...
13 Akhir Pekan Di Hutan
14 Kesurupan Massal
15 Metamorfosa
16 Putih Abu-Abu
17 Waktunya Bicara
18 Selap
19 Puber
20 Cerita Ini Menjadi Semakin Menarik!
21 Siapa Sebenarnya Arya Tunggal?!
22 Salam kenal, Arya Tunggal!
23 Bagaimana Menjelaskannya?
24 Ada Apa Dengan Waktu?
25 Bagaimana Caranya Mengubah Waktu?
26 Pamali
27 Melanggar Tabu
28 Pancaroba
29 Pemugaran
30 Parameter
31 Baca Juga!
32 Alinea Baru
33 Adaptasi
34 Fenomena
35 Mitos
36 Pupuh Kinanti
37 Tiga Bangku Dari Bangku Ujung
38 Liabel
39 Warisan
40 Sambekala
41 Cerita Hantu
42 Su Si
43 Histéria
44 Trance
45 Mala
46 Akhir Hayat Si Kucing Hitam
47 Pengumuman!
48 Penghuni Baru Rumah Van Til
49 Takhayul
50 Siluman Macan Kumbang
51 Satu Tahun Kemudian
52 Koleksi Antik Wanita Tua
53 Mandor Besar
54 Misteri Mata Hijau Leo
55 Gejala Tak Beres
56 Trauma
57 Pagi Dan Malam
58 Bukan Leo
59 Merayan
60 Majenun
61 Visi
62 Bukan Akhir Cerita
63 Jadi, siapa Leo sebenarnya?
64 Regenerasi
65 Tujuh Tahun Kemudian...
66 Satu Malam Di Negeri Dongeng
67 Sebelum Fajar Menyingsing
68 Please, Jangan Tampah Lagi!
69 Napak Tilas
70 Matahari Jingga
71 Terjerumus Dalam Lubang Yang Sama
72 Semua Hal Gelap
73 Semesta Yang Berbeda
74 Purwarupa
75 Biografi
76 Manifestasi Mistik
77 Panik
78 Epilog
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Prolog
2
Satu Sampai Sepuluh
3
Lonceng Ke-13
4
Ladang Van Til
5
Kita Terjebak, Ada Ide?
6
Kita Adalah Tim Yang Hebat!
7
Siapa Mereka?
8
Siapa Lagi Yang Bisa Diandalkan Sekarang?
9
Gardu Lonceng
10
Akhir Ritual Api Unggun
11
Anak Teror
12
Sebenarnya...
13
Akhir Pekan Di Hutan
14
Kesurupan Massal
15
Metamorfosa
16
Putih Abu-Abu
17
Waktunya Bicara
18
Selap
19
Puber
20
Cerita Ini Menjadi Semakin Menarik!
21
Siapa Sebenarnya Arya Tunggal?!
22
Salam kenal, Arya Tunggal!
23
Bagaimana Menjelaskannya?
24
Ada Apa Dengan Waktu?
25
Bagaimana Caranya Mengubah Waktu?
26
Pamali
27
Melanggar Tabu
28
Pancaroba
29
Pemugaran
30
Parameter
31
Baca Juga!
32
Alinea Baru
33
Adaptasi
34
Fenomena
35
Mitos
36
Pupuh Kinanti
37
Tiga Bangku Dari Bangku Ujung
38
Liabel
39
Warisan
40
Sambekala
41
Cerita Hantu
42
Su Si
43
Histéria
44
Trance
45
Mala
46
Akhir Hayat Si Kucing Hitam
47
Pengumuman!
48
Penghuni Baru Rumah Van Til
49
Takhayul
50
Siluman Macan Kumbang
51
Satu Tahun Kemudian
52
Koleksi Antik Wanita Tua
53
Mandor Besar
54
Misteri Mata Hijau Leo
55
Gejala Tak Beres
56
Trauma
57
Pagi Dan Malam
58
Bukan Leo
59
Merayan
60
Majenun
61
Visi
62
Bukan Akhir Cerita
63
Jadi, siapa Leo sebenarnya?
64
Regenerasi
65
Tujuh Tahun Kemudian...
66
Satu Malam Di Negeri Dongeng
67
Sebelum Fajar Menyingsing
68
Please, Jangan Tampah Lagi!
69
Napak Tilas
70
Matahari Jingga
71
Terjerumus Dalam Lubang Yang Sama
72
Semua Hal Gelap
73
Semesta Yang Berbeda
74
Purwarupa
75
Biografi
76
Manifestasi Mistik
77
Panik
78
Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!