Dia hilang lagi, pikir Suzy kesal. “Agustin, kau di mana?” Suzy memperkeras suaranya.
Tetap tidak ada jawaban.
Percuma, kata Suzy dalam hati.
Lalu memutuskan untuk memilih salah satunya. Yang mana saja, pikirnya. Yang penting aku bisa secepatnya keluar dari sini. Tapi ketika ia menarik salah satu pintu ia dikejutkan oleh benturan keras pada dagunya. Berengsek! Ia mengomeli dirinya sendiri.
Pintu itu rupanya tidak membuka ke samping, tapi ke atas. Dan ukurannya tidak terlalu besar. Unjung pintu itu ternyata sejajar dengan dadanya. Jadi ketika ia membukanya, ujung bawahnya tepat mengenai dagunya.
Suzy benar-benar ingin menangis dibuatnya.
Di balik pintu itu ada sebuah lorong yang gelap dan berbau lembab yang sudah tidak asing lagi di penciumannya.
Suzy merinding melihat kegelapan itu. Buru-buru ia beralih ke pintu yang satunya. Minimal aku jadi tahu dari mana kami muncul, kenang Suzy masam.
Ditariknya pegangan pintu itu kuat-kuat. Tapi pintu itu tak bergerak. Digerak-gerakannya pegangan pintu itu dengan kasar sampai pintu itu terdorong ke dalam dan membuat tubuhnya tersungkur dan terjerembab di lantai. Ternyata cara membuka pintunya didorong, katanya dalam hati.
“Ssst!” Agustin menempelkan telunjuk di mulutnya. Kemudian berjongkok di samping tubuh Suzy. “Ada suara orang sedang berbincang-bincang,” bisik Agustin.
Suzy terperangah. Kemudian membeku di lantai beberapa saat, mencoba mendengarkan. Tidak ada suara apa-apa, ia berkata dalam hati.
Agustin menarik-narik tangan Suzy, mengisaratkan supaya ia segera beranjak dari lantai.
Perlahan-lahan Suzy merangkak, lalu duduk dan berdiri tanpa meninggalkan suara. Kemudian mengikuti Agustin yang sudah berjalan mengendap-ngendap di sisi ruangan itu.
Ruangan itu sama gelapnya dengan ruangan sebelumnya. Berbau lembab dan berjamur.
Suzy hanya mengikuti bayangan Agustin setelah matanya menyesuaikan diri dengan kegelapan.
Agustin merayap ke pintu di sudut ruangan itu dan mengintip dari lubang kunci. Kemudian melangkah mundur menjauhi pintu.
Reaksinya di luar dugaan.
Meskipun gelap, Suzy tahu Agustin sedang terkejut.
Dari balik pintu terdengar langkah-langkah kaki.
Jantung Suzy berdegup. Siapa mereka?
Agustin menyeretnya ke seberang ruangan.
Di seberang ruangan itu ada sebuah perapian besar yang sudah lama tak terpakai.
Agustin Menekuk kepala Suzy dan mendorongnya ke dalam perapian itu.
Oh, keluh Suzy. Aku mulai benci pada lubang!
Tak lama kemudian pintu di sudut ruangan itu terbuka. Cahaya kekuningan memancar dari balik pintu.
Buru-buru Agustin menjejalkan dirinya ke dalam perapian bersama Suzy, berdesakan dalam perapian dengan tubuh tertekuk.
Suara langkah kaki terdengar mendekat, lalu berhenti di dekat perapian.
Ketahuan, batin Agustin. Tapi ia berusaha untuk tidak bergerak. Ia memejamkan matanya rapat-rapat. Menunggu.
Tapi suara langkah kaki itu akhirnya terdengar menjauh dan pintu kembali menutup.
Kegelapan pun kembali menyelubungi ruangan itu.
Agustin mengintip kearah pintu. Tidak ada siapa-siapa, katanya dalam hati seraya menghela napas lega. Tapi Agustin tahu keberadaan mereka sudah tidak aman lagi dan memutuskan untuk secepatnya meninggalkan tempat itu. Perlahan-lahan ia merangkak keluar dari perapian dan membeku di permukaan perapian.
Kenapa? Suzy coba bertanya, namun kata-katanya tersangkut di tenggorokan.
Gebrakan keras dari pintu belakang mengejutkan mereka.
Pintu yang menghubungkan ruang perapian dengan ruangan bawah tanah tempat pertama kali mereka berada di dalam bangunan itu terhempas membuka.
Seseorang muncul dari balik pintu itu dengan langkah terseok-seok lalu jatuh ambruk di lantai dan tak bergerak lagi.
Agustin terpaku beberapa saat sebelum menyimpulkan, itu Ais. Lalu berusaha untuk bergerak mendekati tubuh yang tergeletak di lantai itu.
Tapi suara pintu di sudut ruangan kembali terbuka, kali ini sedikit kasar. Dan kembali cahaya kekuningan terpancar ke dalam ruangan itu.
Dua orang pria bertubuh besar keluar dari pintu itu dengan langkah-langkah lebar dan berhenti di dekat tubuh yang tergeletak di lantai itu.
Suzy menarik paksa Agustin untuk kembali bersembunyi. Tapi Agustin tetap terpaku di permukaan perapian dengan napas tertahan.
“Apa-apaan ini?” Salah satu pria berteriak dengan suara serak. “Siapa bocah ini?”
Tubuh Suzy langsung meriang mendengarnya. Kami bakal ditelannya bulat-bulat kalau sampai mereka tahu kami bersembunyi di sini, pikir Suzy ngeri.
Tapi tampaknya kedua pria itu tidak menyadari keberadaan mereka berdua. Perhatian kedua pria itu hanya terpusat pada sosok yang terkapar di lantai. “Bawa ke dalam!” Pria bersuara serak itu kembali berteriak-teriak tak sabar.
Diseretnya tubuh Ais dengan gerakan kasar dan pria yang satunya membantu menggotongnya kedalam ruangan mereka.
Setelah itu mereka membiarkan pintunya tetap terbuka.
Agustin menelan ludah. Benar saja, katanya dalam hati. Itu Ais. Ia melihatnya dengan jelas ketika kedua pria besar itu membopong tubuhnya ke dalam ruangan yang disinari cahaya kekuningan. Dan ia yakin pada apa yang dilihatnya barusan. Tapi terlalu sulit menerima kenyataannya. Ais tertangkap, batinnya ngeri. Wajahnya langsung memucat.
Suzy mengguncang-guncang bahu Agustin.
“Kita harus menyelamatkan Ais,” katanya setengah menggumam. Tubuhnya masih membeku di mulut perapian.
“Apa maksudmu kita harus menyelamatkan Ais?” Wajah Suzy turut memucat. “Apa sebenarnya yang terjadi?”
Agustin terdiam cukup lama sebelum bisa berkata, “Mereka menangkap Ais,” bisiknya lirih. Suaranya bergetar di tenggorokannya. “Kedua pria itu telah menangkapnya!”
Suzy menelan ludah. Lalu tergagap tak mampu berkata-kata. Kedua matanya mulai berkaca-kaca. Seluruh tubuhnya melemas membayangkan Ais ditangkap dua pria tak dikenal, mengira-ngira apa saja yang bisa dilakukan kedua pria berbadan besar itu terhadap sahabatnya.
Agustin mencoba memutar otak, mencari cara untuk menyelamatkan Ais. Tapi ia terlalu ketakutan. Aku tak percaya ini terjadi pada kami, batinnya. Belum bisa menerima kenyataan. Agustin memandangi wajah Suzy yang telah dibanjiri airmata. Kemudian menghela napas. Ia mencoba menguatkan diri.
Bagaimana pun juga saat ini ia tidak bisa mengandalkan Suzy. Tapi ia membutuhkan waktu yang cukup lama sebelum dapat berpikir dengan tenang. Aku benar-benar kacau, ratapnya dalam hati.
TEEEEEEEEEEEEEEEEEEEENG......!!!
Angin berhembus kencang menyapu dengking lonceng ke awang-awang. Pohon-pohon di seputar pekarangan rumah Van Til meliuk-liuk. Daun-daunnya yang bergesekan menimbulkan suara bergemuruh yang menakutkan. Setiap pintu dan jendela di seluruh sisi bangunan tua itu bergetar dan berderak-derak.
Suzy menggigil di dalam lubang perapian. Semakin tak mengerti. Kenapa lonceng itu terus menerus berbunyi? Kenapa hanya dipukul sekali-sekali?
Ini aneh!
Agustin memandangi jendela di seberang ruangan seraya berpikir keras.
Untuk mencapai jendela itu, mereka sebenaranya tinggal berjalan lurus menyeberangi ruangan. Tapi letak jendela itu sejajar dengan pintu ruangan tempat kedua pria itu berada, hanya arahnya saja yang berbeda. Pintu itu menghadap lurus ke sisi ruangan yang berjendela dan berhadapan dengan pintu ke ruang bawah tanah. Sementara jendela itu menghadap ke perapian tempat mereka bersembunyi.
Semua jalan keluar di ruangan ini tidak akan lepas dari perhatian mereka, pikir Agustin getir. Tapi jika mereka tetap bertahan di tempat itu, cepat atau lambat kedua pria itu akan menemukan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
dyz_be
😮😮😮
2022-07-18
0
Jessica Kane
otaknya betul-betul dangkal 😏
2021-11-07
0
Jessica Kane
Heran masih ada aja yang komen gak alurnya gak jelas!
2021-11-07
0