Serial The Van Til House: LONCENG KE-13
Rumah Van Til adalah sebuah bangunan tua peningalan Tuan Tanah asal Belanda, Mr. Stiller Van Til. Dibangun di atas tanah perkebunan terluas di pelosok Banten.
Bangunan ini dulunya rumah tinggal keluarga besar Van Til namun ukurannya jauh lebih besar daripada bangunan Sekolah Menengah.
Sekarang rumah itu tak berpenghuni.
Seperempat bagian rumah ini memang digunakan sebagai kantor administrasi perkebunan, klinik, Taman Kanak-Kanak serta gudang tempat penyimpanan pupuk. Semua itu disediakan untuk kepentingan penduduk perkebunan yang sebagian besar merupakan pekerja perkebunan itu sendiri.
Tapi pada malam hari, rumah Van Til tetap saja tak berpenghuni.
Di sudut kanan pekarangan rumah Van Til terdapat sebuah gardu lonceng yang juga dirancang khusus untuk tanda waktu pekerja.
Pada setiap pukul tujuh pagi, seorang penjaganya akan membunyikan lonceng itu sebanyak tujuh kali sebagai peringatan bagi seluruh pekerja perkebunan untuk segera memulai rutinitas pekerjaannya.
Kemudian pada pukul sepuluh menjelang siang hari lonceng akan didentangkan kembali sebanyak sepuluh kali sebagai tanda para pekerja sudah boleh beristirahat. Tapi sepuluh menit kemudian lonceng akan berdentang kembali sebanyak sepuluh kali sebagai tanda waktu istirahat telah habis.
Dan untuk memberitahukan waktu pulang satu kali, itu pun tak tentu pukul berapa, kadang pukul dua belas siang, kadang pukul satu siang, kadang tak berbunyi sama sekali.
Pada pukul dua belas malam, lonceng kembali didentangkan sebanyak dua belas kali sebagai peringatan aliran listrik ke rumah mereka akan segera dimatikan langsung dari pusatnya---Rumah Van Til.
Tapi apabila lonceng sudah didentangkan sebanyak tiga belas kali itu berarti saatnya menerima upah mereka, tak peduli siang atau tengah malam sekalipun begitu mendengar lonceng didentangkan tiga belas kali sebisa mungkin mereka harus berkumpul di Rumah Van Til. Atau mereka takkan pernah mendapatkan upahnya.
Itu adalah peraturan!
Celakanya, peraturan itu masih berlaku sampai sekarang. Meski perkebunan itu kini telah resmi menjadi milik negara, meski negeri ini puluhan tahun silam telah menyatakan kemerdekaannya, meski Kaum Kompeni telah diusir pulang ke negerinya, semuanya, hingga tak ada lagi yang tersisa.
Kecuali....
...***...
TEEEEEEEEEEEEEENG!!!
Suzy Yan mempercepat larinya, mencoba menyusul Agustin Adi yang juga tengah berlari di depannya. Sepatu keduanya berdebam ribut di jalan aspal, menebarkan udara panas batu jalanan yang terpanggang terik matahari.
Kulit muka Suzy yang berwarna sawo matang tampak terbakar. Sekujur tubuhnya bermandikan keringat yang mengucur deras. Napasnya tersengal, jantungnya berdegup kencang. Suara terakhir lonceng tanda masuk sekolah terdengar menyeramkan di telinga Suzy.
Hari penyiksaan terakhir, pikirnya pahit. Oh, ayolah! Hanya tinggal satu hari, batinnya menguatkan diri. Setelah ini aku sudah resmi menjadi siswi baru di SMU ini, dan aku siap membalas dendam. Awas kau, Din, katanya dalam hati.
Dini Apriyanti adalah teman baik Suzy Yan, mereka satu angkatan semasa SMP. Tapi karena Suzy Yan sempat menunda dua tahun sekolahnya setelah lulus SMP, begitu masuk SMU, Dini Apriyanti menjadi kakak kelasnya. Dan karena alasan itu Dini Apriyanti mendadak jadi sangat menjengkelkan belakangan ini.
Begitu memasuki pintu gerbang sekolah, Suzy menghentikan larinya sebentar, untuk sekedar menghela napas dalam. Selebihnya, gadis itu berlari pelan sambil terbungkuk menahan perutnya yang serasa ditusuk-tusuk.
Agustin menepuk bahunya sebelum membelok dan berpencar menuju kelas masing-masing.
Di SMP, Agustin Adi adalah adik kelas Suzy Yan. Tapi sekarang menjadi sebaliknya.
"Kamu terlambat tiga menit!"
Suzy Yan sudah punya firasat untuk hal yang satu ini.
Ichi, si Wanita Raksasa---menurut Suzy, berdiri menghadang di pintu kelas sambil berkacak pinggang. "Kamu di-skors dari sesi ini!"
Bagus, pikir Suzy kesal. Ia menyingkir menjauhi kelas dan menyisih ke halaman belakang sekolah dengan perasaan terluka. Ia menghela napas berat. Minimal aku akhirnya bisa beristirahat, batinnya menghibur diri. Kemudian duduk dan menyandarkan diri di bangku taman, di bawah sebatang pohon akasia yang tumbuh berjejer di sekitar sekolah.
Pukul satu siang, Suzy sudah harus masuk sekolah. Sementara itu, ia harus bekerja di perkebunan sampai pukul dua belas, atau kadang sampai setengah satu. Jarak antara rumah dan sekolah sekitar tiga kilo meter, itupun harus ditempuhnya dengan berjalan kaki. Kadang-kadang berlari seperti tadi.
Bersama Agustin, berdua mereka harus melewati semua itu setiap hari. Kecuali hari libur pastinya!
Mereka nyaris tak pernah punya waktu untuk beristirahat.
Bagi Agustin Adi, rutinitas semacam itu bukan hal yang sulit. Selain fisiknya lebih kuat karena alasan gender, Agustin Adi juga memiliki semangat hidup yang tinggi, tidak mudah bosan dan selalu punya seribu satu cara untuk bersenang-senang dalam menikmati hidup.
Tapi Suzy Yan, justru rutinitas itu menurutnya bukan hal yang mudah. Selain tubuh cekingnya yang kecil dan rapuh, Suzy Yan mudah sekali dibuat bosan dan merasa lelah. Gadis itu tidak pernah punya cadangan energi karena cadangan energinya ia habiskan untuk memarah-marahi segala sesuatu.
"Kamu, maju ke depan. Dan push-up!"
Samar-samar, Suzy Yan mendengarkan Agustin Adi berteriak-teriak memarahi salah satu calon siswa baru. Kenapa semua orang mendadak menjengkelkan akhir-akhir ini? Suzy bertanya-tanya dalam hati, agak kurang suka. Kenapa selalu harus begitu setiap minggu pertama bagi calon siswa baru di semua sekolah?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
adi_nata
Agustin yang ini sama dengan Agustin di novel Sraf Sabbat atau enggak ?
ini tahun berapa ? kok masih ada acara pemutusan aliran listrik ?
2023-11-01
0
𝓐𝔂⃝❥Ŝŵȅȩtŷ⍲᱅Đĕℝëe
Baru baca karena td masuk rekomendasi keren banget thor
2023-04-03
1
Valeris
prolog yg menarik
2023-03-04
0