Arya memeriksa semua korban yang ada di lokasi bekas pertarungan Aditya. dia sudah menyuruh anak buahnya untuk mencari semua sidik jari yang ada di tempat itu. Jimmy juga sudah memberinya laporan terkait data tamu yang belum check out namun tidak ada di hotel.
Semua bercak darah yang ada di lokasi segera diselidiki. Sedikitpun Arya tidak melewatkan hal-hal mencurigakan. Dia juga mengumpulkan semua senjata beserta selongsong peluru yang berserakan.
“Lapor Pak. Kami sudah berhasil menyelidiki darah yang ditemukan di lokasi,” lapor anak buahnya di telepon.
“Bagaimana hasilnya?” tanya Arya.
“Enam darah yang ditemukan sangat cocok dengan enam mayat yang ada di sana. Satu sisanya berbeda.”
“Begitu ya. Lalu bagaimana dengan sidik jari yang ada di sini?”
“Kami hanya menemukan enam sidik jari, baik di senjata ataupun di mobil.”
“Kelihatannya yang kita hadapi memang sekelas geng besar. Bagaimana dengan identitas ke enam mayat?”
“Kami pastikan bahwa enam orang itu adalah tamu hotel yang menghilang.”
“Baguslah. Jika seperti itu aku sudah bisa menyimpulkan pelakunya.”
Panggilan telepon diakhiri. Arya kemudian menghubungi Jimmy untuk memberikan kabar terbaru terkait dengan kasus itu. Arya mengatakan bahwa pelaku penembakan di hotel kemungkinan besar adalah enam orang yang ditemukan tewas di jalan tepi hutan. Identitas dan ciri-ciri mereka juga sama persis seperti yang dikatakan para saksi.
Kini yang membuat Arya bingung adalah pemilik darah ketujuh yang ada di TKP. Jimmy mengira jika itu adalah darah Frita namun Arya mengatakan bahwa sidik jari Frita tidak ditemukan. Itu membuktikan jika Frita dalam keadaan tidak sadarkan diri atau memang diikat oleh para penjahat.
Dugaan Arya diperkuat dengan adanya tali yang tergeletak di sana. Dia mengatakan kemungkinan darah itu adalah milik penjahat lain yang merebut Frita dari enam penjahat. Jimmy menduga jika penjahat lain adalah tamu hotel yang pergi dengan sepeda motor. Lagi-lagi Arya membantahnya dengan alasan jika rentang waktunya berbeda dengan kejadian yang ada di sana.
“Selain itu aku rasa banyak penjahat yang terlibat di dalam kejadian ini,” kata Arya.
“Aku juga sudah menebaknya. Kemungkinan empat orang yang mati di gang samping hotel lalu dua orang yang ditemukan tewas di kamar hotel adalah penjahat lain,” jelas Jimmy.
“Aku setuju dengan pendapatmu. Bisa kita asumsikan bahwa di kasus kali ini terlibat dua kelompok penjahat dan akhirnya malah saling membunuh. Kemungkinan penjahat yang masih selamat adalah satu orang yang pergi dengan motor, satu orang yang keluar dari jendela hotel dan satunya lagi yang bernama Aditya.”
“Tidak. Kami menemukan Aditya berada di hotel.”
“Begitu ya. Kalau begitu kita bisa dengan mudah mempersempitnya menjadi dua orang yang buron.”
“Benar. Aku akan meminta orang ahli untuk membuat sketsa wajah mereka berdua sesuai yang terekam di CCTV.”
“Baguslah setidaknya kerumitan kasus ini sudah berkurang.”
“Terima kasih atas bantuanmu, Arya.”
“Sama-sama, sekarang aku akan fokus untuk mencari keberadaan pujaan hatimu Jim.”
“Aku mengandalkanmu.”
Rani tersadar dan melihat sekeliling kamar. Ketika dia melihat Aditya di sampingnya Rani kembali menangis. Aditya segera duduk di kasur sambil menenangkannya. Tangis Rani semakin menjadi di bahu Aditya, dia bilang kalau Frita sudah diculik oleh penjahat.
“Mbak Rani tidak usah khawatir, saya yakin kepolisian akan segera menemukan mbak Frita,” hibur Aditya sambil mengelus rambut Rani.
“Jika saja aku segera memegangnya atau berteriak saat itu mungkin Frita masih bisa selamat,” ujar Rani sambil terus menangis.
“Yang Mbak lakukan sudah tepat. Jika saat itu Mbak teriak bisa saja mereka malah menghabisi banyak nyawa lagi.”
“Tapi gara-gara aku Frita diculik.”
“Yang seharusnya disalahkan adalah penjahatnya. Mbak tidak melakukan kesalahan apapun.”
Mendengar Rani menangis Jimmy segera masuk ke dalam kamar. Dia mencoba menenangkan Rani. Setelah tenang dia menanyakan beberapa pertanyaan kepadamya, Jimmy malah berpikir bisa saja Rani bersekongkol dengan penjahat. Tangis Rani kembali pecah, tampak tubuhnya menggigil ketakutan.
Aditya segera bangkit dan berkata kepada Jimmy bahwa tidak seharusnya dia langsung memberikan banyak pertanyaan kepada Rani. Terlebih Aditya merasa jika pertanyaan Jimmy terlalu menyudutkan Rani laiknya seseorang yang di interogasi.
“Kamu harusnya tahu kalau polisi harus memikirkan setiap kemungkinan yang muncul walaupun sangat kecil,” kata Jimmy sambil menatap tajam Aditya karena kesal.
“Saya paham. Tapi haruskah anda menanyakannya saat ini? Keadaannya sendiri belum stabil,” jawab Aditya sambil bangkit menatap Jimmy.
“Yang kita pertaruhkan sekarang ini nyawa manusia! Semakin cepat kami mendapat informasi lebih lengkap maka kami akan lebih cepat menemukan keberadaan Frita!”
“Apa Anda tidak berpikir jika yang anda tanyai saat ini juga memiliki perasaan sebagai seorang manusia?! Setidaknya anda juga harus memikirkan perasaannya!”
Jimmy semakin kesal dengan perkataan Aditya. anak buahnya mulai khawatir melihat atasan mereka seperti sedang marah besar. Walaupun talenta dan kemampuannya hebat namun Jimmy tetaplah masih muda, dia masih gampang tersulut emosi.
Aditya sendiri kesal karena dia pikir tidak seharusnya Jimmy bertanya seperti itu kepada Rani. Keadaan mulai tegang di dalam kamar itu. Tiba-tiba handphone Jimmy berdering. Tampak Arya kembali menghubunginya.
“Halo Ar, ada apa?”
“Kamu kenapa Jim? kayak habis lari gitu.”
“Aku sedang berurusan dengan orang yang sok tahu.”
“Ah. Aku cuma mau bilang kalau katanya Frita ada di rumah sakit tempat para korban di otopsi.”
“Kamu serius?! Frita ada di sana? Bagaimana keadaannya?”
“Ya. Aku dengar dia masih belum sadarkan diri. Lebih baik kamu segera ke sana jika memang khawatir.”
“Oke aku akan segera ke sana.”
Jimmy mengakhiri panggilan teleponnya. Dia menatap tajam Aditya dan pergi keluar sambil menabrakan badannya dengan sengaja ke Aditya. Jimmy menyerahkan penjagaan di sana kepada bawahannya. Dia sendiri segera berangkat menuju rumah sakit tempat Frita dirawat.
Aditya segera duduk kembali di samping Rani. Melihat tubuh Rani yang menggigil ketakutan Aditya segera membalut tubuhnya dengan selimut. Aditya memberikan air putih kepada Rani. Setelah meminum air tampak Rani sedikit lebih tenang. Napasnya sudah mulai teratur.
“Pak Aditya bagaimana keadaan Frita saat ini?” tanya Rani dengan mata sayu menatap Aditya.
“Saya dengar baik-baik saja. lagipula saat ini dia sedang ada di rumah sakit. Aku yakin para polisi juga menjaganya dengan baik.”
“Antar saya ke sana Pak. saya ingin bertemu dengan Frita.”
“Sebaiknya saat ini mbak Rani tenangkan diri dahulu. Nanti setelah mbak tenang baru kita berangkat menemui mbak Frita.”
Rani hanya mengangguk pelan. Setidaknya saat ini dia sudah bisa lega karena mendengar Frita masih hidup. Mungkin jika Frita sampai meninggal maka dia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.
Sementara itu di lokasi lain, Jimmy mengemudikan mobilnya dalam kecepatan penuh. di pikirannya saat ini yang terbayang hanyalah Frita. Dia masih belum mengerti kenapa tiba-tiba Frita bisa ada di rumah sakit. Padahal seharusnya dia di bawa oleh para penjahat.
Ketika sampai di rumah sakit Jimmy segera menuju tempat Frita dirawat. Tampak beberapa perawat dan polisi berada di ruangan itu. Jimmy menanyakan bagaimana mereka menemukan Frita. Mereka hanya bilang kalau para pegawai rumah sakit melaporkan bahwa ada seorang wanita yang dirawat.
Mereka bilang kalau awalnya ada yang memanggil ambulan ke lokasi wanita itu, namun ketika datang ternyata wanita itu sendirian saja. karena itu mereka melaporkan hal ini karena takut ada hubungannya dengan kasus yang terjadi.
Setelah ditelusuri ternyata orangnya adalah Frita.
“Syukurlah,” gumam Jimmy, “Rembulan Kota Bandung selamat!”
Para polisi juga menunjukkan baju Aditya dengan bercak darahnya. Hal itu membuat beberapa pertanyaan kembali muncul di otak Jimmy.
BERSAMBUNG…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 367 Episodes
Comments
agussajiwo
👍👍👍
2021-03-18
0
yohanes fahri kopong medo
lnjut
2020-11-04
0
Ira Iranurhidayah
lanjut dong makin seru ni
2020-10-02
1