"Mas ini rumah kita, selamat datang Mas" kata Diana saat mobil yang mereka tumpangi memasuki halaman rumah mereka. Setelah terparkir dengan sempurna Diana mengeluarkan kursi roda dan meletakkan di bibir pintu dengan memasang rem pada kursi roda itu.
"Aku akan menurunkan kaki mu dulu.. dan aku akan memelukmu.. kau siap Mas" Diana memeluk Gilang dan tangan Gilang mendorong tubuhnya sendiri untuk duduk di kursi roda.
"Apakah aku bertambah berat?" tanya Gilang.
"Iyaa Mas.. huuhf.. tapi kau sangat tampan Mas sekarang.. kau lebih berisi wajahmu jadi terlihat segar.."
"Jadi aku dulu tidak tampan" tanya Gilang.
"Aku sudah menebaknya kau pasti akan bilang seperti itu.. Kau dulu tampan Mas, sekarang sangatlah tampan" kata Diana mencium pipi Gilang dan membawanya masuk ke rumah.
"Nih Mas, ini kuncinya.. Mas bukalah pintu rumah kita.. Laki - laki yang baik seperti mu yang membuka pintu pertama kali rumah mereka maka segala hal baik akan terbuka Mas" kata Diana.
"Kau percaya sekali dengan takhayul" kata Gilang tersenyum hangat.
"Bila itu mendatangkan kebaikan aku percaya, karena Mas memang orang terbaik di dunia" kata Diana.
Gilang pun memasukkan kunci dan memutar dua kali, menarik handlenya lalu pintu itu terbuka, Diana pun mendorong perlahan kursi roda Gilang.
"Mas mau berkeliling? Aku mau menurunkan barang- barang dimobil" Diana meletakkan tasnya di meja lalu mengambil kunci mobil.
"Maafkan aku Diana, aku yang seharusnya melakukannya" kata Gilang memutar kursi rodanya menghadap Diana.
"Mas aku mencintaimu, pikirkan itu saja" Diana jongkok sejajar dengan pandangan Gilang dengan mengusap lengannya, Gilangpun memajukan wajahnya meraih wajah Diana dan mengecup kening Diana.
"Aku akan berkeliling saja" kata Gilang tersenyum hangat dan kembali memutar rodanya mengelilingi ruang demi ruang, sementara Diana kembali ke halaman rumah menurunkan semua barang- barangnya.
Rumah yang sederhana, tidak terlalu banyak perabotan, memiliki ruang tamu, ruang tengah dengan meja makan bulat dengan empat kursi, kemudian terdapat satu tempat tidur dengan dipan dan lemari, satu ruangan kamar namun digunakan untuk meletakkan koper dan meja setrika, satu kamar mandi di dekat dapur dan satu ruangan yang lainnnya untuk mencuci pakaian, satu pintu menuju belakang untuk menjemur pakaian dengan pekarangan luas namun itu milik Pak Hasan yang mempunyai rumah kontrakan rumah itu.
Gilang memasuki kamar yang tidak ada perabotan hanya meja setrika dan beberapa koper mereka, Gilang membuka jendela kamar itu yang menghadap ke pekarangan rumah, dari jauh bisa terlihat jalan raya.
"Ini akan menjadi kamar anak kita nanti, kita akan menyingkirkan koper- koper ini dan memindahkannya diatas lemari" kata Gilang saat Diana memasuki ruang itu.
"Anak kita akan tidur dikamar kita Mas, kecuali sudah besar, itu juga kita mungkin sudah pindah dari sini dan memiliki rumah sendiri" kata Diana membongkar koper dan membereskan isinya satu persatu.
"Kau benar Diana, kita akan mengambil KPR saja, kalau aku sudah sembuh" kata Gilang kemudian.
"Kau ingin tiduran Mas? Dua jam lagi makan siang dan minum obatmu" Diana menyeret koper yang telah kosong dan disatukan dengan koper yang lain.
"Baiklah aku akan rebahan saja" Gilang memutar kursi rodanya dan menuju kamar di ikuti Diana.
Dianapun memeluk Gilang dan tangan gilang menumpu pada ranjang dengan memgangkat tubuhnya sendiri dengan tangan di bantu Diana.
"Aaaaaaaaaw.. Mas.. kau mengagetkanku!" kata Diana saat tubuh Diana ditarik Gilang hingga terjatuh diranjang.
"Temani aku... " Gilang memeluk erat tubuh Diana dan mengungkungnya dengan susah payah Gilang merubah posisimya dengan posisi miring memeluk Diana.
"Terima kasih Diana, kau mengurus segalanya sendiri dan kau mengurusnya dengan baik" kata Gilang mendekatkan wajahnya ke wajah Diana, menekan tengkuk Diana lalu mencium bibir Diana dengan penuh perasaan yang mendalam.
*****
"Apa kau sudah mengejar gadis itu?" tanya Emily saat memasuki mobil Mario di lobby, menjemputnya kembali setelah menebus obat sang Ibu.
"Hahh!! Aku juga tidak yakin gadis itu atau bukan, terlalu banyak perempatan dan aku tidak tahu dia belok kemana, aku sudah menyusuri tiap jalan tapi nihil" Kata Mario memukul setir mobilnya dan melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit itu.
"Apakah dia gadis istimewa? Sampai kau terlihat kacau sekali barusan" sindir Emily mencebikkan bibirnya.
"Dia yang membuatku bangkit, ceritanya panjang sekali Emily, entahlah aku memulainya darimana, aku pernah mencuri ciuman pertamanya di makam Kenanga" tutur Mario membuat Emily seakan tak percaya dengan penuturan adiknya itu.
"Kau gila !! Bagaimana bisa? Hahaha.. mengerikan kau ini, siapapun dia aku sangat berterima kasih padanya, karena membuat adikku menjadi normal, tinggal di rumah bukan di kuburan" kata Emily.
"Semua terjadi begitu cepat, ada gadis memberiku kartu ucapan merah jambu dan aku menciumnya, aku mabuk sore itu, aku tidak bisa melihatnya dengan jelas" kata Mario menerawang.
"Apakah itu gadis yang sama dengan gadis yang hujan- hujanan yang kau tolong itu yang membawa mantelmu?" tanya Emily kemudian.
"Aku belum yakin juga Emily, tapi saat aku menciumnya di mobil saat itu, aku yakin itu dia, aku tidak bisa melupakan bibir itu" Mario kembali menerawang, tangannya menyiku bertumpu pada pintu kaca dan memainkan bibirnya dengan menekuk- nekuk bibirnya sendiri.
"Bagaimana kalau ternyata berbeda? Kalau berbeda kau sudah mencium dua gadis, Mario" goda Emily.
"Aku ingat ciumannya dan saat pingsan justru dia yang nyosor duluan, ya aku terimalah, aku kan normal Emily" kata Mario lagi.
"Bagaimana kau bisa seyakin itu?" tanya Emily penasaran.
"Caraku bertemu sama yaitu di pemakaman, cara bercium gadis itu yang membuatku yakin sungguh menggelikan" Mario tergelak.
"Kau tahu Emily.. dia tidak tahu cara berciuman, dia membuka mulutnya serta menjulurkan lidahnya.. Entahlah dia belum pernah berciuman, tapi menjulurkan lidah.. hahahha dia berteriak kalau akulah yang mencuri ciumannya" jelas Mario dengan terkekeh.
"Hahaha lucu sekali calon adikku itu" Emily pun tergelak.
"Aku rasa sekarang kita yang gila, kita tidak tahu siapa dia dan kau sudah memanggilnya calon adik ipar dan aku merasa telah memilikinya karena ciuman itu" Mario tergelak disusul Emily.
"Aku belum menceritakannya pada Mama, aku yakin kalau Mama tahu, dia akan senang" kata Emily.
"Dont tell her, Em.. please.. Aku tidak ingin mengecewakan Mama, ini sesuatu yang belom jelas, jangan kau besar- besarkan.. Ohh iya. kamu dan Mama sampai kapan disini?" tanya Mario kemudian.
"Aku hanya seminggu menemanimu, Mama sangat merindukanmu, sementara anak- anakku merindukan Paman Leon, benar- benar merepotkan, tahu gitu aku ajak Paman Leon" kata Emily.
"Paman Leon sampai detik ini belum memiliki petunjuk, entahlah nomor gadis itu belum aktif, aku tidak tahu apa yang terjadi dengannya, belakangan aku sering memimpikan gadis hujan itu" Mario kembali melemparkan pandangannya kearah jalanan.
"Bila itu gadis yang berbeda, mana yang akan kau pilih? Gadis hujan atau Gadis kartu ucapan merah jambu? Karena kau tidak mungkin memilih keduanya" kata Emily memberi pilihan.
"Aku akan meminta maaf gadis yang kucium karena telah mencuri ciumannya dan aku akan meminta tanggung jawab pada gadis hujan karena telah menciumku dan karena telah menghiasi mimpiku, karena dia harus menjadi milikku dan aku menjadi miliknya" kata Mario serius.
"Dasar kau konyol sekali hahahaha" kata Emily memukul lengan adiknya.
Iya, kau harus menjadi milikku, Gadis Hujan.. aku memilihmu, aku yakin aku akan menemukanmu.. sekalipun Gadis kartu merah jambu itu juga muncul, aku tetap memilihmu!
-
Bila kamu menyukai Novel ini, Jangan Lupa Dukungan Vote, Like, Komen, Koin, Poin dan Rate bintangku yaa Reader Tersayang.
Biar aku semangat nulis lagu disela - sela waktu jadwal kuliahku yang padat.
Terima kasih Reader tersayang 😘😘🥰🥰💕💐
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 199 Episodes
Comments
Evi Octavia
lanjut
2022-08-18
0
Ibelmizzel
penasaran abis.❤️
2022-06-13
0
Aruna arfiana
penasaran
2022-05-12
0