Frita segera memeluk ayahnya sambil menangis. Dia benar-benar bahagia bisa bertemu dengan ayahnya lagi.
“Pak Pandu hebat juga bisa mengetahui kami lewat jalan sini,” puji Jimmy.
“Kebetulan saya melihat mobil Frita pergi dari rumah sakit dan mengikutinya. Walaupun susah juga ternyata kalo mengejar mobil yang dikemudikan anak muda,” jawab Pandu sambil tertawa.
“Maafkan saya. Tidak ada sedikit pun niat untuk menyusahkan Bapak. Hanya saja orang itu terus membuntuti mobil saya jadi saya kira dia penjahat yang ingin menculik Frita kembali,” kata Jimmy sambil menunjuk Aditya dengan kesal.
“Nggak apa-apa. Saya sendiri yang memaksa untuk menjemput Frita.”
“Ran, ayo pulang bareng sama aku,” ajak Frita.
“Makasih Mbak, aku mau pulang sama Aditya saja,” jawab Rani sambil tersenyum.
“Loh, kalo mau pulang sebaiknya sama Jimmy saja, jangan sama Aditya,” ucap Frita sambil menatap dingin Aditya.
“Iya, biar saya anterin Mbak Rani langsung ke rumah,” kata Jimmy sambil menatap Rani.
“Tidak Pak, terima kasih,” jawab Rani, jujur saja dia masih trauma ketika diinterogasi oleh Jimmy di hotel.
“Sebaiknya jangan memaksakan kehendak orang lain, dia juga berhak menentukan pilihannya sendiri,” timpal Aditya. Frita dan Jimmy tampak kesal mendengar kata-katanya.
“Ayo Fri kita pulang. Saya duluan ya,” ajak Pandu sambil berpamitan kepada semuanya. Pandu juga menatap tajam Aditya.
“Mari Pak,” jawab Aditya sambil tersenyum melihat tatapan Pandu.
Frita menyerahkan HP milik Rani sebelum masuk ke dalam mobil. Pandu bersama Frita pulang duluan meninggalkan tiga orang yang masih berdiri di jalanan. Tampak Jimmy menatap tajam kepada Aditya setelah ditinggalkan Pandu.
“Pak Polisi kelihatannya sangat kesal hari ini,” ujar Aditya.
“Sayangnya saat ini aku sedang sibuk, tidak ada waktu untuk meladenimu,” jawab Jimmy sambil masuk ke dalam mobilnya.
“Ayo Pak Aditya kita juga pulang,” ajak Rani. Dia khawatir kalau Jimmy akan melanjutkan niatnya berkelahi dengan Aditya.
“Ayo Mbak,” kata Aditya.
Jimmy menatap tajam mereka berdua dari dalam mobil. Rani kemudian masuk kembali ke mobil. Sebelum Aditya masuk dia sempat tersenyum kepada Jimmy sambil membungkukkan badannya. Jimmy semakin kesal melihat tingkah Aditya yang seolah-olah meledeknya. Jimmy segera menginjak pedal gasnya dan kembali ke rumah sakit.
“Pak Aditya ini suka usil banget ya sama orang,” ucap Rani dalam perjalanan pulang.
“Saya cuma nggak suka saja sama orang kayak dia. Terlebih dia tega-teganya menginterogasi Mbak Rani. Padahal Mbak kan baru sadar” jawab Aditya dengan geram.
“Bener juga sih, cuma dia itu kan polisi. Saya khawatir kalau dia menggunakan wewenangnya hanya untuk menjatuhkan Pak Aditya.”
“Mbak Rani ternyata perhatian juga ya,” kata Aditya sambil tersenyum.
Rani hanya tersenyum. Lalu terdiam. Rasa takutnya kembali mejalar ke seluruh tubuhnya. Bayangan kejadian mengerikan di hotel tadi muncul kembali di pikirannya. Mungkin trauma dari kejadian yang dialaminya tidak akan hilang dengan cepat.
“Kenapa tadi kamu bersikap dingin seperti itu sama Aditya?” tanya Pandu sambil menyetir.
“Dia itu nyebelin banget yah! Eh ayah tahu nggak tadi kalo bukan gara-gara Aditya aku pasti nggak bakalan diculik sama penjahat,” jawab Frita dengan wajah kesal.
“Maksudnya?”
“Gini yah. Pas penjahat sedang beraksi di restoran, mereka mulai menembak orang-orang yang macam-macam. Eh tahunya ada penjahat yang menodongkan pistol ke arahku mungkin mau minta barang berharga. Tiba-tiba saja mati lampu. Lalu polisi datang, eh si Aditya malah ngejutin pake teriak-teriak segala katanya polisi datang.”
“Terus?”
“Ya mungkin karena kaget penjahatnya malah bawa aku Yah, buat sandera mungkin. Coba kalo Aditya diam saja nggak ribut kayak gitu mungkin saja aku nggak bakalan dibawa penjahat.”
“Oh jadi itu yang buat kamu kesel sama Aditya.”
“Iya. Sialan emang tu si Aditya. lagian Ayah juga sih masih saja dia dipekerjakan di kantor.”
“Ya mau gimana lagi, ayah masih butuh tenaganya.”
“Aku juga heran deh. Tadi pagi itu aku minta sopir yang bisa diandalkan buat nganterin aku ke Hotel Universal. Eh malah Aditya yang disuruh nganterin.”
“Mungkin sopir yang lain juga sudah mengakui kemampuan Aditya.”
Frita hanya terdiam saja sambil cemberut. Dia tahu kalau sebenarnya kebanyakan sopir lain juga tidak menyukai sikap Aditya. Tapi dia sendiri mengakui kalau kemampuan mengemudi Aditya memang cukup gila. Jika saja tidak diantarkan oleh Aditya pastinya tadi siang tidak akan tepat waktu bertemu dengan Mr. James.
“Itu baju siapa Fri? dari tadi kamu pegang terus,” tanya Pandu sambil memperhatikan baju Aditya yang dibungkus plastik.
“Oh, ini baju orang yang nyelametin aku, Yah,” jawab Frita.
“Nyelametin kamu? Terus kamu lihat wajahnya seperti apa?”
“Nggak sih Yah soalnya waktu itu gelap banget. Eh tapi aku sekilas pernah liat dia di restoran cuma dari jauh.”
“Orangnya kayak gimana Fri?”
“Gimana ya... hmmm... tubuhnya kekar, lumayan tinggi, gagah, lumayan tampan juga,” terang Frita sambil mengingat kembali pria yang menyelamatkannya.
“Begitu ya,” ujar Pandu sambil tersenyum.
“Kok Ayah senyam-senyum begitu?”
“Nggak, ayah cuma seneng saja liat anak gadis ayah sedang jatuh cinta.”
“Ih jatuh cinta dari mananya sih,” kata Frita sambil menggembungkan pipinya.
Pandu tertawa melihat kelakuan putrinya itu. Dia merasa senang melihat perkembangan anaknya. Awalnya dia sedikit takut karena Frita kelihatannya lebih terobsesi kepada pekerjaan daripada mencari pasangan. Tapi kini kekhawatirannya mulai hilang.
Mereka berdua sampai di halaman rumahnya. Tampak Gina sedang mondar mandir di teras rumah menunggu kedatangan putrinya. Frita langsung merangkul ibunya begitu keluar dari mobil. Mereka berdua tampak menangis. Setelah agak tenang mereka masuk ke dalam rumah.
“Kakak baik-baik saja?” tanya Clarissa.
“Tentu saja lah Ris, emangnya kamu ngarep kakak nggak baik-baik?” tanya Frita sambil tersenyum mencubit pipi Clarissa.
“Ih Kakak kayak sama anak kecil saja. gimana nih kejadiannya Kak? Cerita dong.”
“Emangnya dongeng apa, diceritain segala.”
“Yah Kakak nggak seru deh.”
“Sudah Ris biarkan kakakmu istirahat dulu,” sela Gina.
“Biarin Bu, kasian ntar tidurnya nggak nyenyak lagi,” jawab Frita sambil duduk di kursi.
Frita kembali menjelaskan kronologis kejadian yang dia alami kepada adiknya. Clarissa terus menanggapi cerita Frita terutama ketika dia menceritakan tentang pria misterius yang menyelamatkannya. Setelah puas Clarissa pergi ke kamarnya untuk beristirahat begitu juga dengan Gina, dia tidur bersama Frita.
Pandu yang masih penasaran dengan kejadian yang sebenarnya segera menelepon Aditya. namun nomornya masih saja tidak aktif. Dia kemudian menelepon nomor Rani yang sedang bersama Aditya.
Rani menerima panggilan Pandu. Setelah tahu kalau Bosnya ingin berbicara dengan Aditya dia segera memberitahu Aditya dan menyerahkan ponselnya. Aditya menghentikan mobil di tepi jalan lalu keluar dari mobil agar mereka dapat berbicara dengan lebih leluasa.
“Ada apa Pak?” tanya Aditya.
“Aku masih penasaran dengan kejadian yang sebenarnya menimpa Frita. Aku yakin kamu pasti ikut terlibat dalam kasus itu.”
“Hmm… awalnya saya ingin mengabarkan kejadian itu kepada anda hanya saja saya tidak mau membuat Anda cemas. Anda sudah mempercayakan Frita kepada saya karena itu saya akan melakukannya.”
“Lalu seperti apa kejadian yang sebenarnya?”
“Awalnya saya bertemu empat orang yang membuntuti Frita, saya yakin mereka memiliki rencana jahat. Setelah saya menghabisinya ternyata bos mereka sudah ada di dalam hotel. Dua orang lagi saya habisi namun bosnya berhasil kabur lewat jendela karena tiba-tiba ada suara tembakan di restoran hotel.”
“Maksudmu ada dua komplotan penjahat yang terlibat?”
“Ya. Saat itu saya memprioritaskan Frita daripada bos penjahat tadi. Karena itu saya menyusun rencana agar korban tidak semakin banyak. Mereka membawa Frita dan saya menghabisi mereka semua. Lalu saya memanggil ambulan untuk menjemput Frita.”
“Lalu apa yang mereka cari?”
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 367 Episodes
Comments
agussajiwo
semangat
2021-03-18
0
yohanes fahri kopong medo
asyik
2020-11-05
0
Wahyu Gunawan
lanjutkan episode berikutnya
2020-10-05
0