"Kau pingsan tadi di halaman belakang sekolah," cerita Agustin setelah kesadaran Suzy betul-betul pulih dan orang-orang mulai meninggalkan kamarnya satu per satu.
"Dan kau kerasukan!" Ais menimpali dengan polosnya.
Suzy menelan ludah memandangi wajah polos itu dengan tampang kesal.
"Dan kau juga kerasukan sewaktu kita menyelinap ke rumah Van Til." Ais menambahkan ceritanya. Semakin polos dan menyebalkan.
Suzy memelototinya, lalu memelototi Agustin.
"Jangan memelototiku!" Agustin balas memelototinya. "Bukan aku yang merasukimu!"
Suzy mengetatkan rahangnya menahan geram.
"Bagaimana perasaanmu sewaktu kerasukan?" Ais bertanya tanpa beban sedikitpun. Ia bahkan tak memperhatikan wajah Suzy sudah semerah kepiting rebus.
Tapi Agustin memperhatikan wajah Suzy. Dan mulai khawatir Suzy kembali menggeram dan mengamuk seperti tadi malam. Lalu Agustin menginjak kaki Ais diam-diam.
Tapi bukannya mengerti, Ais malah mengerang dan menanyakan maksudnya. "Kenapa kau menginjak kakiku?"
Hal itu jelas membuat Suzy otomatis memelototi keduanya.
Sejak gadis itu sering kerasukan, Agustin berusaha untuk berhati-hati saat berbicara dengan Suzy. Ia belum tahu apakah perasaan tersinggung bisa menjadi penyebab seseorang kerasukan roh jahat. Yang ia tahu, tadi malam Suzy dimarahi Papa Tibi karena kepergok sedang keluyuran tengah malam. Lalu tahu-tahu Suzy menggeram dan mengamuk.
Begitu juga tadi siang. Suzy kerasukan setelah Suzy diskors.
Kadang Agustin tergoda untuk berpikir bahwa Suzy mungkin hanya berpura-pura kerasukan supaya ia bisa meluapkan kemarahannya. Tapi mengingat sifatnya yang tergolong pemarah, seharusnya Suzy tidak perlu melakukannya. Ia bisa marah sewaktu-waktu tanpa khawatir apakah orang lain akan tersinggung karena emosinya mudah meledak-ledak.
Suzy memicingkan matanya, mengawasi Agustin dengan curiga.
Anak laki-laki itu tercenung menatap udara kosong di depannya. Berusaha mengingat-ingat apakah Suzy pernah kerasukan sebelum ini. Seingatku tidak, katanya dalam hati.
Tadi malam adalah pertama kalinya Agustin melihat Suzy kerasukan. Seketika Agustin bergidik seraya memegangi tengkuknya.
Ais melongo memperhatikan tingkah Agustin.
Ais takkan mengerti, batin Agustin. Ia tidak melihatnya tadi malam.
Ais masih berada di dalam kantor administrasi bersama pria berbadan besar ketika Suzy kerasukan dan bergabung setelah Suzy mulai sadar.
Mengingat hal itu Agustin kembali merasa bersalah pada Papa Tibi karena ia sudah salah paham dan menuduhnya sedang bersekongkol dalam rencana kejahatan.
Papa Tibi sebetulnya sedang mengawal mandor besar dari pusat yang secara umum lebih dikenal dalam istilah ADM.
Mereka sedang mempersiapkan pembagian upah para pekerja perkebunan supaya pembagian upah bisa dilakukan pada siang hari. Itu sebabnya mandor besar itu melakukannya sendiri sepanjang malam.
Biasanya, proses persiapan gajian itu dilakukan bersama mandor lokal. Tapi itu artinya, persiapannya baru bisa dimulai pada siang hari dan berakhir pada tengah malam.
Mandor besar itu sedang berusaha memperbaiki sistem.
Dan kami malah merusaknya, sesal Agustin dalam hati.
Mereka bersikap gusar bukan khawatir dimata-matai, tapi takut dirampok.
Sesaat sebelum Suzy kerasukan. Agustin sempat berdebat dengan Suzy mengenai Papa Tibi. Lalu Papa Tibi memergoki mereka dan memarahinya. Karena mengira Suzy dan Agustin sedang menyelinap untuk berpacaran.
Agustin bercerita bahwa mereka sebetulnya sedang mencari Ais.
Tapi Suzy pada saat itu hanya diam saja. Ia memelototi pamannya dengan wajah pucat dengan lingkaran gelap di seputar matanya.
Papa Tibi mulai naik pitam karena terlalu khawatir.
Tapi Suzy membalasnya dengan suara menggeram.
Awalnya Agustin berpikir Suzy kesal karena dimarahi. Tapi suara yang keluar dari tenggorokannya tidak seperti suara Suzy.
Papa Tibi juga terkejut. "Siapa ini?" Papa Tibi melontarkan pertanyaan itu begitu saja.
Membuat Agustin sempat berpikir, paman dan keponakan tidak ada bedanya. Selalu saja melontarkan pertanyaan konyol pada saat kebingungan.
Tapi jawaban Suzy setelah itu membuat Agustin dan Papa Tibi serentak melangkah mudur.
"Su Si..." Suzy mendesis mengeluarkan suara melenting kemudian bergema dan terdengar seperti datang dari berbagai arah.
"Apa salah Suzy?" Papa Tibi tergagap saat menanyai keponakannya seolah sedang berbicara pada orang lain.
Agustin hanya melengak menyaksikan pemandangan di depannya. Belum mengerti apa tepatnya yang sedang terjadi. Tapi ia bisa merasakan sesuatu yang tak wajar pada diri Suzy.
"Bukan Suzy," geram Suzy. "Su Si..."
Papa Tibi kemudian terdengar menelan ludah dan berdeham sebelum mendekati keponakannya dengan sikap hati-hati. "Ayo, Su Si ikut paman!" Papa Tibi menarik tangan keponakannya dengan tangan gemetar.
Kemudian Papa Tibi menuntun Suzy ke gardu lonceng.
Agustin mengikutinya dari belakang dengan waswas. Tapi tetap masih belum mengerti dengan apa yang sedang terjadi.
Di depan gardu lonceng, ada sebuah api unggun kecil yang dibuat Papa Tibi untuk menghangatkan diri.
Papa Tibi menyuruh Suzy untuk duduk di dekat api.
Tak lama kemudian ia menyelinap ke dalam gardu lalu kembali dengan sebatang ubi kayu di tangannya.
Setelah itu Papa Tibi menyusupkan ubi kayu itu ke dalam perapian.
Lalu Suzy menjerit-jerit.
Papa Tibi memeganginya dan meminta Agustin untuk membantunya. "Tolong bantu pegang, Nak!"
Suzy menggeliat-geliut dan meronta-ronta. Mendadak tenaganya seperti meningkat seratus kali lipat. Mulutnya menggumam dan meretih-retih seperti sedang membaca mantera yang disenandungkan. Suaranya terdengar seperti diucapkan serentak oleh banyak orang.
Membuat Agustin merinding dan berkeringat dingin.
Tak lama kemudian Ais dan pria berbadan besar berlari-lari ke arah mereka.
"Ada apa ini?" Pria berbadan besar itu bertanya dengan suara seraknya yang khas.
Bersamaan dengan itu, tubuh Suzy sudah melemas ditopang kaki Papa Tibi dan juga Agustin. Tapi mulutnya masih bergetar menggumamkan sesuatu yang tak bisa dimengerti.
"Keponakan saya kerasukan, Pak!" Papa Tibi menjelaskan.
Mengertilah Agustin, bahwa Suzy baru saja kerasukan.
Pria berbadan besar itu menghembuskan napas berat seraya berkacak pinggang, kemudian mengedar pandang ke arah Ais dan Agustin. "Kalian sebetulnya ngapain tengah malam begini keluyuran?" Pria itu bertanya pada keduanya.
Ais dan Agustin beradu pandang. Tak bisa menjawab pertanyaan itu.
Pria besar itu menghembuskan napas berat sekali lagi. "Sudah terlalu malam," gumam pria besar itu seraya menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya. "Anak-anak ini sebaiknya suruh istirahat saja di dalam, Bi. Kita tidak ada waktu mengantarkan mereka satu per satu. Saya tidak akan mengijinkan mereka pulang sendiri meski pun mereka datang sendiri." Pria itu melirik Agustin dengan sudut matanya ketika ia mengatakan itu.
"Baik, Pak!" Papa Tibi merunduk hormat.
Agustin menelan ludah. Tapi tak berani membantah. Pria besar itu benar, pikirnya. Sekarang sudah terlalu malam untuk pulang ke rumah.
Suzy sudah sadarkan diri ketika Ais melongokkan kepala untuk memeriksanya. Tapi gadis itu masih tercenung dengan tatapan kosong.
Papa Tibi akhirnya membopong tubuh Suzy ke dalam rumah Van Til dan meminta kedua anak laki-laki itu supaya mereka mengikutinya.
"Dia kenapa?" Ais bertanya berbisik-bisik, ketika mereka berjalan melintasi pekarangan.
"Dia tadi kerasukan," jawab Agustin dengan berbisik pula. Sengaja dibuat sedramatis mungkin ketika ia mengatakannya untuk menakut-nakuti Ais.
Ais membelalakkan matanya dengan mulut menganga. Tapi ia tidak terlihat begitu ketakutan karena di belakangnya, pria dewasa berbadan besar itu terus mengawalnya sampai mereka masuk ke dalam rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
hanz
berarti serangkaian peristiwa terperosok ke lubang dan selanjutnya hanyalah mimpi suzy waktu dia pingsan ? 🤔
2024-11-29
0
hanz
berarti kejadian terperosok bukan mimpi ? tapi kenapa suzy masih menggunakan seragam sekolahnya ?
2024-11-29
0
adi_nata
aku kok lebih condong ke pemikiran bahwa Suzy ini memiliki alter ego, atau mungkin berkepribadian ganda.
2023-11-01
1