TEEEEEEEEEEENG!
Gema lonceng mendengking di pekarangan Rumah Van Til, merambat ke langit malam dan sampai ditelinga Suzy.
Gadis itu menyelipkan rambutnya ke belakang telinga, tapi karena terlalu pendek rambut yang ia selipkan tadi kembali memburai menutupi telinganya.
Rambut Suzy memang sangat pendek sekali, bahkan terlalu pendek untuk potongan rambut anak perempuan. Tapi menurutnya itu saja sudah terlalu panjang. dan ia mulai merasa kesal setiap kali rambutnya mulai memanjang menutupi telinga.
Kalau kebetulan Dini Apriyanti sedang bersamanya, Dini pasti memelototinya, kurang suka pada tingkah laku Suzy yang senang sekali meniru-niru gaya anak laki-laki.
Suzy sangat ingin sekali menjadi anak laki-laki. Itu sebabnya ia berteman baik dengan anak laki-laki, terutama Agustin Adi dan Ais G.R.
Alasannya, “Aku kan tak punya ayah, dan satu-satunya saudara yang aku punya cuma adik perempuan. Tapi aku juga ingin seperti orang lain. Mereka punya laki-laki di rumahnya. Aku juga ingin di rumahku ada laki-lakinya. Tapi karena aku tak punya ayah dan saudara laki-laki, jadi kupikir lebih baik aku jadi laki-laki saja.” tuturnya polos, tapi menjengkelkan.
“Tapi kau tak harus mengingkari takdirmu sebagai perempuan. Perempuan tetap saja akan menjadi perempuan, kau takkan pernah sanggup untuk mengubahnya, percayalah!” Begitulah cara Dini menceramahinya.
Suzy biasanya akan diam. Mengalah, menurutnya. Tidak baik menentang anak perempuan. Begitulah cara Suzy menceramahi dirinya sendiri. Anak laki-laki bukan tandingan anak perempuan, katanya dalam hati. Tetap bertahan pada pendiriannya---seperti laki-laki!
Gadis itu masih duduk memeluk dengkulnya di teras rumah---menunggu. Menyimak dan menghitung baik-baik suara lonceng yang mulai memasuki hitungan kesembilan.
Suzy tahu saat itu sudah waktunya pemadaman lampu. Tapi ia tetap berharap lonceng itu berdentang tiga belas kali. Jadi ia tetap menunggu. Menunggu dan menghitung. Menunggu sampai lampu-lampu di semua rumah mulai meredup dan akhirnya padam, kemudian kegelapan total menyelubungi penglihatannya.
Setiap pukul dua belas malam, lampu-lampu di rumah penduduk sekitar perkebunan akan dipadamkan. Dan akan dinyalakan kembali pada pukul enam sore. Dari jaman penjajahan masih tetap begitu sampai sekarang. Semuanya menjadi semacam tradisi yang wajib dilestarikan. Sama seperti tradisi penggencetan di sekolah-sekolah menengah pada tiap musim ajaran baru.
Suzy mulai muak dengan semua tradisi itu. Muak pada semua kakak kelasnya yang kini sedang gemar menggencetnya, muak pada semua lonceng yang ada di seluruh penjuru bumi.
Lonceng-lonceng yang tak bersahabat!
Lonceng sekolah yang seolah tak pernah memberinya kesempatan, lonceng istirahat yang terlalu singkat, lonceng pulang yang tak pernah pasti, lonceng di rumah Van Til yang tak kunjung berdentang tiga belas kali. Pokoknya Suzy benar-benar muak. Muak dan lelah.
Tiba-tiba Suzy mulai merasa jenuh ketika bunyi lonceng memasuki hitungan ke sepuluh. Entah kenapa rasanya begitu lama. Waktu seakan terhenti pada hitungan ke sepuluh. Ia pun membeku memegangi tengkuknya dalam kegelapan total.
Pasti berbeda jadinya kalau Agustin dan Ais ada bersamanya.
Meskipun menjengkelkan, kalau mereka tidak ada rasanya kehilangan juga, pikir Suzy dalam kesepiannya.
Padahal sebenarnya justru Suzy yang paling menjengkelkan dibanding kedua temannya.
“Jo!”
Tiba-tiba Suzy mendengar suara kedua sahabatnya memanggil serentak, bersamaan dengan kilatan cahaya yang sangat menyilaukan. Suzy mengatupkan kelopak matanya seraya menudunginya dengan telapak tangan.
Jo, adalah panggilan praktis Agustin dan Ais kepada dirinya. Begitu juga sebaliknya, masing-masing mereka saling memanggil dengan sebutan itu satu sama lain.
Panggilan itu semacam panggilan gaul yang dipopulerkan oleh anak-anak muda di daerahnya, seperti panggilan Bro di tempat lain.
Bayangkan betapa kompaknya mereka, jika salah satunya berteriak, “Jo!” yang lainnya akan menjawab bersamaan secara otomatis.
Dan hal itu dimanfaatkan juga oleh orang lain untuk memanggil ketiganya secara praktis, bahkan mandor mereka di perkebunan, namanya Mandor Asyur.
Pria yang sangat terkenal pendiam itu sekarang sudah mulai menautkan panggilan gaul untuk memanggil anak buahnya.
Tiba-tiba Suzy merasa seperti mendengar suara pria itu sedang memanggil, "Jo!" Terdengar sangat dekat dan begitu nyata.
Suzy serentak membuka matanya seraya menurunkan tangan dan terkesiap.
Suasana di sekitarnya mendadak berubah dan terang benderang.
Dua sosok yang sangat dikenalnya tahu-tahu sudah berdiri di hadapannya dengan pakaian berkebun, lengkap dengan perkakas di tangannya masing-masing.
Suzy mengerjapkan matanya dan melengak menatap kedua sahabatnya.
Ais dan Agustin juga memelotinya, tak kalah melengak.
“Dari mana kalian muncul?” Suzy terperangah.
“Ya ampun!” Ais memutar-mutar bola matanya dengan sikap konyol.
Agustin menarik paksa Suzy sampai berdiri. Mendesak gadis itu supaya ia bergerak lebih cepat.
Seketika gadis itu menyadari dirinya juga berpakaian lengkap berkebun dengan sebilah parang di tangannya. Gadis itu memekik dan menelan ludah. Lalu tergagap.
"Dih, buruan!" Agustin menyeretnya.
"Tapi..." Suzy tergagap. Tapi barusan aku ada di teras rumahku, katanya dalam hati. Ia tak mampu mengeluarkan kalimat itu melalui mulutnya. Kalimat itu mendadak seperti tercekat di tenggorokannya.
Suzy memandang berkeliling memperhatikan seluruh sisi tempat ia berdiri sekarang. Ia berada di tengah perkebunan bersama pekerja lain. Ini betul-betul aneh, pikirnya.
Ais dan Agustin mengalihkan perhatiannya sesaat ke arah mandor mereka yang tengah berjalan semakin dekat. Lalu keduanya menyeret Suzy untuk segera bergerak.
Lonceng sepuluh yang kedua baru saja didentangkan, itu artinya mereka sudah harus memulai kembali pekerjaan mereka.
Tapi Suzy masih tergagap-gagap kebingungan. Apa sih yang terjadi? Apa benar ini terjadi? Apa aku sedang bermimpi? Itu-itu saja yang ada di kepalanya.
“Jo!” Mandor Asyur memanggil sekali lagi, tangannya bergerak-gerak mengisyaratkan mereka untuk menunggunya. “Ada yang punya korek api?”
Ais dan Agustin pun menghela napas lega secara bersamaan. Tapi Suzy masih tercengang.
Agustin menyodorkan pemantik plastik yang dilengkapi senter yang selalu dibawanya pada Mandor mereka sambil memperhatikan Suzy.
“Kau ini kenapa sih?” Ais bertanya dengan sikap seperti anak-anak.
Mandor Asyur hanya tersenyum sedikit saat meraih korek api dari tangan Agustin. Lalu kembali diam setelah mengembalikannya.
Mandor bertubuh tinggi itu memang terkenal sangat pendiam. Jarang tertawa, jarang bicara, jarang marah. Tapi semua pekerja sepertinya takut sekali padanya, padahal tidak satu pun dari mereka pernah dimarahinya.
Terkadang ia sendiri bertanya-tanya dalam hatinya, apa muka saya kayak Tuan Van Til? Meskipun ia sendiri tidak tahu seperti apa sebenarnya Tuan Tanah yang bernama Mr. Stiller Van Til itu.
Mr. Stiller Van Til berkuasa di perkebunan Banten pada tahun seribu sembilan ratus empat puluhan, sementara Mandor Asyur belum dilahirkan pada masa itu.
“Seperti apa sih, kira-kira wajah Tuan Van Til itu sekarang?” Sependiam apapun, Mandor Asyur juga manusia, sudah pasti punya sisi kekanakan dan pikiran konyol seperti itu.
Tapi yang pasti Tuan Van Til kemungkinan besar sudah lama meninggal dunia.
Menurut cerita nenek Suzy, ketika nenek Suzy berusia tujuh belasan, Tuan Van Til sudah berusia setengah abad. Nenek Suzy saja usianya sudah tujuh puluh tahun ketika menceritakannya dan ia sudah meninggal setahun yang lalu.
Memangnya siapa yang peduli dengan usia Tuan Van Til?
Yang menjadi masalah di sini sekarang, kenapa aku bisa berada di sini---di depan Mandor Asyur, padahal sedetik yang lalu aku sedang berada di teras rumahku---pada malam hari, Suzy membatin---tak habis pikir.
Apa aku ketiduran di teras dan bermimpi sedang berada di perkebunan?
"Kau ketiduran tadi," tegur Agustin setengah memarahinya.
Jadi begitu rupanya, kata Suzy Yan dalam hati. Aku ketiduran saat jam istirahat dan bermimpi sedang berada di teras rumahku pada pukul 12 tengah malam---menunggu lonceng ketiga belas.
Kenapa sih aku harus bermimpi soal lonceng siang-siang begini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
dyz_be
Hadir...
2022-07-10
1
Bebi Kay
baru satu bab udah mimpi siang bolong 😂
2021-09-20
1
Erni Latifah
Kebanyakan begadang nungguin lonceng gajian 🤣
2021-09-13
1